Guillermo del Toro, sebagai produser, aku tertarik menyaksikan film yang berjudul "Antlers". Meski 'hanya' sebagai produser, pengaruh Guillermo di film "Antlers" ini terasa kental, baik dari segi tema maupun nuansa ceritanya. Tidak seperti film horor pada umumnya, film ini memiliki nuansa yang sedih.
Karena ada namaFilm "Antlers" ini berkisah tentang keluarga Weaver. Kepala keluarga, si ayah, Frank Weaver (Scott Haze) dan anak bungsunya, Aiden (Sawyer Jones) yang baru berusia tujuh tahun diserang sesuatu yang buas saat si ayah sedang membuat ramuan narkotika di lab tersembunyinya di sebuah pertambangan. Entah bagaimana ia dan putranya selamat, sementara rekan-rekan lainnya terbunuh secara brutal.
Anak tertua, Lucas (Jeremy T. Thomas) yang baru berusia 12 tahun kemudian mengurus keduanya. Keduanya nampak memburuk terutama si ayah yang nampak seperti hewan buas. Ia mengurung keduanya di kamar yang terkunci atas permintaan ayahnya.
Tabiat Lucas yang pendiam dan terkesan menarik diri menarik perhatian gurunya, Julia Meadows (Keri Russell). Apalagi ketika ia mengetahui Lucas menggambar banyak hal yang seram. Ia mengira Lucas mengalami penganiayaan di rumahnya.
Sementara itu seorang warga menemukan korban yang tubuhnya seolah-olah dikoyak hewan buas. Ia pun segera melapor ke polisi.
Sebuah Mitos tentang Wendigo
Guillermo del Toro kerap bercerita tentang makhluk-makhluk mitos dan fantasi. Film horor fantasi pertamanya "Pan's Labyrinth" bercerita tentang manusia separuh kambing alias faun. Lalu ada "The Shape of Water" Â tentang manusia amfibia yang dianggap dewa oleh suku tertentu. Kali ini lewat tangan Scott Cooper ("Black Mass", "Hostiles") sebagai sutradara, ia mengangkat mitos Wendigo.
Film ini sendiri ditulis oleh Scott Cooper bersama Nick Antosca dan C. Henry Chaisson. Ceritanya diangkat dari cerpen Nick Antosca berjudul "The Quiet Boy" Â
Wendigo adalah makhluk mitos yang bisa berwujud apa saja. Mitos ini beredar di kalangan suku Indian. Menurut kepercayaan mereka, makhluk ini menyerang manusia dan si  manusia akan menjadi inangnya. Ia akan selalu  lapar dan bisa menyerang siapa saja. Ia bisa hadir bila alam sedang marah. Dalam hal ini bisa jadi ruh ini bangkit karena marah dengan adanya penambangan.
Film ini tidak hanya berfokus pada teror yang disebabkan oleh wendigo. Melainkan pada sosok Lucas, bagaimana si anak dalam usia belia menghadapi kenyataan yang menakutkan, ayah dan adiknya mengalami siksaan karena Wendigo.
Para penonton diajak bersimpati kepada Lucas. Bagaimana ia mengurus ayah dan adiknya, dan mengesampingkan rasa takutnya. Tubuhnya kurus dan pucat karena ia kurang makan. Bajunya pun memiliki lubang-lubang kecil. Lucas diperankan dengan apik oleh Jeremy T. Thomas.
Penampilan Keri Russell sebagai guru yang mengalami trauma masa kecil juga patut diberikan apresiasi. Ia juga berhasil menjadi salah satu penggerak cerita. Sosok Jesse Plemons sebagai si sherif juga menarik apabila melihat interaksinya bersama si kakak, Julia lewat dialog-dialognya.
Dari segi produksi, film ini cukup rapi. Film berhasil menampilkan suasana sepi, muram, dan suram yang ada di lingkungan rumah Lucas dan hutan-hutan tempat Lucas menjelajah, mencari makanan buat si ayah dan adiknya. Hutan, rel kereta, dan lorong tambang yang sepi terasa begitu hening dan menyimpan misteri.
Denting piano, suara jangkerik, dan deru nafas hewan buas ikut menyumbang suasana yang mencekam. Bunyi hujan deras dan orkestra yang intens memberi tanda film akan memasuki bagian klimaks. Skoringnya pas dan berhasil menggiring suasana. Divisi skoringnya dipimpin oleh Javier Navarrete.
Desain sosok monster dalam film ini juga mencekam. Seperti sosok mimpi buruk dalam cerita rakyat. Dan seperti judulnya, "Antlers" maka monster di sini memiliki tanduk seperti milik rusa.
Film ini berhasil menyuguhkan kisah yang mencekam dengan tone yang sedih. Film ini mengingatkanku pada horor berjudul "Mama" yang juga memiliki nuansa yang nelangsa.
Formula cerita dalam film ini memang tak baru, biasa dijumpai dalam film horor pada umumnya. Namun tetap menarik untuk disimak Â
Oh iya jangan ajak anak kecil ya nonton film ini. Film "Antlers" memiliki rating usia 17 tahun bukan tanpa alasan. Dalam film ini ada banyak gambar yang mengerikan, adegan yang brutal, dan korban manusia yang terkoyak.
Skor: 7/10.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H