Namun, perjalanan ini tidak selalu mulus. Banyak sekolah yang belum memberi perhatian lebih pada program BK, terutama karena keterbatasan anggaran. Selain itu, kurangnya fasilitas seperti laptop atau perangkat pendukung lainnya sering menjadi hambatan utama. Guru BK perlu bekerja lebih kreatif untuk mencari solusi, misalnya dengan bekerja sama dengan sponsor atau memanfaatkan perangkat pribadi. Â
Di tengah berbagai tantangan ini, peran aktif guru BK dan orang tua menjadi kunci utama. Guru BK tidak hanya bertugas menangani masalah siswa, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam pola asuh keluarga di era digital. Sosialisasi yang tepat dan edukasi melalui media sosial adalah langkah konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak negatif media sosial pada anak. Â
Seperti yang pernah dikatakan oleh Maria Montessori, "Anak-anak adalah pengamat yang tajam; mereka belajar lebih banyak dari lingkungan mereka daripada dari apa yang mereka dengar." Artinya, tanggung jawab orang tua dan guru adalah menciptakan lingkungan yang sehat, baik secara fisik maupun digital, agar anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang lebih baik. Â
Era digital tidak harus menjadi ancaman jika kita semua, sebagai orang tua, guru, dan masyarakat, berperan aktif dalam membimbing anak-anak. Mari kita jadikan media sosial sebagai alat edukasi, bukan sekadar hiburan tanpa batas.
REFERENSI
Twenge, J. M. (2017). iGen: Why today's super-connected kids are growing up less rebellious, more tolerant, less happy and completely unprepared for adulthood. Atria Books.
Montessori, M. (1949). The absorbent mind. Holt, Rinehart, and Winston. Â
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2020). Literasi digital untuk keluarga di era digital. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.Â
Era Digital pada Pola Asuh Orang Tua dan Peran Guru BK di Sekolah
Oleh:Â
Dewangga Rifki Aji Pangestu