Identitas Buku
Judul             : Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas
Penulis          : Neng Dara Affiah
Penerbit         : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tanggal Terbit   : Desember 2017
Kota Terbit      : Jakarta
Tebal Buku      : 200 Halaman
Bahasa          : Indonesia
Sinopsis
Neng Dara Affiah selaku pendidik, peneliti, aktivis dan sekaligus penulis dari buku dengan judul Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas. Dimana buku ini terdiri dari tiga bab, di setiap bab berisi sub-bab pembahasan yang berbeda-beda, yaitu bab pertama 'Islam dan Kepemimpinan Perempuan.'Â
Bab kedua 'Islam dan Seksualitas Perempuan.' Dan bab ketiga 'Perempuan, Islam dan Negara.' Secara garis besar buku ini berisikan pemikiran yang luar biasa dari penulis mengenai perempuan dalam hal kepemimpinan dan seksualitas yang berperspektif agama dan gender.Â
Selain itu disinggung mengenai perkawinan dalam memposisikan perempuan bedasarkan pada perspektif ketiga agama yaitu, Yahudi, Nasrani, dan Muslim, dan gerakan perempuan (feminisme) dan Islam di Indonesia.
Pada bab pertama dengan judul Islam dan kepemimpinan Perempuan, dibahas mengenai derajat perempuan dari perspektif agama Islam. Keutamaan ajaran Islam yaitu memandang manusia secara setara dengan tidak membeda-bedakan berdasarkan aspek kelas sosial (kasta), ras dan jenis kelamin.Â
Dalam konsep dasar Islam yang harus dimaknai bersama yaitu, bahwa Allah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi pemimpin (Q.s Al-Baqarah: 30). Pemimpin disini memiliki makna yang luas, bisa menjadi pemimpin pemerintahan, pemimpin pendidikan, pemimpin keluarga dan pemimpin untuk diri sendiri.Â
Penulis merujuk dari kutipan hadis Riwayat Ibn Abbas "Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpin." Namun juga terdapat kubu kontra yang mana oleh sebagian orang dijadikan bahan argumentasi untuk menolak kepemimpinan perempuan seperti ayat Al-Qur'an "Laki-laki adalah qowwam dan bertangung jawab terhadap kaum perempuan" (An-Nisa: 34).Â
Dari ayat tersebut dapat dipahami atu dimaknai, bahwa kedudukan pria pada posisi superior, sementara itu perempuan berada pada posisi inferior. Bagi penulis yang lebih penting untuk diperdebatkan bukan ayatnya, melainkan alam bawah sadar kolektif masyarakat laki-laki yang egonya tabu untuk tunduk di bawah kekuasaan perempuan, sebab laki-laki  sejak kecil tersosialisasi untuk menjadi penguasa. Ayat hanya dijadikan manipulasi menjadi suatu tameng bagi kepentingan ego penafsirnya.
Superioritas pada laki-laki diargumenkan yang didasari oleh asumsi-asumsi bahwa laki-laki dianggap memiliki kelebihan penalaran (al-aql), tekad yang kuat (al-hazm), keteguhan (al-aznl), kekuatan (al-quwwah), kemampuan tulisan (al-kitabah) dan keberanian (al-furusiyyah wa al-ramy). Sebab demikian kaum laki-laki lahir para nabi, ulama dan imam.Â
Meskipun dalam ajaran agama Islam perempuan tidak dibatasi untuk menjadi pemimpin, namun pemimpin dikalangan umat Islam jumlahnya masih terbatas. Penulis menjelaskan terdapat faktor yang menyumbat potensi kepemimpinan perempuan, yaitu pemahaman yang salah kaprah mengenai ajaran agama Islam dan ego kolektif masyarakat yang menganut nilai-nilai patriarki yang mana diinternalisasikan nilai tersebut bahwasanya laki-laki sebagai manusia utama dan perempuan sebagai pelengkap.Â
Karena itu sangat penting untuk membentuk sebanyak mungkin pemimpin perempuan Islam dalam berbagai ranah kehidupan dengan cara: 1). sejak anak masih kecil, tidak membeda-bedakan pola pendidikan watak kepemimpinan perempuan atau laki-laki. 2). anak perempuan dan laki-laki berhak untuk mengakses apa saja, sepanjang membuat diri mereka berkembang. 3). memberikan suatu kebebasan untuk memilih pilihannya. 4). melatih perempuan jatuh bangun dengan pilihannya, sebab dalam proses itu akan muncul pendewasaan hidup dan otonomi diri. 5). Menghindari perempuan perlu untuk "perlindungan", dengan atas nama "perlindungan" tersebut bisa menjebak perempuan menjadi kerdil dan gagap pada suatu realitas kehidupan.
Dalam realitas kehidupan potensi dan kreativitas perempuan terutama di berbagai daerah yang belum sepenuhnya diberdayakan semangat otonomi daerah, sebagaimana termasuk UU No. 22 tahun 1999, berbagai ruang musyawarah masyarakat hampir sepenuhnya diisi oleh laki-laki. Masjid, balai desa, balai kecamatan, balai perkumpulan pemuda, gedung dewan perwakilan rakyat daerah, dan berbagai arena publik lainnya. Dengan semangat otonomi diharapkan potensi dan kreativitas perempuan dapat digali bersama dan dapat menyongsong kemajuan agama, daerah, dan bangsa.
Selanjutnya, bab kedua dengan judul Islam dan Seksualitas Perempuan. Pada bab ini terdapat empat sub-bab pembahasan. Pembahasan pertama, penulis memaparkan dan menjelaskan konsep perkawinan pada tiga agama yaitu, Yahudi, Nasrani, Islam berdasarkan tujuan, fungsi, serta tata aturan dalam perkawinan berdasarkan perspektif antara perempuan dan laki-laki. Pembahasan kedua, mengenai praktik zina, perkawinan dan poligami. Pembahasan ketiga, menganai jilbab dan seputar aurat perempuan. Pembahasan keempat, mengenai perkawinan  dan kontrol atas seksualitas perempuan.
Perkawinan merupakan peristiwa yang dianggap sakral pada setiap agama sehingga setiap agama memiliki peraturan tersendiri mengenai perkawinan. Penulis menjelaskan bahwasanya pandangan-pandangan keagamaan mempengaruhi sudut pandang masyarakat terhadap keberadaan perempuan.Â
Disini perempuan hanya direduksi perannya sebagai ibu rumah tangga dan istri, bukan sebagai manusia yang memiliki otonomi atas kemerdekaan dan kebebasan dirinya sendiri, serta mengingingkan peran apa yang ingin dimainkannya.
Pada dasarnya perkawinan terdapat fungsi utama, yaitu untuk menghasilkan keturunan yang mana tidak hanya untuk penurunan sifat biologis, melainkan juga untuk menurunkan ajaran. Fungsi lain dari perkawinan, yaitu menghindari praktik hubungan seksual di luar pernikahan. Praktik zina termasuk perbuatan yang dikecam oleh berbagai agama di Indonesia. Hubungan seksual yang dilakukan diluar pernikahan menentang agama, sehingga dianggap sebagai perbuatan yang tidak bermoral.
Pembahasan selanjutnya mengenai poligami, para laki-laki yang pro terhadap praktik poligami beragumentasi bahwa pratik pernikahan lebih dari satu istri merupakan ibadah dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Padahal jika ditelusuri lebih mendalam banyak ajaran, sikap dan pandangan hidup Nabi yang harus diikuti selain praktik poligaminya. Sangat bahaya menjadikan poligami sebagai alasan mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, namun sesungguhnya alasan poligami untuk melampiaskan hawa nafsu dan hasrat pribadi, dimana ini sangat bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an.
Dalam buku ini penulis juga membahas mengenai aurat dan jilbab. Tradisi menutup aurat bagi umat Islam sudah ditetapkan sejak turunnya adam dan hawa. Pada dasarnya perempuan dianjurkan untuk menutup aurat agar menghindari dari nafsu yang terdapat pada laki-laki yang rentan terhadap godaan biologis dan hasrat seksual.Â
Dijelaskan juga kecantikan perempuan hanya boleh diperlihatkan kepada orang-orang yang memiliki dirinya. Pembahasan selanjutnya terkait hukum Islam klasik terlebih hukum keluarga yang mana masih diterapkan di negara-negara muslim merupakan produk hukum yang telah ada sejak berabad-abad lamanya, dimana memberikan keistimewahan pada laki-laki melalui berbagai pengaturan seperti hukum perkawinan, poligami dan perceraian, namun secara sistematis menempatkan perempuan pada posisi inferior.
Pada bagian terakhir yaitu bab ketiga dengan judul Perempuan Islam dan Negara, membahas mengenai feminisme. Feminisme merupakan sebuah teori yang berusaha untuk menganalisis berbagai kondisi yang membentuk kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki jenis pemahaman kebudayaan mengenai apa artinya menjadi perempuan.Â
Pada awalnya teori feminisme diarahkan untuk tujuan politis gerakan perempuan, yaitu kebutuhan untuk memahami subordinasi perempuan dan pengucilan perempuan dalam wilayah sosial dan kebudayaan. Feminisme Islam sebagai teori yang menjembatani kesenjangan antara konsepsi keadilan yang memengaruhi dan menopang penafsiran dominan terhadap syariah di satu sisi dan HAM di sisi lainnya. Feminisme Islam mendasarkan kerangka kerjanya pada sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an, Hadis, dan seperangkat hukum Islam lainnya.
Analisis feminisme yang dipergunakan merupakan analisis  gender. Pertumbuhan dan perkembangan gerakan feminisme dan Islam pada masa rezim Orde Baru dan Era Reformasi setidaknya dilaterbelakangi oleh beberapa faktor. Faktor pertama, yaitu situasi politik represif di bawah pemerintahan Soeharto, yang menempatkan peran perempuan semata-mata hanya sebagai istri dan ibu.Â
Faktor kedua, Indonesia meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan melalui UU. No. 7 tahun 1984 yang mengakui hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia serta menjamin hak pendidikan dan partisipasi politik setara dengan laki-laki. Faktor ketiga, kebutuhan masyarakat Islam dalam menafsirkan kembali teks-teks Islam dengan cara pandang yang baru, yaitu dengan lebih ramah terhadap perempuan dan merespon masalah hak-hak prempuan dengan pendekatan agama.
Pelembagaan feminisme dan Islam melalui wujud gerakan sosial dalam organisasi Islam, dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama, mengintegrasikan paradigma feminisme dalam kerangka kerja organisasi Islam progresif di Indonesia. Pendekatan kedua, kerja-kerja organisasi dengan fokus feminisme dan Islam, serta menerjemahkan dalam bahasa sederhana, mensosialisasikannya melalui berbagai media pendidikan dan lembaga layanan perempuan korban kekerasan.Â
Pembahasan selanjutnya yaitu mengenai virginitas (keperawanan), yang mana ini merupakan bentuk konstruksi nilai dari masyarakat patriarki yang memiliki tujuan untuk mengutamakan laki-laki dan melihat perempuan hanya dari selaput dara bukan dari pemikirannya atau kepribadiannya.Â
Keperawanan dalam Islam diperbincangkan dalam tiga aspek. Aspek pertama, berhubungan dengan status seorang perempuan yang sudah kawin atau janda. Aspek kedua, berhubungan dengan usaha menghindari praktik hubungan seksual di luar nikah. Aspek ketiga, berhubungan dengan konstruksi 'harga' bagi seorang perempuan dalam perspektif masyarakat patriarkis.
Kesimpulan dan PenilaianÂ
Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas, mengangkat isu seputar perempuan yang dianggap sebagai kaum kelas ke-dua setelah laki-laki. Buku ini memberikan sudut pandang mengenai perempuan dalam kepemimpinan, selain itu buku ini juga memberikan analisis pro dan kontra melalui perspektif agama. Bahwasanya dalam masyarakat patriarki, perempuan dianggap lemah dan tidak melihat bahwa perempuan memiliki potensi besar serta kemampuan yang sama sperti laki-laki. Buku ini dapat menjadi suatu bacaan dan juga bahan referensi yang mengangkat isu gender di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H