Mohon tunggu...
DEVI FEBRIANA
DEVI FEBRIANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

Saya adalah seorang mahasiswa semester 4, hobi saya adalah membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi

8 Juli 2022   14:36 Diperbarui: 11 Juli 2022   10:14 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PEMENUHAN HAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DISEKOLAH INKLUSI 

 

Devi Febriana_2000002004

devi2000002004@webmail.uad.ac.id

Setiap anak memiliki ciri khas serta kelebihan yang berbeda satu sama lain. Anak dengan kebutuhan khusus merupakan salah satu contoh perbedaan ciri khas dari seorang anak. Perbedaan tersebut harus diapresiasi dengan baik oleh individu yang berada dilingkungan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2014 kembali mendapat laporan tentang kasus dugaan kekerasan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berusia 14 tahun hingga menimbulkan luka fisik, yang telah dilakukan oleh pihak sekolah. Laporan yang diterima KPAI 2014 terkait kekerasan fisik pada ABK juga terjadi disekolah yang berbasis boarding school. Terkait kasus tersebut KPAI memberikan rekomendasi kepada Kemendikbud agar melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan boarding school untuk anak berkebutuhan khusus. Tindakan preventif dari pemerintah untuk meredakan maraknya kasus kekerasan atau diskriminasi pada anak dianggap sangat perlu dilakukan. Kegiatan evaluasi serta monitoring penyelenggaraan sekolah untuk ABK harus dilakukan semaksimal mungkin. Dalam hal ini, pemerintah juga mempunyai andil yang besar terkait posisinya sebagai pembuat undang-undang bagi perlindungan warga negara.

            Tindak kekerasan serta diskriminasi yang diterima oleh ABK di Indonesia sepertinya belum menjadi masalah bagi masyarakat luas. Hal tersebut menunjukkan tingkat kepedulian masyarakat dengan kehidupan ABK yang masih rendah. Seorang ABK di kulonprogo ditolak oleh sebuah sekolah saat mendaftar tanpa alas an yang jelas (Tribun Jogja, 2014). Hal ini menunjukkan belum semua sekolah memiliki visi yang jelas dalam mengakomodir Pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus. Pihak sekolah sebagai Lembaga formal penyelenggara Pendidikan seharusnya tidak mempermasalahkan masalah fisik peserta didik. Dampak lingkungan sosial bagi perkembangan mental atau psikologi anak harus benar-benar disadari ole semua pihak terkait. Sekolah yang perlu diketahui sebagai salah satu lingkungan yang bernuansa Pendidikan harus menerapkan prinsip-prinsip kesamaan hak bagi semua peserta didik tanpa terkecuali bagi anak ABK.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 

            Menurut mulyono (2006;26) anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai anak yang mempunyai kecacatan atau yang menyandang ketunaan, dan anak berbakat. Seiring perkembangannya kenunaan dapat diartikan sebagai berkelainan atau luar biasa. Konsep ketunanan cenderung mengarah pada orang yang mempunyai kecacatan sedangkan konsep kelainan atau luar biasa anak yang menyandang ketunaan maupun yang memiliki keunggulan. Menurut Heward 2003 anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai karakteristik berbeda dengan anak pada umumnya tetapi tidak berarti perbedaan tersebut selalu mengarah kepada ketidak mampuan secara mental, emosi atau fisik. Menurut Mangusong 2009 anak berkebutuhan khusus atau luar biasa adalah anak yang mempunyai perbedaan dalam hal: ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun campuran dari dua atau lebih. Hal-hal diatas dari rata-rata anak normal ia memerlukan perubahan yang mengarah pada perbaikan tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan lainnya, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi atau kemampuannya secara maksimal. Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai ciri khas berbeda dibandingkan anak pada umumnya, dimana ciri khas tersebut terkait dengan fisik, emosi, maupun mental yang berada dibawah maupun diatas rata-rata anak pada umumnya.

Hak-Hak Anak Berkebutuhan Khusus 

Anak-anak berkebutuhan khusus mempunyai kesetaraan dengan warga negara lainnya termasuk hak Pendidikan. Kesetaraan hak mereka dengan warga negara lain ditegaskan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar1945 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.undnag Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengatur secara khusus. Menurut pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa “ Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesbilitas untuk memperoleh Pendidikan Khusus.” Artinya bahwa anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa juga termasuk anak yang memerlukan penanganan kusus sehingga berhak diikutsertakan dalam Pendidikan khusus. Menurut pasal 3 Permendiknas No 7- tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi menyatakan bahwa “ setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak mengikuti Pendidikan secara inklusif pada satuan Pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

            Peraturan Pemetintahan republic Indonesia Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa menyatakan bahwa peserta didik berkebutuhan kghusus mempunyai hak yaitu:

  • Memperoleh perlakuan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan kelainannya
  • Memperoleh Pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya
  • Mengikuti program Pendidikan yang bersangkutan atas dasar Pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat Pendidikan tertentu yang telah dibekukan
  • Memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan kelainan yang disandang dan persyaratan yang berlaku
  • Pindah ke sekolah yang sejajar atau melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi sesuai dengan Kelaina  yang disandang dan persyaratan penerimaan siswa pada sekolah yang hendak dimasuki
  • Memperoleh penilaian hasil belajar
  • Menyelesaikan program Pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan
  • Memperoleh pelayanan khsusu sesuai dengan jenis kelainan yang disandang

Bentuk dari Pendidikan bagi ABK adalah Pendidikan Inklusi. Menurut Pasal 1 Permendiknas No. 70 tahun 2009, Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan Pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk mengikuti Pendidikan atau pembelajaran dala satu lingkungan Pendidikan secara Bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Menurut Pasal 2 Pemendiknas No. 70 tahun 2009 pasal 2, tujuan dari Pendidikan inklusif yaitu ;

  • Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, metal dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh Pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
  • Mewujudkan penyelenggaraan Pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Hak Memperoleh Perlakuan sesuai Bakat, Minat, kemampuan, dan Kelainannya 

Komponen pertama yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak berkebutuhan khusus adalah hak memperoleh perlakuan sesuai bakat, minat, kemampuan, dan kelainanya. Hasil analisis data hak siawa untuk memperoleh perlakuan yang sesuai dengan bakat, minta, kemampuan dan kelainannya telah terpenuhi secara optimal oleh pihak sekolah. Ibu Lili Riskiningtyas selaku guru damping ABk sesuai dengan kondisinya, misalnya saat peserta didik ABK dengan jenis tunalaras sedang mengerjakan soal dikelas namun anak tersebut tidak mampu menyesuaikan dengan keadaan kelas yang tenang, anak akan terus bermain sendiri sampai berpindah posisi dengan berjalan ke tempat duduk temannya maka furu akan menegurnya dan jika anak tersebut masih tidak mau mengikuti aturan kelas, amak guru dan peserta didik tersebut membuat kesepakatan untuk mengerjakan soal sesuai dengan kemauan peserta didik.

Hak Memperoleh Pendidikan Agama sesuai dengan Agama yang Dianutnya 

Komponen kedua yang telah berkaitan dengan pemenuhan hak anak berkebutuhan khusus adalah hak memperoleh Pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya, dapat diketahui bahwa hak siswa ABK untuk memperoleh Pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya telah terpenuhi dengan maksimal oleh pihak sekolah. Pemenuhan Pendidikan Agama bagi peserta didik ABK telah sesuai dengan Pasal 12 UU No. 22 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa siswa berhak memperoleh Pendidikan dari guru agama yang seagama dengan peserta didik. Pemenuhan Pendidikan agama ini merupakan hak sangat penting ditengah masih terjadinya beberapa diskriminasi Pendidikan agama di beebrapa daerah di Indonesia dimana peserta didik tidak menerima Pendidikan agama sesuai dengan agama mereka menurut Triyanto, 2015.

Hak Mengikuti Program Pendidikan 

Komponen ketiga yang ditelaah adalh pemenuhan hak ABK untuk mengikuti Pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk menmperoleh pengakuan tingkat Pendidikan tertentu yang telah dibakukan.

Hak Memperoleh Bantuan Fasilitas Belajar, Beasiswa atau Bantuan Lain sesuai dengan Kelainan yang Disandang

Menunjukkan bahwa hak peserta didik untuk memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau lain yang sesuai dengan kelainan yang disandang dan persyaratan yang berlaku telah dipenuhi oleh pihak sekolah secara optimal. Bahwa memang tersedia fasilitas bantuan untuk ABK seperti adanya mainan puzzle atau pembuatan prakarya yang dilakukan peserta didik dengan didampingi dan dibimbing guru, kegiatan ini dirancang untuk melatih dan mengembangkan kemampuan motoric peserta didik ABK.

Hak untuk Memperoleh Penilaian Hasil Belajar 

ABK diberikan buku penghubung antara orang tua dan gutu damping untuk selalu memantau kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik selama disekolah. Buku penghubung tersebut diberikan kepada orang tua supaya orang tua dapat selalu memantau seluruh aktivitas anaknya disekolah. Setiap hari guru damping akan menulis apa saja yang dilakukan peserta didik Ketika di sekolah dalam buku penghubung, kemudian pada hari itu juga siswa akan membawa buku penghubung tersebut ke rumah untuk ditunjukkan kepada orangtuanya lalu di berikan tanda tangan oleh orang tua.

Hak Menyelesaikan Program Pendidikan Lebih Awal dari Waktu yang Ditentukan 

Hak ABK untuk menyelesiakn program Pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan tidak terdapat di SDIT AL Irsyad AL Islamiyyah 02 Purwokerto, hal tersebut terlihat dalam hasil angket. Karena dalam kegiatan belajar mengajar tidak memberikan “keistimewaan” kepada peserta didik ABK untuk menyelesaikan program studinya dengan waktu yang lebih cepat.

Hak Memperoleh Layanan Khusus sesuai dengan Jenis Kelainan 

Layanan khusus yang diperoleh peserta didik ABK yaitu dengan adanya guru dapingan yang akan mendampingi siswa ABK di lingkungan sekolah, baik saat proses pembelajaran dikelas maupun kegiatan diluar kelas.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum hak anak berkebutuhan khusus telah terpenuhi. Dari tujuh komponen, ada 6 komponen yang terpenuhi dan 1 komponen yang tidak terpenuhi. Sesuai dengan hasil kajian Rahayu 2013 yang dilakukan pada Pendidikan anak usia dini yang menunjukkan bahwa Pendidikan perlu memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan kgusus masih belum dilakukan secara optimal.

Kesimpulan 

Bahwa sekolah telah mampu menerapkan konsep sekolah inklusi dengan cukup baik meski masih belum semua hak ABK terpenuhi, namun secara umum hak-hak ABK telah dapat dipenuhi. Hak yang belum terpenuhi adalah pemberian kesempatan yang sama dalam keterlibatan berbagai kegiatan sekolah. Sedangkan hak-hak yang cukup terpenuhi adalah hak memperoleh perlakuan sesuai bakat, minat, kemampuan, dan kelainannya, hak memperoleh Pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya, hak mengikuti program Pendidikan, hak memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan kelainan yang disandang, hak untuk memperoleh layanan khusus sesuai dengan jenis kelainan. Hal ini disebabkan peserta didik ABK di sekolah inklusi masih dianggap sebagai beban daripada suatu tanggung jawab pendidik.

Daftar Pustaka 

Indriawati, P. 2013. Implementasi Kebijakan Tugas Guru Pembimbing Khusus pada Pendidikan Inklusif di SD Negeri se-Kecamatan Junrejo Batu. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, 1 (1): 49-55. 

Hermanto, 2010. Penyelenggaraan Pendidikan Khusus Membutuhkan Keseriusan Manajemen Sekolah. Jurnal Pendidikan Khusus, 6 (1): 65-82. 

Fuadi, K. 2016. Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta. Hikmah Journal of Islamic Studies, 11 (2): 1-27. 

Rahayu, S.M. 2013. Memenuhi Hak Anak Berkebutuhan Khusus Anak Usia Dini melalui Pendidikan Inklusif. Jurnal Pendidikan Anak. 2 (Rahardja, 2016)(2): 355-363 

Tribun Jogja. 4 Juli 2014. Sekolah Masih Lakukan Diskriminasi pada Siswa Berkebutuhan Khusus Tribun Jogja, hlm. 4.

Triwulandari, A., & Panditia, W.S.S. 2015. Sikap Guru terhadap Penerapan Program Inklusif Ditinjau dari Aspek Guru. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2 (2): 122-130.

Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa. 

Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagiPeserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Memiliki Bakat Istimewa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun