Ruangan Tora kini penuh dengan pot bunga. Mereka kebingungan untuk mengambil madu dan embun pagi, akhirnya memutuskan membawanya, termasuk pemiliknya, Doca. Di antara mereka juga nampak Ares dan Nena, yang penasaran akan wujud peri mimpi.
Nenek Tora mengusir mereka semua. Mereka kemudian mengintipnya. Nenek Tora begitu cekatan memisahkan embun dan madu lalu menyuapkannya secara perlahan-lahan ke mulut mungil si peri. Ia membacakan sebuah kata-kata dengan bahasa yang tak dikenal. Seperti sebuah mantra dalam alunan nada yang indah.
Tora dan Clara melongo. "Aku tak tahu nenekku bisa seperti itu," ujarnya dengan penuh kekaguman
Mata si peri itu kemudian terbuka. Tubuhnya tak lagi transparan tapi sayapnya masih kusam dan tak bergerak-gerak. Ia sepertinya mengajak si nenek bercakap-cakap
Si nenek kemudian memanggil Tora. Ia berpesan agar si Tora segera pergi ke kota tetangga. Si peri sudah lama hilang ikatannya dengan dunia magis. Di kota tetangga ada saudarinya dan ia akan datang menolongnya. Ia harus bergegas karena tubuh si peri mimpi makin melemah.
Ares dan Nena langsung menawarkan diri mengantar mereka dengan mobil caravannya. Si nenek membawakan bekal madu dan embun untuk si peri. Waktu mereka tak banyak.
Clara dan Tora bersikeras untuk ikut. Sementara X, anak buahnya dan Doca berencana melakukan pergerakan. Sebuah kudeta menggulingkan walikota.
Perlu waktu minimal empat jam untuk tiba di kota asal Ares. Mereka was-was takut kabar hilangnya peri mimpi sudah tersebar luas.
Sementara itu X berhasil memengaruhi orang-orang untuk bertindak. Ia meminta orang-orang untuk berkumpul berunjuk rasa. Sementara itu ia mendekati si walikota. Si walikota yang tak menyangka kedatangannya bergidik. Ia sudah tahu peri yang disekapnya hilang. Jika masyarakat tahu kekejamannya maka nasibnya akan berhenti di situ. Di kota ini perilaku keji terhadap makhluk lemah adalah kejahatan tak terperi.
Si walikota beralasan ia benci bermimpi. Ia takut mimpi seram, membuatnya tak bisa kembali tidur. Ia juga tak suka mimpi indah karena itu hanya sekedar bunga tidur. Ia benci mimpi dan tak menganggapnya sesuatu yang penting.
Ia tak suka orang-orang membicarakan mimpi. Itu baginya hanya pekerjaan sia-sia. X merekam pengakuannya dan menyebarkannya. Warga kota semakin marah dan meminta walikota segera mengundurkan diri dan ditahan.