Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tips Upgrade Skill Menjadi Penulis dan Pengulas Film

3 April 2023   16:12 Diperbarui: 3 April 2023   16:25 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Krisis dan Paradoks Film Indonesia yang diterbitkan Kompas Gramedia ini dapat menambah wawasan tentang film (sumber: e-PerpusDikbud) 


"Waduh kok ditulis sebagai pengamat film ya, sepertinya aku belum layak", ujarku ke salah satu rekan media ketika namaku muncul di artikel media tempat ia bekerja. Tidak apa-apa, sekalian belajar jadi pengamat, jawabnya.

Sebelumnya pada tanggal 10 bulan Maret lalu aku dapat undangan mewakili Montase Films di acara TVRI nasional. Aku diundang untuk bincang-bincang di acara live membahas tentang film Indonesia.  Ini sebuah apresiasi namun juga sesuatu yang membuatku kalang kabut. 

Aku terus bertanya-tanya, apakah aku sudah layak menjadi narasumber. Perutku mulas dan jadi makin gampang mual ketika mendekati hari H. Untunglah kemudian acara berjalan lancar, meski aku tak puas dengan jawabanku.

Dengan kesempatan yang pernah kudapatkan, mau tak mau aku mencoba memantaskan diri dengan atribut sebagai pengulas dan pengamat film. Aku bakal terus merasa belum layak menjadi pengamat film dan pengulas film jika tak segera upgrade diri dalam banyak hal tentang film.

Untuk menjadi pengulas film, tak cukup berbekal kemampuan menulis. Aku masih ingat dengan saran dari juri lomba ulas film yang diadakan TVRI tiga tahun lalu. Aku harus banyak tahu tentang teknis film, sehingga juga bisa mengkritisi dari segi tersebut. Saran ini juga beberapa kali disampaikan oleh Pak Himawan, mentor di Montase Films.

Dulu aku suka banget nonton Cinema-Cinema yang dipandu Mayong (sumber: IDN Times) 
Dulu aku suka banget nonton Cinema-Cinema yang dipandu Mayong (sumber: IDN Times) 


Nah, berikut tips untuk upgrade skill menjadi pengulas dan penulis di bidang film. Tips ini kusarikan dari berbagai sumber dan masih kujalankan hingga sekarang. Usai sahur, usai tarawih, atau sambil ngabuburit, kalian bisa nih jalani tips ini agar kemampuan sebagai pengulas film terus meningkat.

1. Banyak membaca dan menonton ulasan film
Kunci dari menulis adalah banyak membaca. Dengan membaca, kita bisa belajar banyak hal. Awal-awal mulai suka menulis film, aku suka membaca ulasan dan artikel film yang ada di media cetak, seperti di Jawa Pos, Tempo, Kompas, dan Jakarta Jakarta. Dulu juga suka mantengin acara Cinema-Cinema di RCTI yang dipandu oleh Ira Wibowo dan Mayong Suryoleksono.

Ketika jaman internet, aku suka membaca ulasan film dari Roger Ebert.  Ia kritikus film yang  tulisan-tulisannya masih sering kubaca hingga saat ini. Roger Ebert juga pernah meraih Pulitzer untuk kritik film.

Dalam negeri, aku suka membaca ulasan film yang dibagikan oleh website Film Indonesia, Montase Films, dan Cinema Poetica. Ada kalanya aku juga membaca ulasan di Greenscene Indonesia, Cinemags, Cineverse, dan lain-lain  termasuk artikel film di Kompasiana.

Aku juga suka membaca karya-karya yang masuk short list dan finalis kategori Kritikus Film di Festival Film Indonesia. Sudah dua tahun kegiatan ini diadakan.

Sejak dua tahun lalu ada kategori Kritik Film di FFI (sumber gambar: FFI dalam Suara Merdeka JKT) 
Sejak dua tahun lalu ada kategori Kritik Film di FFI (sumber gambar: FFI dalam Suara Merdeka JKT) 

Dari hasil membaca karya orang lain tersebut, kita bisa belajar banyak hal, dari cara mengulas film yang menarik, bagian-bagian yang kiranya perlu untuk diulas, dan tentunya juga menambah wawasan tentang perfilman.

2. Banyak membaca buku seputar film
Tak cukup belajar menulis film dari artikel review film, kita juga perlu mengasah dan menambah kemampuan dari buku-buku perfilman. Ada banyak buku menarik tentang perfilman, yang bisa dibeli ataupun dibaca secara cuma-cuma.

Buku Memahami Film karya Himawan Pratista adalah buku yang komplet untuk belajar tentang ABCD film. Dalam buku tersebut, aku banyak mendapat wawasan dari unsur pembentuk film, jenis film, ragam genre, film franchise, homage, hingga sejarah film dunia.

Ada dua hal yang banyak dibahas dalam buku ini, yakni unsur pembentuk film yang terdiri dari unsur naratif dan sinematik. Dua hal inilah yang penting dipahami oleh pengulas film, karena ia harus mengulas dari sisi naratif dan juga sinematik.

Unsur naratif berkaitan dengan cerita dan plot, struktur bercerita dan lain-lain. Ada kalanya sebuah film menggunakan narator seperti dalam film Moonrise Kingdom. Ada juga yang melanggar tembok keempat, sehingga tokoh dalam film seperti berbicara langsung kepada penonton.

Sedangkan unsur sinematik berkaitan dengan keempat hal, mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Keempat hal ini punya poin-poin yang banyak. Aku sendiri belum tuntas membaca dan memahaminya hehehe.

Buku Memahami Film menjadi buku teks mahasiswa yang menekuni film. Bukunya berbayar atau juga bisa dicari di perpustakaan. Bagi yang ingin membaca secara gratis dan daring, juga tak perlu kuatir. Ada banyak buku menarik yang bisa dibaca cuma-cuma di i-Pusnas, i-Jakarta, dan e-PerpusDikbud.

Di i-Pusnas dan i-Jakarta ada banyak kumpulan artikel film yang dibukukan oleh Pusat Data dan Analisa Tempo. Buku-buku tersebut di antaranya Gairah Film Kita, Geliat Film Indonesia, Film Remaja Pahlawan Remaja, Dunia Film Animasi, dan lain-lain.

Buku ini penting bagi penulis ulasan film agar tahu lebih banyak tentang unsur sinematik film (sumber gambar: dokpri) 
Buku ini penting bagi penulis ulasan film agar tahu lebih banyak tentang unsur sinematik film (sumber gambar: dokpri) 

Sedangkan buku film yang kurekomendasikan dan bisa dibaca cuma-cuma di e-PerpusDikbud yaitu Krisis dan Paradoks Film Indonesia karya Garin Nugroho dan Dyna Herlina yang diterbitkan Kompas.  Buku ini membahas pembabakan dalam sejarah film Indonesia. Buku lainnya yaitu The Film Encyclopedia karya Ephraim Katz uang diterbitkan Harper Collins. Akan ada banyak ilmu dan wawasan tentang film dunia dan Indonesia dari kedua buku tersebut.

3. Baca buku buku-buku tentang skenario film dan hal-hal menarik lainnya tentang film
Selain membaca buku tentang film, sebaiknya juga perlu membaca buku-buku lainnya yang masih berhubungan dengan film. Buku tentang skenario film, contohnya. Ada banyak film yang juga dijual buku skenarionya sehingga kita juga bisa belajar membuat skenario film. Contohnya, Kartini: Skenario Film yang naskahnya dibuat oleh Hanung Bramantyo dan Bagus Bramanti.

Di perpustakaan digital seperti i-Pusnas juga banyak buku tentang skenario film. Ada juga buku  berjudul 3 yang diadaptasi dari skenario karya Anggi Umbara dkk. Buku ini diterbitkan Gramedia Pustaka Utama.

Buku seperti perkembangan poster film, komik semesta DC, Marvel, ataupun Bumilangit juga menarik dibaca dan bisa menjadi bahan untuk menulis tentang film. Ada kalanya pada musim diskon buku, buku-buku tersebut bisa didapatkan dengan harga murah meriah.

Kita juga bisa belajar menulis skenario film lewat buku Kartini: Skenario Film (dokpri) 
Kita juga bisa belajar menulis skenario film lewat buku Kartini: Skenario Film (dokpri) 


4. Teruslah berlatih menulis film
Praktik akan membuat kita menjadi terbiasa dan ahli dalam melakukannya. Mulailah menulis ulasan film. Jika sudah menonton film sebaiknya segeralah membuat ulasannya karena kesan kita terhadap film tersebut masih kuat. Pesan ini juga berlaku buat aku yang suka menunda-nunda membuatnya.

Teruslah berlatih. Sebaiknya buatlah ulasan film seminggu sekali baik melalui rubrik film di Kompasiana ataupun membuatnya di media sosial seperti Twitter dan Instagram.

5  Minta pendapat orang lain
Jangan malu dan ragu untuk menyebarkan ulasan film dan meminta pendapat orang lain. Dengan menerima saran dan kritik, kita bisa terus membenahi tulisan kita

Adakalanya kita menerima kritikan yang tajam dengan bahasa yang kasar. Ini pentingnya memilih wadah kita menulis dan forum untuk membagikannya. Jangan sampai kita malah patah semangat ketika  banyak menerima kritikan dengan bahasa yang kasar. Aku pernah beberapa kali mengalaminya, dan pengalaman itu tidak enak.

6. Ikut komunitas film
Jangan malu dan ragu juga untuk bergabung dengan berbagai komunitas film. Selain tahu banyak informasi tentang film terbaru dan info diskon tiket bioskop, kita juga bisa ikut berdiskusi tentang film yang sudah kita tonton. 

Dengan ikut komunitas seperti KOMiK maka bisa sambil belajar membuat ulasan hingga buku tentang film (sumber gambar: dok. KOMiK/Noval Kurniadi) 
Dengan ikut komunitas seperti KOMiK maka bisa sambil belajar membuat ulasan hingga buku tentang film (sumber gambar: dok. KOMiK/Noval Kurniadi) 

Kita juga bisa melihat film dari sisi pandang lain. Kita juga bisa belajar bareng tentang cara menulis ulasan film, cara membuat skenario film, atau ikut terlibat dalam  membuat film.

7. Perbanyak nonton film
Selain banyak membaca buku dan artikel tentang film, kunci untuk menambah wawasan tentang film yaitu nonton film. Sering-seringlah nonton film dan jangan membatasi diri. Tontonlah film di luar zona nyaman. Misalnya kita terbiasa nonton film horor, maka cobalah nonton film musikal dan   romantis.

Aku sering disarankan untuk menyaksikan film klasik di bawah tahun 1980-an baik film Indonesia maupun mancanegara. Syukur-syukur aku bisa banyak menonton film di bawah tahun 1940-an. Ada banyak film klasik yang bagus dan masih dinobatkan sebagai film terbaik.

Saran ini beberapa kali kujalani. Aku takjub dengan lagu soundtrack dari film The Good,  the Bad, and the Ugly (1966) yang begitu bagus. Lagu-lagu soundtrack film pada masa klasik banyak yang bagus dan hingga sekarang masih jadi ikonik, misalnya theme song dan soundtrack dari film serial Bonanza, Mission Impossible, dan film The Magnificent Seven (1960).

Aku disarankan untuk sering-sering nonton film klasik (sumber gambar: IMDb) 
Aku disarankan untuk sering-sering nonton film klasik (sumber gambar: IMDb) 


Memang sih ada kalanya aku jenuh menonton dan membuat artikel film. Jika sedang jenuh, ya sudah melakukan aktivitas lainnya.

Selama bulan Ramadan ini aku suka menonton film animasi Indonesia. Dari film-film animasi yang sudah kutonton tersebut, aku membuat artikel tentang animasi lokal yang membahas tentang Jakarta. Masih banyak film  yang belum kubuat ulasannya. Jika lagi jenuh buat ulasan film, aku ganti dengan membaca buku perfilman atau nonton film yang pendek-pendek.

Oh iya tips di atas juga berlaku buat aku dan kujalani hingga kini. Aku ingin meng-upgrade diri selama Ramadan dengan memanfaatkan waktu-waktu luang.

Kalau kalian ingin upgrade keahlian apa saja nih selama Ramadan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun