Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan Tahu Segalanya

19 Maret 2024   16:18 Diperbarui: 19 Maret 2024   16:38 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar poto pixabay gratis

TUHAN TAHU SEGALANYA

DN Sarjana

            "Kalau kamu berkali-kali menanyakan masa laluku, tentu tak habis aku ceritakan. Sebaiknya kau dengar dan baca tentang masa laluku yang paling kelam. Aku tak ingin sembunyikan, sebab cinta terakhir yang kulabuhkan padamu bisa mengulang kelam masa laluku."

Demikian potongan whatsAap yang dikirim Laksmi kepada Rido. Laksmi memandangi hp. Ia takut ada ketersinggungan Rido karena whatsAap itu. Disatu sisi, perjalanan pahit hidupnya terlintas dalam kegelapan malam, disisi lain Rido sedang berusaha menemukan cinta.

Bermula dari kehilangan ayah karena tergila-gila dengan perempuan lain, kehidupan keluarga Laksmi mulai goyah. Ayah yang semestinya mengayomi, menghilang entah di mana. Ibu Laksmi merasa sendirian mengatasi masalah. 

Keluarga besarnya tak satupun memberi perhatian kepada ibu Laksmi. Sampai akhirnya Laksmi bersama ibunya merantau ke Jakarta, karena ada teman ibu bersedia mengajak menjadi pembantu.

*****

Pagi itu, Laksmi lupa tanggalnya. Tapi ia masih ingat itu hari senin, karena temannya memakai baju putih merah kesekolah. Umur Laksmi baru sembilan tahun. Sementara Laksmi sendiri menuju stasiun kereta api. Ia harus menanggalkan indahnya di masa kecil.

 Perjalanan dengan kereta api dari Surabaya ke Jakarta sangat melelahkan. Laksmi terseak-seok di bangku kereta bersama ibunya.

Laksmi menahan kantuk dan lapar, sebab tidak ada camilan yang dibelikan ibu. Syukur masih ada sisa air putih yang dibawa dari rumah, menahan laparku. Suara klakson kereta api, membangunkan Laksmi. Rupanya kereta sudah berhenti di stadiun Gambir. Aku bersama ibu bergegas turun.

Kerumunan orang menjemput. Ibu sedang berbicara dengan seseorang lewat hpnya. Sudah berlalu beberapa tahun ibu dan aku numpang di rumah yang sudah biasa ku panggil tante. Tidak terasa aku sudah menginjak remaja. Kata ibu aku tampak cantik seperti nenekku yang sudah lama tiada.

 Dan prahara itu masih melekat dalam ingatanku. Entah skenario sengaja atau tidak yang dilakukan oleh tante. Tapi keyakinanku, aku dijadikan jalan untuk menjerumuskan ibu dan aku.

        "Kamu Laksmi, tinggal di rumah dulu ya. Tante mau belanja. Ibumu aku ajak. Itu om masih ada di rumah." Kata Tante. Laksmi mengiyakan. Tak sebersitpun curiga bergelayut dalam benaknya. Laksmi sangat percaya akan kebaikan keluarga Tante.

Sampai kemudian peristiwa yang menyakitkan, peristiwa yang menyebabkan hati Laksmi hancur terjadi. Laksmi menahan aib yang membuat hidupnya gelap.

 Kehormatan yang ia miliki direnggut oleh si tua bejat itu. Dalam suasana kalut, Tante dan ibu Laksmi datang saat bersamaan. Baju Laksmi yang masih acak-acakan dan hatinya yang perih, mendapat umpatan bertubi-tubi. Tidak ada kesempatan Laksmi bicara. Ibunya pun menjadi sasaran kemarahan, hingga tangisnya begitu memelas.

        "Malam ini juga, kalian berdua tinggalkan tempat ini. Cepat!" Begitulah ibu dan Laksmi pergi tanpa tahu tempat yang dituju.

*****

Malam terasa begitu gelap. Berdua mereka tidak tahu mesti melangkah kemana. Jakarta bukan kota yang ramah bagi penghuninya. Seperti yang dialami Laksmi bersama ibunya. Entah bagaimana mulainya, Laksmi seolah mendapat restu dari ibunya jatuh dalam kubangan prostitusi. 

Gaya dan penampilan hidup pun berubah. Mereka berdua sama-sama berpenampilan glamour. Seperti hidup kelelawar. Laksmi dan ibunya menjadikan suasana malam hidup yang menggairahkan. Di sebuah club malam Laksmi setia melayani lelaki hidung belang.

 Entah berapa orang menikmati kehangatan tubuhnya. Tak ada lagi kata dosa buat Laksmi. Dipikirannya hanya terlintas, bagaimana ia bisa bertahan hidup di kota besar yang sangat konsumtif.

Hingga satu hari Laksmi berjumpa seorang lelaki saat ia memeriksakan kesehatannya di sebuah klinik.

        "Perkenalkan aku Rido, " lelaki yang menyebut namanya Rido menjulurkan tangan. Ada rasa ragu menyelimuti Laksmi.

        "Buat apa kenalan. Aku sudah tak mungkin ada hubungan khusus dengan lelaki. Tapi Laksmi merasa bersalah tidak menjawab.

        "Namaku Laksmi. Aku tinggal di Jakarta selatan. Tapi aku ngekos bersama ibu.

        "Oo, bukan anak Jakarta ya? Gue orang sini. Gue tinggal di Tebet. Kamu sakit apa?"

        "Biasa. Saya cek rutin." Jawab Laksmi singkat. Ia merasa malu dan risih menjawab pertanyaan Rido karena yang mesti dijelaskan tentang kemungkinan sakit pada tubuhnya adalah sakit yang sangat aib.

        "Aku duluan ya. Boleh aku minta nomor hp?" Tanya Rido. Laksmi melihat sorot mata yang tajam. Apakah Rido mencurigai aku? Pikir Laksmi dalam hati.

        "Silahkan mas, ini nomor hp ku." Setelah dibacakan, Rido melangkah meninggalkan Laksmi.

*****

Hari-hari terus berlalu. Ibu dan Laksmi menjalani kehidupan di Jakarta begitu saja berjalan. Bergelut dengan kehidupan malam, tidak pernah Laksmi bayangkan sebelumnya. Sesungguhnya kata hatinya tidak menerima. Ia membayangkan betapa indahnya kalau dia masih bersama keluarga di kampung.

Malam ini Laksmi dengan berat hati meninggalkan ibunya dalam keadaan sakit. Tapi kalau tidak kerja ia dan ibunya tak bisa makan. Laksmi tetap berangkat. Ia mencari gojek lewat aplikasi hp. 

Tidak lama berselang, motor yang membawa kepangkalan sebuah club malam datang. Laksmi menyusuri jalanan yang padat. Kerlap kerlip lampu terlihat begitu indah. Tepat pukul 8 malam Laksmi sudah sampai. Pengendara gojek membuka helmnya. Laksmi terkejut. Ternyata dia.

Lama saling pandang. Rido membuka percakapan.

        "Bukankah kamu Laksmi yang aku temui saat di puskesmas?

        " Tanya Rido sambil memegang helm yang dipegang Laksmi. Tak mungkin mengingkari. Dengan perasaan malu, Laksmi menjawab.

        "Ya, aku Laksmi."

        "Kamu kerja disini?"

Rido memegang tangan Laksmi. Ia tidak mampu sembunyikan rasa mencintai Laksmi saat awal bertemu. Rido mendapatkan sesuatu yang lain dari wajah Laksmi.

        "Laksmi, mulai malam ini hentikan. Biarlah aku sendiri yang kamu berikan cintamu. Aku mencintaimu semenjak pertama bertemu denganmu. Ayo kita pulang.

        " Rido menarik tangan Laksmi. Ia pun mengenakan helm kepada Laksmi. Laksmi tak bisa menyembunyikan rasa haru dan bahagia, tapi juga ragu. Ia naik saja ke atas motor. Sampai di rumah, didapatinya ibunya terbaring lemas. Laksmi kebingungan. Rido dengan sigap menelpon mobil. Tidak berselang lama mobil ambulance datang. Rido dengan petugas kesehatan menaikan Ibunya ke ambulance.

        "Terimakasih Mas Rido. Aku membebanimu." Laksmi berucap. Air matanya jatuh menetes.

        "Jangan katakan itu. Mulai malam ini, ibu dan dirimu adalah keluargaku. Selama ini aku kehilangan banyak hal dalam hidupku. Dan hanya denganmu aku temukan kembali."

Rido dan Laksmi menunggui ibunya yang harus rawat nginap. Kedua insan yang sama-sama kehilangan kasih sayang, menemukan cintanya. Dan cinta itu mengalir bagai sungai yang lama mengering. 

Begitulah cinta sesungguhnya. Cinta yang tulus adalah cinta sejati yang tumbuh dalam hati.

        "Temukan aku dalam cintamu. Bisik hati mereka di ruang sunyi."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun