Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Hawa Segar dan Panorama Memikat di Sembalun Lombok

10 Desember 2021   09:08 Diperbarui: 10 Desember 2021   09:26 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monyetnya lapar mungkin karena dingin (dokumentasi pribadi)


Lombok bukan hanya memiliki deretan pantai yang indah. Daerah ini juga memiliki bebukitan dan gunung yang terkenal di kalangan wisatawan mancanegara, Rinjani. Salah satu pintu masuk ke Rinjani adalah Desa Sembalun Lawang. Desa yang memiliki kisah sejarah, budaya, dan juga mempunyai panorama menawan.

Dari tempat kerajinan gerabah Banyu Mulek kami menuju Sembalun Lawang. Perjalanan berlangsung sekitar dua jam, dengan jalanan yang menanjak dan berkelok-kelok. Lalu di tepi jalan yang merupakan hutan, kulihat para monyet. Ada yang termangu-mangu sendirian, ada yang bersama kawannya.

Wah kami sudah tak jauh dari Taman Wisata Pusuk Sembalun, tempat wisata dengan latar panorama Rinjani yang juga memiliki banyak monyet.

Tempat bertemu monyet dengan latar panorama Rinjani (dokumentasi pribadi)
Tempat bertemu monyet dengan latar panorama Rinjani (dokumentasi pribadi)

Monyetnya berwarna cokelat keabu-abuan. Mereka seperti memiliki kumis putih yang kontras dengan warna bulunya yang lain. Ekornya panjang sehingga disebut juga monyet berekor panjang.
Aku punya beberapa kali pengalaman buruk dengan monyet. Alhasil aku tak berani dekat-dekat dengan mereka. Tapi mereka nampaknya relatif tidak nakal. Mereka hanya bereaksi apabila diberikan makanan.


Aku menitipkan kue bekal ku kepada penjual cilok yang sudah 'akrab' dengan mereka. Aku kasihan melihat mereka yang nampak kedinginan.

Monyetnya lapar mungkin karena dingin (dokumentasi pribadi)
Monyetnya lapar mungkin karena dingin (dokumentasi pribadi)

Ada bangunan kecil dari kayu yang menjadi 'rumah' mereka. Sebagian monyet bergerombol di sana, seperti berteduh atau mencari kehangatan. Ada juga monyet yang bersama induknya.
Cuaca masih mendung dan sesekali gerimis. Kabut hadir sesekali, menutup keindahan Rinjani.


Selintas ada rasa penasaran, kenapa monyet-monyet ini tinggal di kawasan taman wisata ini, bukannya tetap tinggal di hutan. Apakah karena mereka sudah terbiasa menyantap makanan manusia?

Kami tak lama ke Pusuk. Perjalanan masih berlanjut. Gerimis juga masih turun.
Tiba di Dusun Beleq dan Bukit Selong
Tujuan berikutnya adalah dusun adat, Dusun Beleq. Menurut Muji, pemandu juga keturunan dari warga Dusun Beleq, dusun ini adalah dusun pertama di Sembalun. Ia sudah ada sejak tahun 1257M.

Muji bercerita tentang Dusun Beleq. Ia adalah keturunan warga dusun tersebut (dokumentasi pribadi)
Muji bercerita tentang Dusun Beleq. Ia adalah keturunan warga dusun tersebut (dokumentasi pribadi)

Ada tujuh rumah di sana (dokumentasi pribadi)
Ada tujuh rumah di sana (dokumentasi pribadi)


Ada tujuh rumah di dusun ini. Rumah-rumahnya terbuat dari bambu, kayu, dan ilalang, dengan lantai dari tanah bercampur kotoran sapi seperti umumnya rumah adat Lombok.

Rumah ini sekarang tak ditinggali setelah terjadi bencana alam. Rumah-rumahnya akan direnovasi. Pemiliknya kemudian tinggal di rumah yang tak jauh dari rumah adat ini.

Kami diajak masuk ke salah satu rumah. Ada dua bagian di dalam rumah. Bagian pertama untuk menjamu tamu dan tidur. Sisi satunya untuk menaruh hasil panen, benda berharga, dan peralatan.

Isi dalam rumah di Dusun Beleq (dokumentasi pribadi)
Isi dalam rumah di Dusun Beleq (dokumentasi pribadi)

Di dusun tersebut juga ada lumbung untuk menyimpan hasil panen. Bentuknya dirancang sedemikian rupa agar tikus tak menghampiri.

Muji bercerita nenek moyang mereka mewariskan tiga hal ke mereka. Yakni agama, beras, dan perkakas besi.

Kami kemudian mendaki Bukit Selong yang berada di bagian belakang dusun. Ada banyak tanaman bambu yang salah satunya digunakan untuk menjaga air.
Sudah ada anak tangga menuju Bukit Selong. Pengunjung jadi dimudahkan menuju puncak bukit. Trekking sore yang asyik

Melintasi pohon bambu baru kemudian menapaki anak tangga menuju Bukit Selong (dokumentasi pribadi)
Melintasi pohon bambu baru kemudian menapaki anak tangga menuju Bukit Selong (dokumentasi pribadi)

Panorama di Bukit Selong sungguh memanjakan mata. Sawah terhampar rapi, kemudian juga ada panorama, bebukitan dan Rinjani (yang sayangnya sedang tak nampak karena mendung dan kabut), plus udara segar. Hati-hati ada 'ranjau' karena si sapi juga suka menikmati panorama di sini.

Sembalun dikelilingi bebukitan yang juga memiliki panorama menawan. Ada Bukit Anak Dara, Bukit Lawang, Bukit Telaga, Bukit Pengasingan. Di Bukit Pergasingan dan Bukit Lawang, biasanya wisatawan tertarik akan olahraga paralayang. Mereka bisa tandem atau melakukannya sendirian.

Bagus ya panoramanya, tak heran sapi warga juga suka main ke sini. Sambil merumput menikmati paronama (dokumentasi pribadi)
Bagus ya panoramanya, tak heran sapi warga juga suka main ke sini. Sambil merumput menikmati paronama (dokumentasi pribadi)


Para pengelola paralayang di Bukit tersebut rata-rata sudah terlatih, beberapa juga sudah punya lisensi. Olahraga ini mulai hadir pada tahun 2013, ketika ada kelompok fotografer yang melakukan paralayang di tempat tersebut.

Kelompok Sembalun Community Development Center (SCDC) kemudian tertarik mempelajarinya. Mereka dilatih oleh Persatuan Gantole dan Paralayang Indonesia Malang yang sudah sukses mengembangkan wisata olahraga ini di Gunung Banyak, Malang.


Kemasyuran Rinjani dan daerah sekelilingnya sayangnya menyisakan problema. Masalah tersebut adalah sampah. Menurut Muji, masalah sampah ini masih menjadi PR bagi SCDC. Bagaimana mereka mendidik wisatawan dan bagaimana memanejemen sampah menjadi tantangan tersendiri.

Wah masih mendung jadinya Rinjani tertutup kabut dan mendung (dokumentasi pribadi)
Wah masih mendung jadinya Rinjani tertutup kabut dan mendung (dokumentasi pribadi)

Bertani, Beternak, dan Bertenun

Di Desa Sembalun rata-rata masyarakatnya menjadi petani dan peternak sapi. Sapinya cokelat dan nampak anggun. Mereka pandai mendaki. Ketika kami menuju Bukit Selong, beberapa sapi juga sudah asyik merumput di bukit sebelah.

Sapi-sapinya pandai mendaki (dokumentasi pribadi)
Sapi-sapinya pandai mendaki (dokumentasi pribadi)

Warganya suka bertanam bawang putih di rumah-rumah mereka. Di sini juga ada varietas lokal beras merah. Oh iya juga ada wisata petik stroberi di sini.

Selain bersawah, juga ada pusat kerajinan tenun yang dikelola belasan warga desa. Kerajinan Tenun Lebak Lauk, misalnya.
Di sini penenun masih suka menggunakan alat tenun tradisional.

Motifnya di antaranya motif gunung Rinjani, burung, dan motif londong. Bertenun di sini bisa bermakna melestarikan kebudayaan, juga wujud pengabdian istri kepada suami.

Meski sudah sepuh, sang nenek masih lincah menenun (dokumentasi pribadi)
Meski sudah sepuh, sang nenek masih lincah menenun (dokumentasi pribadi)

Mereka memiliki motif khas (dokumentasi pribadi)
Mereka memiliki motif khas (dokumentasi pribadi)

Setelah ke sawah, mereka biasanya menenun di rumah. Mereka juga tetap mengurus rumah tangga, memasak dan mengasuh anak-anaknya.

Oleh karena pekerjaan sebagai istri itu banyak, maka proses menenunnya tidak bisa cepat, curhat penenun. Meski demikian, nampak terlihat mereka mencintai aktivitas tenun dan memikirkan cara bagaimana anak-anaknya mereka nanti menguasai ketrampilan ini.

Sisi menarik dari pusat tenun ini mereka menggunakan pewarna alami. Kuning dari kunyit, hitam dari kayu suren, dan hijau dari daun komag.

Mereka menggunakan pewarna alami dan teknik perendaman tertentu (dokumentasi pribadi)
Mereka menggunakan pewarna alami dan teknik perendaman tertentu (dokumentasi pribadi)

Setelah kenyang dapat ilmu dan berwisata di Sembalun, kami pun beristirahat di penginapan, sambil menikmati te tarian khas Sembalun. Cerita di penginapan Pesona Rinjani mungkin akan kusampaikan kemudian hari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun