Para penonton diajak bersimpati kepada Lucas. Bagaimana ia mengurus ayah dan adiknya, dan mengesampingkan rasa takutnya. Tubuhnya kurus dan pucat karena ia kurang makan. Bajunya pun memiliki lubang-lubang kecil. Lucas diperankan dengan apik oleh Jeremy T. Thomas.
Penampilan Keri Russell sebagai guru yang mengalami trauma masa kecil juga patut diberikan apresiasi. Ia juga berhasil menjadi salah satu penggerak cerita. Sosok Jesse Plemons sebagai si sherif juga menarik apabila melihat interaksinya bersama si kakak, Julia lewat dialog-dialognya.
Dari segi produksi, film ini cukup rapi. Film berhasil menampilkan suasana sepi, muram, dan suram yang ada di lingkungan rumah Lucas dan hutan-hutan tempat Lucas menjelajah, mencari makanan buat si ayah dan adiknya. Hutan, rel kereta, dan lorong tambang yang sepi terasa begitu hening dan menyimpan misteri.
Denting piano, suara jangkerik, dan deru nafas hewan buas ikut menyumbang suasana yang mencekam. Bunyi hujan deras dan orkestra yang intens memberi tanda film akan memasuki bagian klimaks. Skoringnya pas dan berhasil menggiring suasana. Divisi skoringnya dipimpin oleh Javier Navarrete.
Desain sosok monster dalam film ini juga mencekam. Seperti sosok mimpi buruk dalam cerita rakyat. Dan seperti judulnya, "Antlers" maka monster di sini memiliki tanduk seperti milik rusa.
Film ini berhasil menyuguhkan kisah yang mencekam dengan tone yang sedih. Film ini mengingatkanku pada horor berjudul "Mama" yang juga memiliki nuansa yang nelangsa.
Formula cerita dalam film ini memang tak baru, biasa dijumpai dalam film horor pada umumnya. Namun tetap menarik untuk disimak Â
Oh iya jangan ajak anak kecil ya nonton film ini. Film "Antlers" memiliki rating usia 17 tahun bukan tanpa alasan. Dalam film ini ada banyak gambar yang mengerikan, adegan yang brutal, dan korban manusia yang terkoyak.
Skor: 7/10.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H