Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembang Api Terakhir

17 Juli 2023   15:53 Diperbarui: 17 Juli 2023   16:13 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEMBANG API TERAKHIR

Jalan Gajah Mada, hari ini tampak lebih rame dari hari sebelumnya. Puncak dari pedagang trompet, petasan dan kembang api berjejer di kiri kanan jalan. Pembeli kesulitan memarkirkan kendaraan. Mereka harus rela berjalan agak jauh. Tidak kelihatan ada polisi maupun pecalang. Hanya tukang parkir pertokoan sekali-kali membantu menyebrangkan anak-anak yang sangat sumbringah dibelikan petasan oleh orang tuanya. Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh pedagang asongan menjajakan dagangannya. Pastinya mereka menawarkan pernak pernik menyambut tahun baru.

"Ayo mau beli yang mana?" Perempuan masih muda menawari adiknya.

"Aku pilih terompet warna kuning kak Niken". Kembang apinya yang ini saja. Takut yang berisi petasan".

"Ambil saja berapa maunya". Sambil berjalan melihat para pedagang, Niken singgah dipenjual bakso. Dia memang penyuka bakso. Apalagi pedesnya yang menggetarkan lidah. Sedang asiknya menikmati bakso, tiba tiba duduk lelaki disampingnya.

"Bisa duduk di sini?"

"Silahkan mas". Begitu nikmatnya lelaki itu memakan bakso. Namun hatinya menyimpan hasrat yang tak bisa disembunyikan. Perempuan yang duduk disampingnya sangat menggoda. Cukup sempurna di mataku. Ah, baiknya aku mulai pembicaraan. Toh aku laki laki.

 "Boleh aku kenalan. Nama ku Randu".

"Aku Niken". Hanya itu terucap. Senja mulai nampak. Mentari warna jingga pertanda dia akan merambat di kaki langit. Sebelum berpisah Randu masih menyempatkan diri meminta nomer hp Niken.

"Sampai jumpa ya. Aku akan merayakan tahun baru di taman kota juga".

"Ya mas. Semoga bertemu". Niken memegang lengan adiknya menuju parkiran motor. Tak dinyana adiknya menggoda.

"Siapa tadi kak?. Pasti pacar ya".

"Us, sok tahu saja. Niken sedikit menjewer pipi adiknya, terus melaju menuju rumah.

Tepat tanggal tiga puluh satu, senja di taman kota masyarakat sudah mulai tumpah ruah. Mulai anak anak, remaja dan orang tua. Untung senja tidak turun hujan. Bunyi terompet dan kembang api sudah semarak. Malam ditandai sinar rembulan dan kerdipan bintang sudah tampak. Tanpa kota berhias cantic. Didandani lampu warna-warni. Lampion bergelantungan di beberap pohon. Ada yang dihiasi lampu kerlap-kerlip menambah indah suasana. Para pedagang asongan juga berbaur. Niken duduk sambil menunggu adiknya. Tidak berselang lama hp yang terselip di dompetnya berbunyi.

"Niken ada dimana?" Niken merasa ragu menjawab. Dilihatnya siapa yang menelpon.

O, Randu. Dia tidak enak mengabaikan.

 "Saya di pojok utara mas. Ya aku tunggu". Tidak berapa lama Randu sudah ada di depan Niken. Mereka duduk berdampingan, namun masih ada jarak. Pembicaraan mereka berdua dimulai hal-hal yag biasa. Tentang tahun baru yang bisa dirayakan dengan semarang sehabis bencana covid-19.

"Sama siapa". Randu memecah kebisuan.

"Biasa, sama adik". Niken melirik sambil berkata.

"Kirain sama pacar".

"Apa harus dengan pacar". Niken menjawab sedikit ketus.

"Ah, tak percaya. Gadis sepertimu tidak ajak pacar".

"Bener kok. Aku sendiri. Situ mana pacarnya".

"Sama aku sendirian"

Pembicaraan mereka sepertinya sudah cair. Kayak es saja. Sementara gelegar petasan saling bersahutan di langit. Demikian juga suara terompet dan nyala kembang api menerangi malam. Anak anak lincah bermain di rumput nan luas. Barangkali seluas harapan antara Niken dan Randu.

"Apakah ini benar hari terakhir?" Randu berusaha meyakinkan apa yang dikatakan Niken baru san.

"Iya Mas Randu. Aku harus berangkat kerja ke luar negeri tanggal dua nanti. Masa cutiku telah habis. Mudahan tahun depan Niken dapat cuti lagi".

Mendengar ucapan Niken, rasa tak percaya bergelayut di dada Randu. Pertanyaan mengalir seirama dengan kerinduannya mendengar ucapkan kata cinta dari Niken. Dia pun merasa tak pantas mengucapkan kata itu. Suara gemuruh petasan mengiringi gemuruh kata hati Randu soal cinta. Hari bertambah malam. Pengunjung taman kota mulai pada pulang. Niken pun bersiap-siap untuk pulang. Dia memanggil-manggil adiknya yang masih asik bermain.

"Mas Randu, aku pulang. Ini sudah cukup malam. Kasihan adikku sudah lama bermain".

 "Sampai jumpa Niken. Kembang api terakhir yang kita nyalakan, semoga menjadi bara cinta kita nanti".

 "Iya Mas Randu. Sampai jumpa nanti". Niken mengulum senyum sambil melepas pegangan kembang api. Diambilnya  tangan adiknya, sambil menjauh meninggalkan Randu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun