Dulu ada keripik dan makaroni dengan level kepedasan. Semakin tinggi angkanya maka rasanya makin pedas. Kemudian juga ada mie setan, semacam mie ayam dengan level kepedasan juga. Hingga saat ini makanan dengan level kepedasan juga masih digemari dan makin meluas. Kenapa ya makanan pedas ini disukai?
Makan siang baru satu jam lagi tapi kami mulai kasak-kusuk. Perut mulai berbunyi seperti bunyi kukuruyuk. Selain itu juga sedang ada promo pemesanan makanan secara daring yang bikin tergiur.Â
Kawanku memberikan ide masakan seperti rice bowl dengan isian atas ayam suwir yang pedas. Ada tingkat kepedasannya dari nol hingga enam.Â
Aku langsung bergidik mendengar masakan dengan level pedas. Di Malang aku pernah mencobai mie setan dengan level tiga. Memang enak dan aku tertantang menghabiskannya. Tapi setelahnya perutku tak karuan.Â
Aku lalu memilih level satu. Apalagi ketika mendengar level enak menggunakan 60 cabe. Busyet ini makanan menjual kelezatan atau kepedasan?
Makanan itu pun tiba. Penampilannya minimalis. Hanya ada nasi dengan suwiran ayam pedas di permukaan dan mentimun. Â Penampilannya rupanya berbanding terbalik dengan rasa. Aku yang kurang suka masakan ayam merasa makanan ini lumayan enak.
Enak. Aku pun lapar. Klop. Tapi setelah beberapa saat aku mulai kepedasan. Wah baru level satu aku kepedasan, apa ini normal?
Kulihat reaksi kawanku juga sama. Ada yang langsung menambahkan kecap. Ada yanv langsung menenggak air segelas. Pedasnya wuaaahh. Semakin lama kok semakin kuat rasa pedasnya.Â
Merasa lapar dan juga sayang kuatir mubadzir, akhirnya masakan itu tuntas juga. Wadah makanan pun kosong. Aku merasa menang berhasil mengalahkan rasa pedas itu. Tak terasa aku sudah menggunakan tiga gelas air untuk menjinakkan rasa pedasku.Â
Efeknya agak lama. Baru ketika pulang perutku tak nyaman. Untunglah kekacauan dalam perut terjadi ketika sudah tiba di rumah.Â