Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerber | Misi Penyelamatan Peri Mimpi (Tamat)

29 Desember 2019   12:32 Diperbarui: 29 Desember 2019   12:38 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peri mimpi itu diculik (gambar dari buku Peri-peri Mimpi ilustrasi karya Beverlie Manson)

Kelanjutan dari "Peri Mimpi dan Kota yang Warganya Dilarang Tidur Bermimpi"

Apakah Kamu tidur bermimpi? Ingatkah Kamu dengan mimpi terakhirmu?

Mungkin Kamu tak suka dengan mimpimu semalam. Mimpi yang seram, berada di sebuah tempat yang sepi mencekam atau dikejar-kejar sosok yang menyeramkan. Tapi tidak setiap hari kan Kamu bermimpi seram?

Berbahagialah Kamu yang tidurnya masih bermimpi. Di tempat kami, bermimpi itu dilarang. Entah bagaimana caranya, kami sudah berbulan-bulan tidur tanpa mimpi.

"Clara, belum setahun kota ini telah berubah total. Jarang terdengar gelak tawa, tak ada lagi yang bercerita tentang mimpi," Tora berkata dengan pandangan yang menerawang menghadap jalanan kota yang tak seramai dulu.

Yang disapanya tertawa kecil. "Sudah lewat jam 17.00, aku bisa tertawa". Tawa Clara berderai, begitu nyaring memekakkan. Tawa yang dipaksakan. Ia tertawa hingga nafasnya tersengal-sengal.

"Ternyata tidak enak menahan tawa. Apalagi dipaksa untuk tertawa. Sama tidak enaknya kita dipaksa tidak bermimpi". Ia bersungut-sungut.

"Kamu yang memilihnya menjadi walikota," Tora melempar Clara dengan penghapus pensil. Clara menghindar, "Siapa kira ia segila itu," dalihnya. "Ia menjanjikan hal-hal yang baik bagi warga kota. Ia nampak pintar dan dapat diandalkan", lanjut gadis berambut merah itu.

"Kamu gadis paling cerdas yang kukenal, bisa juga tertipu oleh penampilannya!" Tora hari ini suasana hatinya begitu buruk. Ia tadi siang dipanggil kepala sekolah karena kedapatan tertawa di lapangan sepakbola. Ia tak bisa menahan luapan kegembiraannya ketika tim sekelasnya berhasil memasukkan bola ke dalam gawang lawan. Ia mendapat peringatan.

Derit pintu terdengar. Seseorang dengan bunyi langkah yang khas pun mendekati mereka. Clara dan Tora mengenalnya. Si X, demikian ia menyebut namanya. Ia salah satu anggota sebuah komplotan rahasia.

Ia langsung bergabung dengan mereka. Ia merendahkan suaranya hingga seperti berbisik-bisik. "Pemasok mimpi itu tak diusir. Mereka menahannya."

Tora menggebrak meja dengan geram. Clara menghela nafas. "Kamu tahu siapakah pemasok mimpi itu dan lokasi mereka menahannya?" Gadis itu wajahnya memerah menahan marah, warna wajahnya jadi semakin mirip rambutnya.

"Ia bukan manusia. Ia seorang peri. Peri mimpi," Si X memaparkan hasil pantauannya. "Seorang rekanku berkata ia pernah melihat sebuah makhluk bersayap ditempatkan di sebuah wadah steril yang melumpuhkan kekuatannya". Ia melanjutkan ceritanya.

"Bisa jadi ia dibawa ke laboratorium," tebak Tora. Clara mencengkeram meja. Dahinya berkerut. "Tidak, rasanya tidak. Ia disekap di rumah si walikota!" ujarnya tegas. Tora dan X tersentak. Mereka tak memikirkan hal tersebut.

"Baiklah akan kukerahkan dua tim. Satu tim mengawasi laboratorium. Tim yang anggota lebih banyak akan kutugaskan mengawasi rumah walikota".

Mereka kemudian berpisah.
- - -

Singkat cerita tebakan Clara terbukti. Peri mimpi itu disekap di tempat personal walikota di rumahnya. Mereka membuka sangkar yang mengungkung si peri dan menukarnya dengan boneka. Tubuh si peri nampak begitu lemah. Ia nampak transparan dan sayapnya nampak suram.

Tak ada yang tahu bagaimana cara merawat seorang peri. Tora ingat akan neneknya. Ia suka bercerita tentang peri pada waktu ia masih kecil.

Nenek Tora sudah begitu tua. Tubuhnya nampak menyusut. Wajahnya langsung berubah ceria seperti matahari ketika ia mendengar kata peri. Ia begitu gembira tapi kemudian cemas ketika melihat peri yang dibawa dengan hati-hati oleh Tora nampak demikian lemah.

"Ooh ia sudah lama lepas ikatannya dengan negeri para peri," ia begitu sedih dan terisak-isak tanpa air mata yang keluar. Tora dan Clara cemas, apakah mereka terlambat

"Cepatlah ambil air mawar dan embun pagi mumpung masih pagi. Juga madu dari bunga-bunga yang banyak mendapat matahari," neneknya memberi perintah.

X dan anak buahnya berpandangan. Mereka hanya ingat satu nama yang rajin merawat bunga. Doca.

Ruangan Tora kini penuh dengan pot bunga. Mereka kebingungan untuk mengambil madu dan embun pagi, akhirnya memutuskan membawanya, termasuk pemiliknya, Doca. Di antara mereka juga nampak Ares dan Nena, yang penasaran akan wujud peri mimpi.

Nenek Tora mengusir mereka semua. Mereka kemudian mengintipnya. Nenek Tora begitu cekatan memisahkan embun dan madu lalu menyuapkannya secara perlahan-lahan ke mulut mungil si peri. Ia membacakan sebuah kata-kata dengan bahasa yang tak dikenal. Seperti sebuah mantra dalam alunan nada yang indah.

Tora dan Clara melongo. "Aku tak tahu nenekku bisa seperti itu," ujarnya dengan penuh kekaguman

Mata si peri itu kemudian terbuka. Tubuhnya tak lagi transparan tapi sayapnya masih kusam dan tak bergerak-gerak. Ia sepertinya mengajak si nenek bercakap-cakap

Si nenek kemudian memanggil Tora. Ia berpesan agar si Tora segera pergi ke kota tetangga. Si peri sudah lama hilang ikatannya dengan dunia magis. Di kota tetangga ada saudarinya dan ia akan datang menolongnya. Ia harus bergegas karena tubuh si peri mimpi makin melemah.

Ares dan Nena langsung menawarkan diri mengantar mereka dengan mobil caravannya. Si nenek membawakan bekal madu dan embun untuk si peri. Waktu mereka tak banyak.

Clara dan Tora bersikeras untuk ikut. Sementara X, anak buahnya dan Doca berencana melakukan pergerakan. Sebuah kudeta menggulingkan walikota.

Perlu waktu minimal empat jam untuk tiba di kota asal Ares. Mereka was-was takut kabar hilangnya peri mimpi sudah tersebar luas.

Sementara itu X berhasil memengaruhi orang-orang untuk bertindak. Ia meminta orang-orang untuk berkumpul berunjuk rasa. Sementara itu ia mendekati si walikota. Si walikota yang tak menyangka kedatangannya bergidik. Ia sudah tahu peri yang disekapnya hilang. Jika masyarakat tahu kekejamannya maka nasibnya akan berhenti di situ. Di kota ini perilaku keji terhadap makhluk lemah adalah kejahatan tak terperi.

Si walikota beralasan ia benci bermimpi. Ia takut mimpi seram, membuatnya tak bisa kembali tidur. Ia juga tak suka mimpi indah karena itu hanya sekedar bunga tidur. Ia benci mimpi dan tak menganggapnya sesuatu yang penting.

Ia tak suka orang-orang membicarakan mimpi. Itu baginya hanya pekerjaan sia-sia. X merekam pengakuannya dan menyebarkannya. Warga kota semakin marah dan meminta walikota segera mengundurkan diri dan ditahan.

Akhirnya Tora dkk berhasil tiba di kota asal Ares. Mereka kebingungan bagaimana caranya mereka menghubungi saudari peri mimpi.

Tapi mereka tak perlu resah. Tiba-tiba sekeliling mereka bukan lagi tempat yang mereka kenal. Tempat ini berubah menjadi seperti negeri fantasi. Peri mimpi yang masih lemah itu terbang dengan sayapnya. Mereka pun mengikuti.

Mereka disambut para saudari peri mimpi (gambar dari buku Peri-peri mimpi ilustrasi karya Beverlie Manson)
Mereka disambut para saudari peri mimpi (gambar dari buku Peri-peri mimpi ilustrasi karya Beverlie Manson)

Ia menuju sebuah istana bak sebuah istana dongeng. Di sana ada naga penjaga dan sekumpulan peri yang berpenampilan mirip dengan peri mimpi. Di taman dalam istana juga terdapat unicorn, pegasus, dan makhluk-makhluk dunia fantasi. Clara takjub melihat mereka semua. Tora menangis haru ia sangat berharap saat ini neneknya bersamanya.

Para peri itu mengerubungi si peri mimpi. Seorang yang nampak bijak memeluknya dan mereka kemudian membentuk lingkaran. Mereka bernyanyi dengan bahasa peri. Si naga, unicorn, dan pegasus juga ikut bernyanyi. Suara naga begitu parau mengejutkan Ares dan kawan-kawan.

Waktu serasa berlalu begitu cepat. Dunia di sekeliling Tora kembali berubah ke negeri manusia. Peri itu tak ada bersama mereka. Tapi mereka tahu misi mereka telah tuntas.

Walikota itu telah mendekam di balik jeruji. Kini warga bisa bebas tertawa. Anak-anak juga senang mendengar kembali cerita-cerita dongeng. Tapi yang paling menggembirakan mereka, mimpi itu telah kembali.

Mimpi itu disebarkan oleh peri mimpi yang baru. Bersamanya adalah seekor naga mungil yang ditugaskan menjaganya. Kadang-kadang ia singgah ke rumah Tora, bercakap-cakap dengan neneknya atau bermain dengan kucing Tora bernama Nero.

Si peri menggali mimpi dengan mantra sihirnya dari alam bawah sadar manusia. Hanya sesekali mimpi seram dan tak semuanya mendapatkannya. Lainnya adalah mimpi indah tentang harapan yang belum terwujud dan negeri warna-warni yang sebenarnya ada bersama mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun