Pelataran museum begitu indah dan asri, membuatku betah untuk sekadar duduk-duduk. Dari halaman, bangunan museum yang seperti benteng juga terlihat kokoh dan megah. Bangunan museum ini seperti benteng abad ke-16, lengkap dengan parit di sekelilingnya.
Bentuk bangunan bersudut lima melambangkan Pancasila. Lalu di sekeliling bangunan ada relief dan diorama yang menggambarkan berbagai pertempuran yang pernah terjadi di Nusantara, seperti pertempuran antara pasukan Raden Wijaya melawan pasukan Mongol. Lalu ada pertempuran di Benteng Indra Patra, Aceh tahun 1606 melawan bangsa Portugis, dan sebagainya.
Ehm ada beberapa perahu di parit tersebut. Seandainya ada petugas museum, apakah wisatawan boleh berkeliling menyaksikan diorama tersebut dengan menggunakan perahu ya? Soalnya kalau dari atas dan dari seberang parit, diorama tersebut tidak begitu jelas.
Bagian luar museum begitu menawan, bagaimana dengan isi bangunannya?
Museum Keprajuritan Indonesia diresmikan tahun 1987. Bangunan ini terdiri dari dua lantai dengan lantai paling atas adalah bagian atap di mana pengunjung diperbolehkan untuk menikmati panorama dari atas bangunan.
Di lantai dasar koleksinya hanya sedikit. Hanya ada beberapa tokoh pahlawan dengan sedikit narasi. Di bagian panggung terbuka ada 23 sosok pahlawan yang patungnya terbuat dari perunggu. Â Di lantai dasar ini juga ada ruang audio visual dan kafe-kafe yang nampak sepi dan kosong. Ehm kenapa museum ini tak ada petugasnya sama sekali ya, hanya ada petugas di pintu masuk, aku bertanya-tanya.
Ada tangga dan lift untuk menuju ke lantai dua. Di lantai dua adalah jantung museum ini karena ada berbagai diorama yang menggambarkan sejarah bangsa dari abad ke-7 hingga abad ke-21. Bagian pertama adalah cerita tentang Sriwijaya dengan diorama menggambarkan kapal laut. Â Lalu ada narasi tentang Kedatuan Sriwjaya dari peninggalan prasasti, Â foto dua candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya, cerita tentang mandala, hingga silsilah raja Sriwijaya.
Ketika beranjak ke diorama berikutnya aku tertegun. Bagian atas diorama yang menunjukkan  nama dan judul diorama tidak ada. Lalu lorongnya begitu gelap. Aku jadi ragu untuk meneruskan. Akhirnya aku memutuskan turun dan mencoba melihat dari tangga di seberang.