Bila mereka menikah muda karena soal ekonomi, maka setelah anak perempuan tersebut menikah mereka akan merasai hal yang sama apabila pasangannya juga sama-sama di bawah umur dan belum bekerja. Seperti mimpi buruk yang berulang.
Dan masalah bagi mereka yang menikah muda bukan hanya itu. Bersiaplah "winter is coming", seperti yang diucapkan kaum North di serial "Game of Thrones" ketika situasi akan semakin memburuk.
Pernikahan Dini, Kesehatan Mental dan Kesehatan Reproduksi
Apabila kedua anak yang menikah sama-sama di bawah umur dan belum bekerja, maka situasi buruk akan berulang. Nambah satu lagi mereka yang terancam berada di posisi keluarga yang belum sejahtera. Apalagi jika status mereka sudah berhenti dari sekolah.
Tanpa ijazah diploma dan sarjana, berbekal ijazah SMA saja saat ini realitanya sudah sulit mendapatkan pekerjaan. Jika tanpa ijazah SMA, maka peluang mendapatkan pekerjaan pun menjadi berkurang, rata-rata yang didapat adalah pekerjaan kasar.
Mendapatkan akses kredit kepemilikan rumah di bank juga tidak mudah. Pihak bank biasanya juga teliti sebelum memberikan fasilitas pinjaman. Kemungkinan pengajuan kredit akan besar ditolak apabila pengaju kredit belum bekerja.
Bila kemudian dengan alasan menghemat, lalu tinggal di rumah orangtua, maka jalan keluar masalah ekonomi yang diharapkan oleh orangtua tak akan tercapai. Beban orangtua akan makin bertambah dengan anak menikah yang belum mandiri dan akan menambah anggota baru.
Bagaimana dengan kesehatan reproduksi dan mental ibu muda?
Organ reproduksi belum matang pada usia muda. Persalinannya akan berisiko besar pada kesehatan si ibu muda. Bahkan bisa berisiko kematian.
Demikian pula dengan kesehatan mental mereka. Berdasarkan WHO, kesehatan mental adalah kondisi mental seseorang yang tidak memiliki gangguan atau cacat mental. Kesehatan mental bisa berupa di antaranya gangguan kecemasan berlebihan, gangguan tidur, bipolar, depresi, dan skizofrenia.
Setelah masa "bulan madu", pasangan menikah muda biasanya baru paham bahwa masalah ekonomi seperti duit menjadi sumber keributan rumah tangga. Beban bertambah dengan kehadiran anak, ada biaya susu, biaya konsumsi makanan, aneka tagihan, dan sebagainya.
Bila pendapatan tak mencukupi untuk kebutuhan hidup maka biasanya istri juga ikut membantu perekonomian. Ia mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak, dan juga bekerja. Sungguh pekerjaan yang sangat melelahkan dan rawan stress.