Mohon tunggu...
Vika Chorianti
Vika Chorianti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pecinta buku, musik dan movie

Wedding Organizer yang sangat mencintai dunia tulis menulis dan membaca buku ;)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Supernova; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh - Sebuah Resensi

24 Desember 2014   06:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:35 2222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sore ini saya mendapat kesempatan untuk menonton film dengan salah satu sahabat terbaik saya yang pernah secara sekilas saya ceritakan dalam tulisan2saya. Guess who? Dia adalah, mba Titin Agustine. Dalam tulisan saya sebelumnya saya bercerita bahwa beliau memberikan hadiah yang sangat spesial kepada saya. Sebuah cardigan yang dibuatnya sendiri menggunakan tangan dan hatinya yang tulus.

Ketika beliau meminta saya untuk menemaninya menonton film ini, tanpa pikir panjang saya lalu mengiyakan. Ini adalah kesempatan saya untuk gantian menservisnya (bahasa saya) . Selain itu, film ini juga merupakan film yang memang ingin saya tonton sebenarnya namun belum menemukan waktu yang pas dan cocok. Jadi tawaran yang diberikan mba agustin bagi saya seperti peribahasa sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlewati

Film yang saya tonton berjudul Supernova; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Film ini merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama dan ditulis oleh Dewi Lestari, Penyanyi yang dulu tergabung dalam trio RSD (Rida, Sita, Dewi) dan menggunakan nama pena 'dee'.

Bagi pecinta buku, utamanya novel berkualitas, tentu pernah membaca atau minimal tahu tentang buku tersebut dan jalan ceritanya. Buku tersebut rencananya dibuat sebagai saptalogi (bahasa lain untuk 7 kisah yang terpisah namun saling berkaitan) oleh penulisnya. Saat ini dee baru merampungkan sekitar 5 judul dan kurang 2 kisah lagi. Ke tujuh kisah tersebut dilabeli dengan judul yang berbeda namun memiliki benang yang sama yaitu Supernova.

Tercatat kelima buku tersebut adalah :
1. Supernova; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh
2. Supernova; Akar
3. Supernova; Petir
4. Supernova; Partikel
5. Supernova; Gelombang ( baru saja terbit )

Jika melihat kelima judul buku tersebut, maka orang awam pun tahu bahwa film ini dibuat dari adaptasi novel yang pertama. Sekarang memang lagi trend di dunia perfilman Indonesia membuat film berdasarkan buku yang best seller. Tercatat yang paling laris seperti Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan yang paling booming adalah kisah cinta Ainun dan Habibie yang diangkat dari biografi Habibie yang dibuat pasca meninggalnya ibu Ainun.

Para produser film itu seakan mengakomodir jiwa masyarakat Indonesia yang suka latah meniru segala sesuatu yang tengah laku dan laris manis di pasaran. Tanpa perlu bersusah payah untuk memberikan judul lain agar tampak kreatif, mereka alih2malah menggunakan nama yang sama persis dengan judul bukunya. Mungkin para produser itu berpikir itu salah satu upaya untuk mendongkrak minat masyarakat untuk menonton film itu, juga asumsi bahwa jika buku yang dicetak best seller, maka secara otomatis filmnya sudah pasti bagus.

Padahal tidak semuanya begitu. Lihat saja film karya sutradara Herdanius Larobu yang mengangkat kisah Raditya Dika, mengambil dari salah satu novel larisnya Manusia Setengah Salmon. Menurut saya filmnya tidak sebagus novelnya karena sang sutradara tidak berhasil memvisualisasikan tulisan Radit kedalam sinematografi.

Namun lain halnya dengan Rizal Mantovani. Sutradara ini yang satu ini karyanya selalu layak diacungi jempol dan mengundang decak kagum bagi pecinta film Indonesia. Bagaimana tidak, dia selalu bisa menterjemahkan secara apik tulisan sang pengarang dan mengangkatnya kelayar lebar dengan sangat extravaganza.

Tercatat karyanya terakhir, yang pernah saya resensi dalam catatan saya sebelumnya, yaitu film 5 cm, begitu menggugah, setidaknya bagi saya. Kali ini dia, berusaha mengulang sukses yang sama. Mengapa demikian? sebelum saya menjawabnya, ijinkan saya untuk mengisahkan terlebih dahulu apa yang saya lihat pada layar lebar tadi dalam bentuk tulisan.

Bagi yang sudah pernah membaca bukunya, harap bersabar jika ternyata dalam penjelasan saya tampak kurang memuaskan, karena bagaimanapun juga saya hanya berusaha menuliskan kesan yang menempel kuat dalam benak saya selama saya menonton dan pasca menonton film tersebut.

************************************

And So The Story Goes.......

Alkisah, ada 2 laki2yang kuliah di luar negeri. Mereka adalah Reuben (Arifin Putra) dan Dimas (Hamish Daud). Mereka bertemu secara tidak sengaja di sebuah taman duduk di tepi pantai. Entah mengapa, Dimas merasa tertarik dan langsung mengundang Reuben untuk datang ke pesta salah satu temannya pada malam harinya. Dan entah kenapa pula, Reuben yang bahkan baru pertama kali bertemu dengan Dimas menyanggupinya.

Pada pesta itu ada yang memberi mereka obat untuk nge-high (mohon maaf kalo istilah saya tentang narkoba keliru, harap maklum saya belum pernah bersentuhan dengan obat2an terlarang selama masa hidup saya . Mereka fly sekaligus seperti berkontemplasi pada waktu bersamaan. Dan dalam keadaan mabok, akhirnya mereka mengikrarkan diri, bahwa 10 tahun mendatang, mereka harus membuat sebuah karya yang masterpiece.

Sepuluh tahun berlalu dan mereka kembali bersama. Mereka sepakat untuk membuat sebuah karya tulis. Sebuah novel yang memadukan antara roman dan science. Hal tersebut sesuai dengan background mereka yang memang bertolak belakang satu sama lain namun bisa disatukan. Dimas adalah mahasiswa lulusan sastra inggris dan Reuben adalah mahasiswa lulusan fakultas kedokteran.

Mereka mulai mereka tokoh2nya, karakter2nya, alur ceritanya, dll hingga sedetil mungkin. Disepakatilah sebuah kisah yang mereka beri judul Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Ksatria (Herjunot Ali) yang diberi nama Ferre digambarkan sebagai sesosok pribadi yang sangat sukses dalam karir yang dirintisnya dari bawah. Putri (Raline Shah) yang diberi nama Rara adalah sesosok wanita cantik yang memiliki kehidupan yang sempurna dimata orang lain. Dia ayu, menawan, menikah dengan pria sukses, memiliki karir kerja sebagai wakil pemred di sebuah majalah kenamaan di pseudo Jakarta (lokasi yang mereka pilih untuk cerita itu).

Takdir mempertemukan mereka berdua dalam sebuah sesi wawancara mendadak yang dilakukan karena Ferre baru memutuskan untuk menerima permohonan interview majalah Rara di detik2terakhir. Awalnya ferre hanya memberikan rara waktu 1 jam 15 menit untuk mewawancarainya. Namun semua berubah saat percakapan mulai dibuka. Ferre begitu terpukau oleh Rara. Jadwal wawancara yang semestinya hanya 75 menit, molor hingga acara makan siang.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Rara. Dia merasakan, seakan dia baru tersadar bahwa laki2yang rencananya hanya akan diwawancarainya, telah mampu tidak hanya mencuri, namun juga mengambil seluruh hati dan cintanya sehingga tidak tersisa untuk suaminya Aswin (Fedi Nuril). Rara yang pada saat bertemu dengan Ferre memang tengah merasakan kebosanan dalam kehidupan rumah tangganya semakin merasa tertekan, gundah dan bingung dengan hadirnya Ferre.

Rara disatu sisi sangat menikmati hubungan rahasia yang dia bangun dengan ferre. Dari interview itu mereka lanjutkan ke makan malam, hingga bepergian bersama berdua. Rara merasa mabuk kepayang. Rara dan Ferre masing2merasa, mereka telah menemukan belahan jiwanya. Pasangan hatinya. Kepingan puzzle yang melengkapi hidupnya.

Disisi lain, tidak mudah untuk melepaskan tali ikatan pernikahan dengan Aswin. Karena pernikahan keduanya layaknya pernikahan dua keluarga besar. Yang sudah terjalin erat dan sulit sekali mengurainya. Konflik ini yang membayangi rara di sepanjang cerita.

Dimas dan Reuben tidak cukup puas membuat konflik yang dirasakan oleh tokoh2mereka. Mereka menciptakan satu lagi karakter. Sesosok wanita, yang extra ordinary. Luar biasa cerdas, luar biasa kaya dan luar biasa bebas. Dia adalah sosok yang tidak bisa dikekang. Dimas dan Reuben sengaja membuat paradoks kehidupan dengan menjadikan Tokoh Bintang Jatuh (Paula Verhoeven) yang mereka beri nama Diva, dengan memberinya pekerjaan sebagai peragawati/model sekaligus pelacur papan atas.

Diva yang mereka ciptakan adalah orang ketiga yang berfungsi sebagai penonton sekaligus penyeimbang tokoh2lainnya. Dan meski diakhir kisah peran Diva ternyata sangat signifikan, itu tentu keahlian sang sutradara untuk menyembunyikan kenyataan tersebut.

Bagaimana endingnya? Siapa akhirnya yang dipilih oleh Rara? Apakah ferre atau Aswin? Lalu apa atau siapa supernova itu? Seperti tulisan resensi sebelumnya, saya pun tidak mau memberitahukannya. Silahkan menonton sendiri di bioskop2terdekat kesayangan anda (iklan banget ;p). Karena sebagai sesama penikmat film sejati, saya juga tidak suka mengetahui ending cerita jika saya belum menonton filmnya. Kesannya gimana gitu ;p. Rasanya seperti ada yang mengganjal di hati.

***************************

Nah, kembali ke pertanyaan yang saya munculkan diatas. Mengapa kesannya rizal mantovani seakan ingin mengulang suksesnya film 5 cm, garapan film sebelumnya?

Jika kalian semua cermati, nama2pemain selain hamish daud, arifin putra dan paula verhoeven, adalah nama2pemain dalam film 5 cm, dan dengan pemilihan tokoh yang sama, minus saykoji dan denny sumargo. Maksud saya bukan secara pemilihan karakternya, namun padu padan tokohnya. Dalam film 5 cm, pada akhir cerita, herjunot ali berpasangan dengan raline shah meski sepanjang kisah, penonton seakan disuguhi cerita bahwa ada perasaan khusus antara raline shah dan fedi nuril. Film ini memang dijadikan semacam ajang reuni antar pemain 5 cm. Sebagai band pembawa sountrack film ini pun, mereka kembali mempercayakan kepada grup band Nidji, dengan arasemen lagu dan lirik2yang hampir mirip dengan film 5 cm itu.

Meski demikian, hal tersebut tidak mengurangi keapikan film tersebut. Saya sangat menyarankan kalian untuk menonton di bioskop dan tidak menyarankan untuk melihat dari hasil download ilegal apalagi dari dvd/vcd bajakan. Kenapa? karena kalian akan melewatkan bagian terbaik dari film ini yaitu musik pengiring kisahnya. Saya tidak sedang membicarakan sountrack lagunya ya, tapi musik instrumentalia yang menurut saya sangat grande sekali. Megah, menggelegar, menyayat dan menggugah jiwa, dan kata2lain yang tidak bisa saya temukan untuk melukiskan betapa istimewanya instrumentalia yang berada di sepanjang kisah itu. Kepala, badan dan jiwa saya seakan2ikut terentak dan bergerak seiring dengan irama lagu itu berkumandang.

Kesan saya lainnya tentang kehebatan Rizal Mantovani selain tata suaranya terletak pada tata gambarnya. Apik sekali. Dia mampu mengambil gambar dari jarak yang sangat jauh maupun dari jarak sangat dekat dengan sedemikian bagusnya. Dia bisa menyorot pantai yang sedemikian jauh dan luasnya dengan kualitas yang sama seperti saat dia menzoom pengambilan gambar melalui mata salah satu tokohnya. Spot2lokasi syutingnya juga sangat WOW. Dari mulai kantor Ferre atau Rara, Kapal Pesiar, Rumah Keduanya, benar2seperti iklan2real estate

Belum lagi animasi yang digabungkan dalam film ini. Bagaimana effect2dari teknologi komputer mampu dia hidupkan menjadi sesuatu yang tampak seakan benar2nyata. Bagaimana kupu2hasil animasi mampu terbang seakan benar2hidup dan menyatu dengan gambar hasil syuting. Semuanya benar2acung banyak jempol untuk sang sutradara. Saya juga salut penggunaan animasi dengan busana tradisional batik untuk kisah yang diceritakan ferre kepada rara. Begitu tradisional namun tetap menawan.

Dan meskipun saya yakin pembuatan film ini adalah keberhasilan dari semua pihak yang mendukung pada bagian masing2, namun saya merasa bahwa sang pemimpinlah yang memegang ujung tombak yang menentukan berhasil tidaknya sebuah film dibuat. Dia haruslah seseorang yang memiliki cita rasa seni yang cukup tinggi sehingga mampu meramu semua kelebihan timnya menjadi sebuah kisah yang sangat sangat enak untuk ditonton.

Namun rizal mantovani tetap seorang manusia. Hasil karyanya tidak luput dari hal2yang menurut saya mengganggu mata. Yang paling utama adalah, tentu saja, saya sangat tidak rela saat dia menjadikan hamish daud dan arifin putra sebagai sepasang kekasih gay. Keduanya adalah tokoh pujaan saya karena kegantengannya.

Saya mengenal dan mulai tertarik dengan Arifin Putra saat dia beradu akting dengan Marcella Zalianty dalam film Batas. Saya bahkan sempat jeles saat tahu ternyata Arifin Putra berpasangan dengan Tara Basro (menurutku mereka tidak serasi ;p). Untuk Hamish Daud, saya mengenalnya melalui acaranya di salah satu stasiun televisi terkemuka di Indonesia. Nama program acara yang dibawakannya adalah My Trip My Adventure. Dan bahkan pada episode hari Sabtu kemarin saat dia pulang kampung di rumahnya di Sumba Timur, saya juga sempet jeles melihat kebersamaan Hamish dengan Nadine candrawinata yang sepertinya lebih dari sekedar teman.

Tokoh Ferre menurutku juga ga cocok diperankan oleh Herjunot Ali. Sepertinya dia kurang jantan. Dan dalam kehidupan nyata, menurut rumor yang beredar dari para wartawan gosip, Herjunotlah yang sesungguhnya gay. Lalu kenapa lantas dia yang harus jadi laki2gagah dan sukses? saya merasa bahwa cocoknya seharusnya yang jadi Ferre sang pria sukses adalah Fedi Nuril, atau Hamish Daud atau Arifin Putra atau siapapun asal bukan Herjunot Ali. Saya tidak sedang meng - under estimate - kemampuan berakting Junot, tapi menurutku penampakan fisiknya sama sekali tidak mendukung. Dia memiliki gestur yang agak melambai.

Untuk pemeran tokoh Diva pun menurut saya tidak cocok diperankan oleh Paula Verhoeven. Kenapa? karena menurut saya meskipun tampak dia berusaha keras untuk berakting judes, namun kesan itu tidak sampai kepada penonton, atau setidaknya saya. Okelah dia memang cantik dan memiliki kaki yang sangat panjang dan mulus, namun saya bahkan memiliki daftar nama2artis yang (menurut saya) lebih cocok memerankan tokoh Diva.

Sebut saja nama Catherine Wilson atau biasa dipanggil keket, atau Indah Kalalo. Dua peragawati itu selain cantik juga mereka memiliki paras judes, sombong, angkuh secara alami. Sehingga saya yakin tidak perlu berakting maksimal pun kesan itu akan sampai kepada penonton. Kesan itu sesuai sekali dengan karakter Diva. Jika kurang puas dengan dua nama itu dan ingin menonjolkan kesan tentang seorang yang blasteran dengan logat atau dialek ala2Cinta Laura, maka saya membayangkan peragawati senior Donna Harun cocok sekali memainkan peran itu.

Dan sebagai penonton yang sudah membaca bukunya, saya merasakan antiklimaks yang berkali kali. Saat saya merasa bahwa seharusnya cerita itu berakhir atau selesai alias buyar, alih2demikian malah diperpanjang lagi. Tercatat ada sekitar 3 atau 4 kali antiklimaks yang dibuat oleh Rizal. Efek yang ditimbulkannya, saya merasa capek menontonnya dan mulai berharap, mana endingnya, mana akhir ceritanya, kok gak selesai2sih filmnya. Dan memang betapa kagetnya saya saat tahu durasi film itu. 2 jam. Ekspektasi saya biasanya kan film2Indonesia itu cuma 1.5 jam saja. Euh memang benar2istimewa film satu ini

Hal yang mengganggu lainnya adalah perilaku penonton. Termasuk perilaku saya juga. Karena saya diserang radang tenggorokan makanya hampir sepanjang pemutaran film itu saya selalu batuk2. Saya sadar diri, bahwa perilaku saya ini sebenarnya sangat mengganggu orang2disekitar saya. Saya yakin itu. Namun meskipun telah saya tahan sedemikian rupa, saya menyerah pada keadaan dan terbatuk batuk terus.

Sementara untuk perilaku penonton yang lain, saya yakin sebagian besar mereka belum membaca bukunya karena rata2penontonnya adalah anak ABG alay yang pasti malas membaca. Saya yakin mereka begitu stressnya dengan pelaksanaan kurikulum 2013 sehingga tidak memiliki waktu untuk membaca karya2bermutu dari penulis2Indonesia. Dan itu tercermin dari perilaku mereka. Mereka sering sekali mentertawakan sesuatu yang menurut saya tidak lucu. Mereka tertawa saat Dimas dan Reuben mengikrarkan diri sebagai gay (mungkin dilingkungan sekitar mereka tidak pernah berinteraksi dengan para gay ya?) atau saat adegan ranjang antara Rara dan Aswin yang tidak ada apa2nya (seakan mereka belum pernah nonton film biru saja)

But overall, this movie is awesome. Very recommended movie. Kalo ada yang mau ngajak saya nonton film ini untuk kedua kalinya saya juga tetep mau kok (itu kode buat yang mau menarik perhatian saya, hahahaha)

Write From Heart,

Vee

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun