Awalnya unsur panggung musikal ini terasa segar. Penonton seperti mendapatkan unsur ala-ala La La Land dan Sweeney Todd. Jarang-jarang ada sosok antagonis dalam film superhero yang ditampilkan dalam konsep musikal. Namun sayangnya dengan durasi yang kepanjangan dan alur yang tak berarah, unsur musikal ini kemudian malah membosankan.Â
Konsep musikal ini rupanya merupakan ide dari Joaquin Phoenix, andaikata konsep ini dieksekusi dengan baik dan cukup, maka memang akan menghasilkan sesuatu yang segar. Apalagi jika didukung dengan naskah yang berbobot dan solid.
Namun sayangnya naskah yang disusun oleh Scott Silver dan Todd Phillips ini kedodoran. Sejak adegan di persidangan, ceritanya tidak jelas seperti tidak berarah. Karakter Arthur kurang jelas akan diapakan. Dan, durasinya terasa dipanjang-panjangkan, sehingga ceritanya seakan-akan berlarut-larut, tak kunjung berakhir.Â
Ah pesona Joker di film pertama rasanya pupus. Banyak penonton yang memberikan ulasan negatif untuk film Joker 2. Rotten Tomatoes memberikan rata-rata 33% di mana kritikus dan audience hampir kompak, yakni 27% dari kritikus dan 33% dari audience. Sedangkan IMDb memberikan skor 53% dari 26 ribu penilai.Â
Dari segi akting, Gaga dan Phoenix tidak ada masalah. Mereka tetap memberikan performa yang apik. Kehadiran Harvey Dent juga sebuah hal yang menarik, namun sayangnya penampilan aktor dan desain karakternya mudah dilupakan. Lagu-lagu dalam film ini pun meskipun lawas juga tetap enak didengar. Yang mendapat ulasan buruk adalah cerita dan eksekusinya yang kurang berarah dan membosankan.Â
Moga-moga tidak ada lagi sekuelnya. Biarlah penonton mengenang sosok Arthur Fleck hanya yang tampil di film pertamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H