Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jaga Jantung, Yuk Akhir Pekan ke Gunung Api Purba Nglanggeran

27 September 2019   14:15 Diperbarui: 27 September 2019   14:19 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjelaskan tentang sejarah Gunung Api Purba Nglanggeran (dokpri)

Kemudian harga tiket pun dinaikkan menjadi Rp 15 ribu dan wisatawan diberikan edukasi untuk menjaga lingkungan. Karena tiket yang naik maka jumlah wisatawan menurun, sebagian besar yang memang ingin berwisata tanpa merusak lingkungan, alhasil alam Gunung Nglanggeran tetap terjaga. Secara rutin juga dilakukan sapu gunung oleh para karang taruna desa ini.

Wah ada bendera merah putih di salah satu puncak (dokpri)
Wah ada bendera merah putih di salah satu puncak (dokpri)
Persoalan lainnya adalah kera ekor panjang. Pada musim kemarau panjang ini mereka kelaparan dan kehausan. Alhasil mereka pun turun gunung dan 'bertamu' ke rumah-rumah penduduk.

Ada banyak kisah menarik tentang gunung api purba ini. Dari sejarahnya yang berkaitan dengan tempat hukuman mereka yang merusak wayang, dimana nglanggeran memiliki akar kata 'nglanggar' atau melanggar.

Juga ada kisah kampung pitu di pincak gunung bagian timur dimana ada tujuh keluarga yang tinggal di atas gunung dengan jumlah tujuh. Jumlah mereka sampai sekarang tetap tujuh keluarga, tak pernah bertambah atau berkurang. Jika ada yang menikah dengan orang luar maka ia akan keluar dari desa tersebut. Konon jika jumlah mereka bertambah atau berkurang maka bakal ada sebuah tragedi. Wah...

Perjalanan kami lanjutkan dengan mendaki beberapa saat ke pos kedua. Tidak lama, tidak sampai sepuluh menitan.

Namun perjalanan tidak dilanjutkan ke pos lima atau hingga ke puncak. Kami masih harus ke berbagai lokasi untuk mendapatkan ilmu tentang pengelolaan desa wisata sekaligus menjaga tradisi dan keseimbangan alam.

Ini mas Lilik yang semangat memandu (dokpri)
Ini mas Lilik yang semangat memandu (dokpri)
Perjalanan turun juga cukup menguras tenaga. Kami berjaga-jaga agar tidak terpleset. Sebelum tiba di lokasi awal kami pun mendapat pelajaran tentang agrowisata kakao-kambing yang sudah kuulas di artikel kemarin.

Setelah tiba di lokasi awal pendakian, kami disambut dengan teh yang harum segar serta kue-kue yang sedap. Ada lemet atau kue terbuat dari singkong dan gula merah, tahu brontak, juga pisang dan kacang rebus. Wah energi pun pulih sebelum lanjut ke tujuan berikutnya.

Abis mendaki makan rebus-rebusan dan teh hangat (dokpri)
Abis mendaki makan rebus-rebusan dan teh hangat (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun