Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Permen Karet

11 Januari 2024   18:26 Diperbarui: 11 Januari 2024   18:53 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

#cerpen_remaja

PERMEN KARET
DN Sarjana

Mendengar nama permen karet, teringat sebuah film tempo doeloe tahun 80an. Surya hanya sempat membaca novel Lupus. Lupus yang doyan kemana-mana ngemil permen karet. Konon dimasanya permen karet menjadi biang kerok masalah di sekolah. Sampai-sampai permen karet dilarang dijual dan dinikmati di sekolah.

Kali ini justru teman kelasku terkena kasus gara-gara permen karet. "Ayo ngaku, siapa yang menaruh permen karet di kursi guru kemarin? Siapaaa?" Tanya Pak Gogok dengan nada suara agak keras.

Tak satupun siswa berani memandang ke depan. Suasana kelas terasa sangat sepi. Tak satupun siswa berani menoleh. Apalagi berisik. Seisi kelas terlihat tegang. Kalau saja poto-poto pahlawan di dinding bisa bicara, mereka pasti tertawa melihat kelakuan kami.

"Tidak ada yang ngaku? Ingat jangan sampai bapak melakukan tindakan keras. Bapak tahu, kalian tidak boleh dikenakan hukuman pisik. Tapi menempelkan permen karet yang melekat dicelana bapak, itu lebih kejam dari kekerasan."

Bapak Gogok kelihatan mulai tak sabar. Ia beberapa kali bolak balik di gang meja siswa. Mungkin beliau memperhatikan wajah-wajah kami. Konon kalau orang bersalah dan tertekan, wajah akan kelihatan kerut karena rasa takut. Belum lagi ciri utama keluar keringat.

"Begini saja. Hari ini bapak tidak ngajar. Bapak kasi waktu 12 jam, kalian ada yang mau berkata jujur. Cari bapak di ruang guru."

Sambil membenturkan spidol white board. Cetaaak...suara sedikit keras. Kami semua terkejut. Tanpa basa-basi Bapak Gogok meninggalkan kelas.

Setelah Bapak Gogok tidak terlihat, suasana kelas mulai terdengar ramai. Kami terlepas dari rasa takut. Kami bisa bernafas lega.

"Ayo teman-teman. Siapa yang melakukan, coba berterus terang. Daripada kita kena hukuman. Aku siap mengantar menghadap Bapak Gogok." Kata Rani sekretaris kelas merayu temannya.

"Ya bener. Baiknya kalian jujur. Bapak Gogok pasti memaafkan." Kata Surya menimpali. Surya adalah ketua kelas di kelas itu.

Sampai jam istirahat, tak seorangpun berani mengaku. Siswa kelas 11c, masing-masing mencari kantin untuk makan siang. Tinggalah Vani di kelas. Dia nampak gelisah.

"Vani, ngapain masih di kelas? Kamu tidak lapar?" Tanya Surya mendekati Vani."

"Aku takut Surya. Pasti aku akan dimarahi habis-habisan sama Bapak Gogok. Takutnya lagi, mata pelajaran yang diajarkan pasti diberikan angka merah."

Surya terdiam. Dia tak percaya. Ya, tak percaya. "Masak sih Vani melakukan sesuatu yang sangat konyol. Mengapa bisa terjadi? Pikir Surya sambil termangu menatap wajah Vani yang kelihatan sedih dan tegang.

"Vani, coba katakan yang jujur. Apa bener kamu yang naruh?" Tanya Surya, sambil memegang bahu Vani.

Vani hanya menganggung. Air matanya meleleh. Surya menyuruh Vani bersabar dan tidak menangis. Surya takut masalahnya kan ramai.

"Vani, kamu jangan nangis. Kamu harus memperlihatkan wajah biasa saja. Nanti teman-teman gledek kamu. Apalagi musuh bebuyutan soal ledekan. Tuh si Randu."

Permen karet itu sering menjadi masalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun