Lely memandangi hp di tangannya. Hatinya bergetar. Ternyata dia memang datang. Lely sibuk memilih gaun malam yang pas. Dia membayangkan, Dedi laki-laki yang cuekan. Pastilah dia tidak suka melihat penampilanku yang serius. Lely memilih celana jin dan baju putih tanpa leher. Rasanya pas untuk suasana malam. Pikirnya.
Dia sabar menunggu kehadiran Dedi. Dipandanginya bayang di almari kaca. Apakah penampilanku udah pas menurut Dedi ya, pikirnya. Beberapa kali ia melepas senyumnya di depan cermin. Tumben ia tidak percaya diri. Apakah karena ia akan bertemu dengan laki-laki yang ia kagumi?
Grab terlihat melintas dan berhenti di depan hotel tempat Lely menginap. Dedi keluar dari mobil sambil membayar sewa mobil. Â Dedi menghubungi Lely lewat whatsapp. Lely yang merasa gelisah menunggu kehadiran Dedi setiap saat melihat hpnya. Hingga kemudian hp Lely bergetar. Cepat-cepat dia mengambil. Ada WhatsAap yang masuk. "Lely, aku sudah di lobi hotel". Lely bergegas keluar kamar. Dia turun lewat lif biar cepat sampai di lobi.
"Hai, sapa Dedi duluan. Maafkan aku terlambat.", kata Dedi  sambil menyalami Lely. Mereka sama-sama terkesima. Dedi tak nyangka gadis yang dia lukis, senja menjelang malam ini begitu anggun. Dia ragu apa ia. Sementara Lely nggak nyangka Dedi tampilannya seperti itu. Cuek aja. Itu lho, celana jeannya, seperti yang itu aja. Beberapa tampak bekas cat lukis. Uh, bener dah kata orang kalau seniman itu.
"Aku merasa sudah lama menunggumu," kata Lely sambil memandang mata Dedi. Sementara Dedi tersenyum memandangi gadis di depannya.
Pertemuan mereka tidak lama di lobi hotel. Mereka sepakat memanfaatkan waktu yang singkat.
"Kita kemana Lely?" Tanya Dedi memecah kebisuan.
"Terserah Mas Dedi. Aku tidak tahu daerah sini".
 "Aku bawa kemana saja ya. Silahkan boncengan".
"Yuk naik boncengan".
"Pelan-pelan ya Mas Dedi. Aku takut".