"Ah, tak percaya. Gadis sepertimu tidak ajak pacar".
"Bener kok. Aku sendiri. Situ mana pacarnya".
"Sama aku sendirian"
Pembicaraan mereka sepertinya sudah cair. Kayak es saja. Sementara gelegar petasan saling bersahutan di langit. Demikian juga suara terompet dan nyala kembang api menerangi malam. Anak anak lincah bermain di rumput nan luas. Barangkali seluas harapan antara Niken dan Randu.
"Apakah ini benar hari terakhir?" Randu berusaha meyakinkan apa yang dikatakan Niken baru san.
"Iya Mas Randu. Aku harus berangkat kerja ke luar negeri tanggal dua nanti. Masa cutiku telah habis. Mudahan tahun depan Niken dapat cuti lagi".
Mendengar ucapan Niken, rasa tak percaya bergelayut di dada Randu. Pertanyaan mengalir seirama dengan kerinduannya mendengar ucapkan kata cinta dari Niken. Dia pun merasa tak pantas mengucapkan kata itu. Suara gemuruh petasan mengiringi gemuruh kata hati Randu soal cinta. Hari bertambah malam. Pengunjung taman kota mulai pada pulang. Niken pun bersiap-siap untuk pulang. Dia memanggil-manggil adiknya yang masih asik bermain.
"Mas Randu, aku pulang. Ini sudah cukup malam. Kasihan adikku sudah lama bermain".
 "Sampai jumpa Niken. Kembang api terakhir yang kita nyalakan, semoga menjadi bara cinta kita nanti".
 "Iya Mas Randu. Sampai jumpa nanti". Niken mengulum senyum sambil melepas pegangan kembang api. Diambilnya  tangan adiknya, sambil menjauh meninggalkan Randu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H