Rintikantetes air mata ini berubah menjadi desau
lalu mengarah pada sesengguhakn yang semakin kentara
nyata sudah lukanya
robek juga hatinya
gadis kecil itu tertatih menuju boneka usangnya
rintik hujan di luar jendela tampak semakin menyayat dukanya
Tangisan itu pecah lagi
tepat seperti dua tahun lalu
kesalahan sama yang ternyata tak pernah berujung
dimana muara kesakitan ini?
ketika lembah terjal kemudian tersorok menjadi palung yang beku;
Dewi masih sendiri
mengepak-ngepakkan lagi patahan asa yang terkoyak rata
dia tidak hinggap di satu dahan ke dahan lain
hanya ranting rapuh yang dipijaki
kemudian gusar
nyanyian ilalang sepi masih selalu menyapa
sengan nafas yang terasa berat
Tuhan, kenapa harus ada tangis jika tawa itu ndah?
kecewa yan bertubi-tubi datang
menendang dan tanpa ampun menghujam ke jantung
duka apa lagi yang kau rancang untukku?
karena dalam diam ini
ada tangisan pilu yang tak tahu
aku memang dalam senyum kepalsuan
pengiring hari yang melelahkan
Ya aku kecewa
ya aku hanya diam
ya aku adalah gadis kuat
bukan.. bukan..
aku hanya gadis bodoh
yang terlalu tinggi mengenang sanjung puji
untuk kemudian kau jatuhkan
terampak... hilang.. lepas.. dan meregang
*) Solo, 12 Desember 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H