"Galak sekali tuan rumah ya Hendro. Coba dia ngajak kos perempuan. Pasti tambah galak."
Hendro tersenyum. Ia memperhatikan Vivin dengan seksama. Terus berucap.
"Vin, kamu belum jawab suratku kan?"
"Terus gimana Hen?"
"Aku mencintaimu Vin."
"Bagaimana kalau aku belum percaya?"
"Apa yang kamu ragukan dariku Vin?"
Hendro memegang jemari Vivin. Vivin mencoba menghindari.
"Eee, kamu nakal ya. Belum apa-apa. Hen, kamu idola perempuan di sekolah. Kamu pintar. Perempuan sepertiku  tidak mampu menyaingi bidadari lain idolamu."
"Vin. Aku tak mau dengar ucapanmu. Aku sungguh-sungguh mencintaimu."
"Hen, jawabannya nanti aja ya. Kita kerjakan dulu kunci jawaban untuk ulangan besok." Vivin sengaja menguji kesabaran Hendro. Dia tidak ingin cintanya hanya pelarian belaka.
Ternyata hari sudah cukup sore. Semua soal sudah terjawab. Termasuk yang akan diberikan Ratu. Vivin kemudian pamit kepada Hendro. Lagi-lagi Hendro memegang erat jemari Vivin. Vivin tidak ingin mengecewakan. Dia biarkan jemari itu bertaut seiring pandangan dan senyum Hendro. Vivin pun berjalan keluar rumah.
Pagi-pagi Ratu sudah menunggu kehadiran Hendro diseputaran gang kecil sekolah. Ia pura-pura belajar. Takut ketahuan teman. Tak berselang lama Hendro hadir.
"Hen, mana jawaban untukku?"