Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Makanan dengan Level Kepedasan Kenapa Masih Digemari?

21 November 2019   23:26 Diperbarui: 21 November 2019   23:32 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karena penggemar masakan pedas begitu banyak sehingga permintaan cabe pun besar (sumber: money.kompas.com)

Dulu ada keripik dan makaroni dengan level kepedasan. Semakin tinggi angkanya maka rasanya makin pedas. Kemudian juga ada mie setan, semacam mie ayam dengan level kepedasan juga. Hingga saat ini makanan dengan level kepedasan juga masih digemari dan makin meluas. Kenapa ya makanan pedas ini disukai?

Makan siang baru satu jam lagi tapi kami mulai kasak-kusuk. Perut mulai berbunyi seperti bunyi kukuruyuk. Selain itu juga sedang ada promo pemesanan makanan secara daring yang bikin tergiur. 

Kawanku memberikan ide masakan seperti rice bowl dengan isian atas ayam suwir yang pedas. Ada tingkat kepedasannya dari nol hingga enam. 

Aku langsung bergidik mendengar masakan dengan level pedas. Di Malang aku pernah mencobai mie setan dengan level tiga. Memang enak dan aku tertantang menghabiskannya. Tapi setelahnya perutku tak karuan. 

Aku lalu memilih level satu. Apalagi ketika mendengar level enak menggunakan 60 cabe. Busyet ini makanan menjual kelezatan atau kepedasan?

Makanan itu pun tiba. Penampilannya minimalis. Hanya ada nasi dengan suwiran ayam pedas di permukaan dan mentimun.  Penampilannya rupanya berbanding terbalik dengan rasa. Aku yang kurang suka masakan ayam merasa makanan ini lumayan enak.

Enak. Aku pun lapar. Klop. Tapi setelah beberapa saat aku mulai kepedasan. Wah baru level satu aku kepedasan, apa ini normal?

Kulihat reaksi kawanku juga sama. Ada yang langsung menambahkan kecap. Ada yanv langsung menenggak air segelas. Pedasnya wuaaahh. Semakin lama kok semakin kuat rasa pedasnya. 

Merasa lapar dan juga sayang kuatir mubadzir, akhirnya masakan itu tuntas juga. Wadah makanan pun kosong. Aku merasa menang berhasil mengalahkan rasa pedas itu. Tak terasa aku sudah menggunakan tiga gelas air untuk menjinakkan rasa pedasku. 

Pedas bikin ketagihan? (Dokpri)
Pedas bikin ketagihan? (Dokpri)
Dalam hati, wah tidak lagi menyantap makanan yang begitu pedas. 

Efeknya agak lama. Baru ketika pulang perutku tak nyaman. Untunglah kekacauan dalam perut terjadi ketika sudah tiba di rumah. 

Wah nggak lagi deh menyantap masakan yang begitu pedas. 

Kapok lombok. Janji tak menyantap masakan pedas biasanya hanya janji di mulut. 

Masakan pedas entah kenapa bikin ketagihan. Rasa pedas yang menyiksa dikaitkan dengan dorongan agar nafsu makan bertambah. Zat dalam cabe, capsaicinoid konon mendorong tubuh mengeluarkan zat dopamin dan endorfin yang membuat tubuh merasa pedas itu nikmat dan menyenangkan. 

Selain mendorong nafsu makan, ada perasaan kemenangan ketika berhasil mengalahkan tantangan kepedasan. Mereka yang berhasil menyantap level pedas yang tinggi merasa bangga dengan prestasinya tersebut. 

Tapi masakan yang begitu pedas sebenarnya juga bisa berbahaya bagi tubuh. Terutama pada lambung. Ia bisa menyebabkan perut terasa terbakar, peradangan pada lambung, diare, dan perasaan tak nyaman lainnya pada tubuh. 

Kini aku merasa kapok makan masakan pedas. Tapi besok bisa jadi pikiranku berubah. 

Mau level pedas berapa? (Dokpri)
Mau level pedas berapa? (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun