Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Intuitif, Kontekstual, Kritis

17 Maret 2024   13:38 Diperbarui: 17 Maret 2024   13:51 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intuisi merupakan perasaan yang penting untuk disadari. Mengambil keputusan berdasarkan intuisi merupakan kemampuan untuk merespon secara cepat, sambil memberikan kepercayaan pada pengetahuan dan keputusan diri. Perlu dipahami, intuisi membantumu bertahan hidup dengan memberikan respons cepat. Selain itu, intuisi juga penting untuk mengambil tindakan segera yang tepat untuk mengatasi suatu situasi.

Namun, ketahui juga meskipun intuisi dapat membantu, hal tersebut juga dapat menyebabkan bias dan prasangka dalam pengambilan keputusan. Misalnya berdasarkan agama, budaya, sosial, moral, dan bahkan lingkungan politik. Hal tersebut mungkin perlu dilawan dengan pemikiran rasional. Intuisi adalah alat yang sangat kuat untuk pengambilan keputusan. Meskipun tidak semua intuisi sempurna, tapi tetap sangat berharga. Intuisi memberi kamu respons "firasat" (suara batin) di luar logika atau respons yang dipelajari.

Pembelajaran Kontekstual Guru harus memilih strategi, metode dan teknik yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Pemilihan strategi, pendekatan, metode dan teknik yang tepat dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan pemahaman konsep siswa. Salah satu strategi/model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan mengembangkan pola pikir matematika tersebut adalah pembelajaran kontekstual.

 Belajar akan lebih bermakna jika anak langsung mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahui konsep materi. Pembelajaran kontekstual/CTL merupakan konsep belajar yang membantu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai keluarga anggota masyarakat.

Sebagai suatu sistem, CTL membantu siswa melihat makna dengan cara mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Sebagai suatu model pembelajaran, CTL memerlukan perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsip CTL. 

Adapun ada tiga prinsip ilmiah yang sering digunakan, yaitu: prinsip saling ketergantungan (interdepence), diferensiasi (differetiation), dan pengorganisasian (self organization). Prinsip pertama adalah prinsip ketergantungan, prinsip ini menuntun pada penciptaan hubungan, bukan isolasi. para pendidik dapat menolong siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna (Elaine B. Johnson, 2007: 75).

Ciri khas dalam pembelajaran kontekstual/CTL adalah terdapat 7 prinsip/kompenen pembelajaran. Adapun tujuh komponen utamanya, yaitu: konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).

 1. Konstruktivisme (constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir atau filosofi pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukan seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

Di era globalisasi saat ini, kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dalam berbagai aspek kehidupan. Apalagi saat ini perkembangan iptek dan tekanan globalisasi juga semakin pesat dan mendorong setiap bangsa untuk mengerahkan pikiran serta seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya agar bisa bertahan dan memenangkan persaingan dalam memanfaatkan kesempatan di berbagai sisi kehidupan. 

Generasi bangsa Indonesia memegang peran penting sebagai agen perubahan bangsa untuk menuju Indonesia yang lebih baik dan bisa berkembang atau bersaing dengan dunia luar. Pendidikan menjadi tempat untuk melahirkan generasi bangsa yang bisa diandalkan. Dalam hal ini berarti diperlukan peningkatan sikap kompetitif secara sistematik pada sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendidikan.

Sekolah dan guru memiliki peran penting untuk menciptakan generasi yang dapat berkompetisi dalam persaingan global. Sekolah diharapkan bukan hanya memberikan pengarahan pada penguasaan serta pemahaman konsep ilmiah, tetapi juga berusaha untuk meningkatkan kemampuan serta keterampilan berpikir kritis siswa. Sekolah bisa memenuhi kebutuhan belajar mengajar untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, optimal, dan bermakna. Begitu pula dengan guru, guru dituntut untuk bisa menciptakan kegiatan belajar mengajar yang tepat untuk siswa, inovatif, bisa diterima siswa dengan baik, dan pembelajaran menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun