Pagi-pagi Rico sudah ganteng tiba di kampus. Kebetulan dia dapat tentamen jam ke dua. Dia sempat melihat mahasiswa main karambol di depan kantin. Dari jauh dilihatnya Reni datang barengan dengan Jayus. Cemburunya tidak bisa dibendung. Dia berjalan mendekati Reni yang duduk di dekat ruang utara.
"Ren, kok sama Jayus?"
"Apa salahnya?"
"Dia kekasihmu bukan?" Ucapan Rico agak meninggi. Dia tidak ingin dipermainkan begitu saja.
"Kak, Rico. Itulah caraku menguji kesetianmu. Tiga bulan aku membuat permainan dengan Jayus. Jayus sesungguhnya milik Vivi. Kami sepakat menguji dirimu".
"Apakah itu benar?" Reni terus memanggil Jayus dan Vivi. Untuk mendekat. Lalu
"Selamat ya Rico. Kau telah mendapatkan idaman hatimu". Demikian jayus dan Vivi berucap sambil menjulurkan tangannya memberi salam. Mereka kemudian meninggalkan kami berdua.
"Apakah kau masih ragu kak Rico?"
Tidak peduli orang lain, Rico memeluk Reni erat-arat. Tidak ada kata yang terucap. Hanya hembusan angin menghempas daun ancak terasa semilir.
"Terimakasih Reni. Kau penyemangat hidupku. Kau belahan cintaku".
Kampus julukan seribu jendela, tampak membisu berdiri kokoh. Sekokoh hati Rico dan Reni membangun asmara.