Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskusi Sastra Horor, Benarkah Sastra Horor Itu Hanya Soal Makhluk Gaib dan Rawan Pembodohan?

7 Agustus 2024   23:59 Diperbarui: 8 Agustus 2024   00:09 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Horor sendiri berdasarkan pemikiran Yon Bayu adalah kepercayaan, pemahaman, atau aktivitas yang melibatkan unsur atau makhluk gaib, serta bersifat mistis atau misteri. Ia beranggapan budaya masyarakat Jawa semuanya bersinggungan dengan misteri dan horor. Sehingga, horor di Jawa bisa disebut budaya. 

Oleh karena itu Yon Bayu mendefinisikan Sastra horor sebagai "karya tulis maupun lisan yang menceritakan budaya atau cerminan budaya dari suatu masyarakat, yang mengandung kepercayaan, pemahaman, dan aktivitas yang melibatkan unsur gaib, bersifat mistis atau misteri. Ia mencontohkan Calon Arang sebagai karya sastra horor yang memiliki cerita memikat. 

Dalam uraiannya, Yon Bayu merasa resah karena sastra horor kerap dianggap murahan dan terkesan mendukung pembodohan. Ia resah dengan banyaknya cerita horor yang mengeksploitasi sensualitas perempuan atau yang hanya mengeksploitasi keseraman itu sendiri agar pembaca ketakutan. Ia berharap muncul karya sastra horor yang berkualitas sehingga melawan anggapan sastra horor yang dianggap murahan. 

Di satu sisi ia menganggap cerita horor adalah bagian dari budaya bangsa yang harus diterima sebagai bagian kekayaan bangsa. Ia juga berharap cerita horor juga harus dijaga agar tidak menjadi sarana pembodohan masyarakat. 

Sementara itu pembicara kedua, Ni Made Sri Andani, mengambil perspektif unik untuk membahas sastra horor. Ia menyebutkan daftar manfaat dari cerita horor dari pengalamannya.  Sebelumnya ia mengaku sebagai orang yang logis dan tidak suka dengan hal-hal yang tidak masuk akal. 

Berbagai manfaat yang diraihnya saat mengalami perasaan takut atau horor yaitu meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan. Dalam cerita Ghost yang ditulisnya berdasarkan pengalamannya, ia memutuskan untuk memeriksa kamar mandi karena terus mendengar bunyi kecipak air. Eh ternyata ada cecak yang bernasib malang di sana. 

Manfaat lainnya adalah mengajarkan pemikiran kritis dan logis. Ia mencontohkan kisah perkutut yang membuat pemiliknya bangkrut. Benarkah karena perkutut atau sebenarnya ada hal-hal lainnya? 

Manfaat berikutnya dari membaca cerita horor adalah membangun keberanian dan ketahanan mental. Ni Made meyakini bahwa ketakutan dapat diatasi dengan keteguhan hati dan pemikiran rasional. Manfaat lainnya yakni meningkatkan rasa kebersamaan dan dukungan keluarga, meningkatkan empati, media pembelajaran tentang sejarah dan budaya, mengajarkan moral dan nilai-nilai kehidupan, mendorong kreativitas dan imajinasi, serta menyediakan saluran diskusi dan interaksi sosial. 

Acara dilanjutkan dengan tanggapan dari Sunu Wasono yang sebelumnya merupakan dosen FIB UI dan penulis di berbagai media. Ia kurang setuju dengan pernyataan mas Yon tentang sastra horor  harus dapat diterima semua kalangan. Ia meyakini setiap karya punya pembaca tersendiri, sehingga hak masyarakat untuk memilih jenis sastra yang disukainya. 

Lantas apakah cerita horor identik dengan pembodohan? Bisa ya, bisa tidak, ujarnya. Ia lebih setuju jika masyarakat diajarkan berpikir kritis daripada mereka dilarang memproduksi cerita horor. 

Sunu juga kurang setuju jika horor hanya identik dengan makhluk gaib seperti yang disebutkan oleh Yon Bayu. Mengutip dari penelitian yang dilakukan Nariswari, horor dibagi menjadi tiga yaitu uncanny yang bersifat supranatural, marvelous atau fenomena tidak masuk akal seperti zombie, serta horor fantastic yang menggiring pembaca pada keraguan. Ia lebih setuju jika penyajian menjadi kunci utama horor tidaknya sebuah cerita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun