Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Intuitif, Kontekstual, Kritis

17 Maret 2024   13:38 Diperbarui: 17 Maret 2024   13:51 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar poto sendiri

Pembelajaran Intuitif, Kontekstual, Kritis

*Tulisan ini adalah kutipan kecil dari buku yang saya buat dengan Prof Indrajit. yang berminat boleh memesan

 

Dalam https://kbbi.web.id intuisi adalah: daya atau kemampuan mengetahui atau mema-hami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari; bisikan hati; gerak hati. Menurut Myers (2002), intuisi adalah pengetahuan tentang hal-hal yang tidak diketahui, karena individu tidak menyadari bahwa sebenarnya pengetahuan tersebut telah dimilikinya. Day (2006) juga menjelaskan bahwa intuisi adalah sebuah proses non-linier dan non-empiris dalam memperoleh serta menafsirkan informasi untuk menjawab pertanyaan.

Seseorang yang menggunakan intuisi biasanya akan menjawab pertanyaan dengan cepat tanpa memerlukan waktu untuk berpikir. Menurut Butler (2003), istilah intuisi merujuk pada sekumpulan proses fisik yang membuat seseorang tetap bertahan hidup, yang berlangsung tanpa disadari dan memberi sinyal-sinyal mengenai apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi.

Intuisi bukanlah perasaan yang logis. Bukan juga hasil dari serangkaian langkah yang dipertimbangan yang dapat dijelaskan. Sebaliknya, intuisi didasarkan pada pengetahuan yang mendalam, prosesnya terasa alami, bahkan hampir naluriah. Sementara itu, intuisi yang muncul secara cepat dan biasanya bermanfaat, meski tidak selalu sepenuhnya akurat. 

Otak bawah sadar mencoba mengenali, memproses, dan menggunakan pola berpikir berdasarkan pengalaman sebelumnya dan tebakan terbaik. Psikolog percaya bahwa intuisi bergantung pada kekuatan pencocokan pola, karena pikiran mencari pengalaman yang disimpan dalam memori jangka panjang, untuk situasi serupa. Serta, menyajikan penilaian saat ini berdasarkan pada pengalaman.

Firasat sering kali benar, tapi orang cenderung memberikan kepastian bahwa intuisi itu tidak selalu tepat. Orang cenderung lebih mengandalkan pengalaman dibandingkan perasaan sejenis, seperti dalam pembentukan kesan pertama. Meski begitu, intuisi sering diperlukan dalam mendeteksi penipuan dan bentuk bahaya lainnya, dan dalam mendeteksi orientasi seksual. 

Intuisi memang memiliki nilai dalam pengambilan keputusan yang sulit. Sebuah studi menunjukkan bahwa bahkan setelah seseorang menganalisa banyak data, informasi yang didapat tidak memberitahu apa yang harus dilakukan. Nah, disitulah intuisi dijadikan panduan.

Para ahli juga menemukan bahwa intuisi, tidak peduli seberapa benar rasanya, lebih dapat diandalkan dalam beberapa bidang aktivitas dibandingkan yang lain. Misalnya, intuisi dapat membantu kamu menghasilkan ide-ide baru. Banyak situasi sebenarnya yang menggunakan kombinasi pertimbangan reflektif yang disengaja dan intuisi secara otomatis.

Intuisi merupakan perasaan yang penting untuk disadari. Mengambil keputusan berdasarkan intuisi merupakan kemampuan untuk merespon secara cepat, sambil memberikan kepercayaan pada pengetahuan dan keputusan diri. Perlu dipahami, intuisi membantumu bertahan hidup dengan memberikan respons cepat. Selain itu, intuisi juga penting untuk mengambil tindakan segera yang tepat untuk mengatasi suatu situasi.

Namun, ketahui juga meskipun intuisi dapat membantu, hal tersebut juga dapat menyebabkan bias dan prasangka dalam pengambilan keputusan. Misalnya berdasarkan agama, budaya, sosial, moral, dan bahkan lingkungan politik. Hal tersebut mungkin perlu dilawan dengan pemikiran rasional. Intuisi adalah alat yang sangat kuat untuk pengambilan keputusan. Meskipun tidak semua intuisi sempurna, tapi tetap sangat berharga. Intuisi memberi kamu respons "firasat" (suara batin) di luar logika atau respons yang dipelajari.

Pembelajaran Kontekstual Guru harus memilih strategi, metode dan teknik yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Pemilihan strategi, pendekatan, metode dan teknik yang tepat dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan pemahaman konsep siswa. Salah satu strategi/model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan mengembangkan pola pikir matematika tersebut adalah pembelajaran kontekstual.

 Belajar akan lebih bermakna jika anak langsung mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahui konsep materi. Pembelajaran kontekstual/CTL merupakan konsep belajar yang membantu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai keluarga anggota masyarakat.

Sebagai suatu sistem, CTL membantu siswa melihat makna dengan cara mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Sebagai suatu model pembelajaran, CTL memerlukan perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsip CTL. 

Adapun ada tiga prinsip ilmiah yang sering digunakan, yaitu: prinsip saling ketergantungan (interdepence), diferensiasi (differetiation), dan pengorganisasian (self organization). Prinsip pertama adalah prinsip ketergantungan, prinsip ini menuntun pada penciptaan hubungan, bukan isolasi. para pendidik dapat menolong siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna (Elaine B. Johnson, 2007: 75).

Ciri khas dalam pembelajaran kontekstual/CTL adalah terdapat 7 prinsip/kompenen pembelajaran. Adapun tujuh komponen utamanya, yaitu: konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).

 1. Konstruktivisme (constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir atau filosofi pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukan seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

Di era globalisasi saat ini, kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dalam berbagai aspek kehidupan. Apalagi saat ini perkembangan iptek dan tekanan globalisasi juga semakin pesat dan mendorong setiap bangsa untuk mengerahkan pikiran serta seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya agar bisa bertahan dan memenangkan persaingan dalam memanfaatkan kesempatan di berbagai sisi kehidupan. 

Generasi bangsa Indonesia memegang peran penting sebagai agen perubahan bangsa untuk menuju Indonesia yang lebih baik dan bisa berkembang atau bersaing dengan dunia luar. Pendidikan menjadi tempat untuk melahirkan generasi bangsa yang bisa diandalkan. Dalam hal ini berarti diperlukan peningkatan sikap kompetitif secara sistematik pada sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendidikan.

Sekolah dan guru memiliki peran penting untuk menciptakan generasi yang dapat berkompetisi dalam persaingan global. Sekolah diharapkan bukan hanya memberikan pengarahan pada penguasaan serta pemahaman konsep ilmiah, tetapi juga berusaha untuk meningkatkan kemampuan serta keterampilan berpikir kritis siswa. Sekolah bisa memenuhi kebutuhan belajar mengajar untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, optimal, dan bermakna. Begitu pula dengan guru, guru dituntut untuk bisa menciptakan kegiatan belajar mengajar yang tepat untuk siswa, inovatif, bisa diterima siswa dengan baik, dan pembelajaran menyenangkan.

Solso (1988, dalam Sugihartono, dkk, 2007: menyatakan bahwa berpikir merupakan proses yang menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi yang kompleks antara berbagai proses mental seperti penilaian, abstraksi,

Indikator Berpikir Kritis Evaluasi terhadap kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (1993), antara lain bertujuan untuk mendiagnosis tingkat kemampuan siswa, memberi umpan balik keberanian berpikir siswa, dan memberi motivasi agar siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. 

Ennis (2011: 2-4) menyebutkan bahwa pemikir kritis idealnya memiliki 12 kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis, diantaranya sebagai berikut. 

a. Basic clarification (memberikan penjelasan dasar) yang terdiri atas:1) fokus pada pertanyaan, 2) menganalisis pendapat, 3) mengklarifikasi suatu penjelasan melalui tanya-jawab. 

b. The basis for the decision (menentukan dasar pengambilan keputusan) yang meliputi komponen: 1)Mempertimbangkan apakah sumber 30 dapat dipercaya atau tidak, dan 2) mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. 

c. Inference (menarik kesimpulan) yang meliputi: 1) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, 2) menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, dan 3) membuat dan menentukan pertimbangan nilai. 

d. Advanced clarification (memberikan penjelasan lanjut) yang meliputi: 1) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi tersebut, dan 2) mengidentifikasi asumsi. 

e. Supposition and integration (memperkirakan dan menggabungkan) yang meliputi komponen: 1) mempertimbangkan alasan atau asumsiasumsi yang diragukan tanpa menyertakannya dalam anggapan pemikiran kita, 2) menggabungkan kemampuan dan karakter yang lain dalam penentuan keputusan Untuk lebih jelas.

Adapun kemampuan berpikir formal siswa yang perlu dimiliki mulai dari kemampuan berpikir hipotetik-deduktif, berpikir proporsional, berpikir reflektif sebagai kemampuan dasar, berpikir berpikir kombinatorial. Semua kemampuan berpikir tersebut diperlukan sebagai substansi yang harus digarap secara serius dalam dunia pendidikan. Melalui berbagai kemampuan berpikir dasar tersebut, maka otak akan semakin terasa dan berkembang untuk mencapai keterampilan berpikir kritis.

Saking pentingnya dan dibutuhkannya kemampuan berpikir kritis, maka kemampuan ini menjadi topik penting dan vital dalam era pendidikan modern. Tujuan dicapainya pembelajaran berpikir kritis dalam pendidikan sains atau disiplin yang lain yaitu untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa serta memberikan bekal yang baik bagi mereka untuk siap menjalani kehidupan di masa depan. Kemampuan berpikir kritis Ini harus dimiliki oleh setiap siswa mulai dari jenjang SD, SMP, dan SMA untuk mencapai standar kompetensi yang sudah ditetapkan dalam kurikulum. Berpikir kritis juga menjadi bekal bagi mereka untuk merancang, menjalani atau mengarungi kehidupan di masa depan yang penuh tantangan, persaingan serta ketidakpastian.

Anak yang memiliki kemampuan berpikir kritis bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik, berani, siap berkompetisi, kreatif, dan inovatif. Tak menutup kemungkinan, di masa depan mereka menjadi pemimpin bangsa yang membawa perubahan baik dan maju bagi negara Indonesia. 

Mengajar menjadi salah satu tantangan yang cukup berat bagi para pendidik, jangankan untuk menumbuhkan berpikir kritis siswa, membangkitkan semangat dan motivasi mereka saja dinilai tidak mudah. Meski begitu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan bermakna, salah satunya dengan menggunakan metode pembelajaran inovatif dan kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun