Cindai dirilis tahun 1997 sebagai tembang andalan album ketiga Siti Nurhalizah. Irama melayu yang khas dan nuansa yang riang membuat lagu ini mudah digemari. Rupanya Siti menjadikan album ini sebagai album khusus lagu-lagu rakyat atau lagu tradisional Melayu. Lagu ini menuai sukses di Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia sendiri bisa menembus 100 ribu kopi, sebuah prestasi tersendiri bagi penyanyi Malaysia.
Lagu Cindai selain tembangnya enak di telinga juga memiliki gerak tari yang khas yang diperkenalkan di video klip dan saat pertunjukan. Untuk lagunya sendiri sebenarnya saya masih bingung mengintepretasikannya.
Cindai dalam kamus besar bahasa Indonesia bermakna kain dengan motif bunga. Ada juga yang mengartikan cindai sebagai kain yang disimpan seorang gadis untuk dikenakannya saat pernikahan.
Lagu Cindai menarik karena menggunakan pola pantun, yakni a-b-a-b. Jika menilik dari bait- bait berikutnya lagu ini seperti curahan hati seorang gadis, bagaimana ia mengetahui batas kemampuan dirinya dan kemudian memilih melanjutkan hidup daripada terus mengeluh.
Hendaklah hendak hendak ku rasa
Puncaknya gunung hendak ditawan
Tidaklah tidak tidak ku daya
Tingginya tidak terlawan
Janganlah jangan jangan ku hiba
Derita hati jangan dikenang
Bukanlah bukan bukan ku pinta
Merajuk bukan berpanjangan
Kehadiran lagu Gerimis Mengundang dan Cindai ini membuat saya terkenang akan hubungan mesra Indonesia dan Malaysia yang dulu begitu terlihat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H