Indra lama mendiamkan telponnya. Sambil merenung dia menemukan akal.
"Rin, bilang aja kamu kuliah ya. Aku jemput kamu. Aku akan ijin sama teman panitia."
Suara telpon sepi. Ririn lama tidak menjawab. Dia ragu cara itu. Tapi tidak ingin mengecewakan Indra, Ririn mengambil keputusan.
"Ok lah Indra. Tapi saya mohon hal ini tidak diketahui orang tuaku."
Indra mengiyakan. Dalam hati dia bilang yess. Ia terus menutup vidio call  dan kembali ke tempat panitia.
Walau ia sadar sebagai lelaki, Indra tak malu berkata dalam diri "hatinya berbunga" kayak perempuan aja. Setahun Indra menambatkan cintanya di belahan hati Ririn, tak sekalipun dia punya kesempatan mengajak Ririn jalan-jalan. Ia maklum keluarga Ririn keluarga terpandang. Apalagi Ririn, satu-satunya anak perempuan.
Kesibukan panitia bakti sosial sore ini makin meningkat. Pemasangan spanduk dan beberapa umbul-umbul selesai dilakukan. Mahasiswa putri sibuk menyapu di wantilan sebagai tempat menyambut tamu. Tidak terasa malam menjemput. Tak ada lagi terlihat mentari. Dia sembunyi dibalik pohon besar dan bebukitan. Angin dingin terasa menusuk di bawah kulit.
Sehabis makan malam, hanya terlihat satu dua mahasiswa, utamanya yang cowok. Maklum mereka menikmati seruput kopi hangat dan sedotan rokok. Cuaca seperti ini minum kopi hangat sambil merokok memberi sensasi nikmat.
Beda dengan Indra. Ia dengan beberapa teman berdesakan di tenda. Semua tergulung di selimut masing-masing. Indra berpapasan punggung dengan temannya. Matanya tak mau terpejam. Ada bayangan Ririn hadir dalam kerinduan. Kalau boleh berharap malam ini biar lebih pendek. Ia tak sabaran menjemput kekasinya. Malam terus mengular. Entah jam berapa. Dikejauhan terdengar suara burung. Ia pura-pura ijin kebelakang. Indra mengambil motornya dan meluncur menjemput Ririn. Ia berharap jam 8 pagi sudah tiba di kampus, sehingga tidak terlambat saat pembukaan bakti sosial.
Gayung bersambut. Ternyata Ririn sudah menunggu di kampus.
"Sudah tadi Ririn?"
"Menurutmu gimana Indra?"
"Heemm.... Dugaanku baru aja. Buktinya kamu sangat cantik." Indra menggoda. Ririnpun tersenyum.
"Iihh..Kalau ada maunya, laki-laki pintar merayu."