Sebulan kemudian, rencanaku berhasil. Seorang pegawai baru terpaksa mendekam di penjara akibat kecuranganku.Â
***
"Ibu anda sakit."
"Baik, segera saat ada kesempatan, saya akan berkunjung ke sana."
Ah, harusnya aku ingat janji itu. Janji yang kuucapkan untuk mengunjungi ibu di panti jompo. Tapi biar saja. Toh, aku selalu mengirimkan uang lebih untuk siapapun yang merawatnya di sana.
***
PRANG!
Cermin itu pecah. Kubanting, tadi. Ia selalu mengingatkanku pada ibu. Pada pujiannya, juga pesan dan petuahnya.
Seiring waktu, cemin itu juga mengingatkanku pada setiap luka yang kugoreskan. Dengan lidah tajamku. Dengan licik sepak terjangku. Dengan kerasnya tamparanku. Pada setiap orang yang berada di jalanku.
Kini, cermin itu pecah. Kubanting, tadi. Tak ada lagi yang bisa dikagumi dari wajahku. Jadi untuk apa ia ada?
Ibu sudah pergi. Aku terlambat mengunjunginya.Â