Kemudian harga tiket pun dinaikkan menjadi Rp 15 ribu dan wisatawan diberikan edukasi untuk menjaga lingkungan. Karena tiket yang naik maka jumlah wisatawan menurun, sebagian besar yang memang ingin berwisata tanpa merusak lingkungan, alhasil alam Gunung Nglanggeran tetap terjaga. Secara rutin juga dilakukan sapu gunung oleh para karang taruna desa ini.
Ada banyak kisah menarik tentang gunung api purba ini. Dari sejarahnya yang berkaitan dengan tempat hukuman mereka yang merusak wayang, dimana nglanggeran memiliki akar kata 'nglanggar' atau melanggar.
Juga ada kisah kampung pitu di pincak gunung bagian timur dimana ada tujuh keluarga yang tinggal di atas gunung dengan jumlah tujuh. Jumlah mereka sampai sekarang tetap tujuh keluarga, tak pernah bertambah atau berkurang. Jika ada yang menikah dengan orang luar maka ia akan keluar dari desa tersebut. Konon jika jumlah mereka bertambah atau berkurang maka bakal ada sebuah tragedi. Wah...
Perjalanan kami lanjutkan dengan mendaki beberapa saat ke pos kedua. Tidak lama, tidak sampai sepuluh menitan.
Namun perjalanan tidak dilanjutkan ke pos lima atau hingga ke puncak. Kami masih harus ke berbagai lokasi untuk mendapatkan ilmu tentang pengelolaan desa wisata sekaligus menjaga tradisi dan keseimbangan alam.
Setelah tiba di lokasi awal pendakian, kami disambut dengan teh yang harum segar serta kue-kue yang sedap. Ada lemet atau kue terbuat dari singkong dan gula merah, tahu brontak, juga pisang dan kacang rebus. Wah energi pun pulih sebelum lanjut ke tujuan berikutnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI