The Hymn of Death yang dibintangi Lee Jong suk dan Shin Hye sun ini tayang pada tahun 2018 di SBS dan tersedia di Netflix. Drama bergenre Sageuk melodrama ini diangkat dari kisah nyata dan sebelumnya pernah diadaptasi kedalam film dengan judul Death Song.
Latar belakang
Drama ini mengajak penonton mundur ke tahun 1921. Saat itu situasi Korea masih berkecamuk dan dalam masa pejajahan Jepang. Kebebasan rakyat juga masih dalam pembatasan serta mereka masih hidup dalam lingkar kemiskinan, termasuk keluarga sang tokoh utama, Yon Sim deok.
Dimasa ini beberapa anak muda beruntung dapat belajar di Tokyo, salah satunya adalah Kim Woo jin (Lee Jong suk). Dia kuliah jurusan sastra inggris di Universitas Waseda. Woo jin adalah mahasiswa cerdas yang memiliki rasa nasionalisme tinggi. Melalui tulisan dia mencurahkan perhatian untuk negaranya.
Dia bersama teman-teman mahasiswa lainnya tergabung dalam sebuah asosiasi penggalangan dana. Dalam kegiatan asosiasi mereka akan melakukan tur dengan pertunjukan seni. Tur seni disini dengan tujuan lain juga dimaksudkan agar bisa membantu dalam pelestarian seni Joseon.
Awal pertemuan
Ditengah persiapan latihan, mereka kekurangan anggota yang memiliki penguasaan seni vokal. Maka kemudian salah seorang anggota tim merekomendasikan Yon Sim deok (Shin Hye sun).
Yon Sim deok adalah gadis seumuran Woo Jin, 25 tahun. Dia dari jurusan musik vokal di sekolah musik Ueno. Sim deok memiliki paras gemilang dan suara yang indah.
Dari segi idealisme, Sim deok berlawanan dengan Woo jin. Sim deok tau negaranya sedang kacau, namun sempat menolak untuk bergabung dengan asosiasi yang diketuai Woo jin. Dia ingin memprioritaskan studinya. Hal inilah yang membuat pertemuan awal mereka berlangsung kurang baik.
Namun seiring waktu mereka mulai nyaman satu sama lain. Sim deok menunjukkan ketertarikannya semenjak Woo jin memuji suaranya yang indah.
Woo jin sendiri mulai menyukai karena Sim deok adalah gadis yang satu server dengannya. Bersama Sim deok, Woo jin merasa menikmati dunianya. Selain itu juga karena kenyamanan yang dia temukan saat bersama Sim deok.
Begitulah perasaan mereka terus terjalin semakin dalam. Woo jin yang akhirnya welcome membuat Sim deok semakin mengejar, dalam artian sungguh-sungguh dengan perasaannya.
Konflik percintaan
Ditengah bunga-bunga cinta yang sedang terjalin, ada rahasia yang belum diungkapkan oleh Woo jin. Kenyataan bahwa dia sudah menikah dan orang tuanya yang merupakan penguasa bisnis.
Woo jin sendiri dilarang menekuni sastra oleh ayahnya meski memiliki bakat menulis. Dia harus mengelola bisnis keluarga sesudah menyelesaikan pendidikan sastranya di Tokyo.
Tentu saja hal ini adalah pukulan besar bagi Sim deok. Dia seperti habis dipersilahkan masuk lalu diusir keluar sebelum disajikan hidangan.
Namun meski telah terpisah sekian tahun, api cinta diantara mereka tidak padam. Merek justru semakin saling merindukan. Maka jadilah kisah cinta terlarang ini tetap berlanjut.
Unfortunately
Romantisme memang indah, namun saya pribadi tidak begitu memujanya. Bagi saya romantisme tidak harus berlebihan dan mengesampingkan fakta kehidupan. Seberapa menyakitkan akibat yag timbul dari sebuah romatisme, hendaknya diterima tanpa memprotes hukum alam.
Dalam drama ini tokoh Sim deok dan Woo jin punya masalah masing-masing. Sim deok dengan problem keuangan keluarga yang membuatnya menjadi tulang punggung dan Woo jin dengan ketidak bahagiaannya karena menjadi 'boneka' ayahnya.
Woo jin sendiri telah menikah dengan wanita yang amat baik hatinya, namun sayangnya Woo jin tidak mencintainya. Meski begitu wanita ini tetap setia. Dia bahkan mengatakan tidak apa-apa tidak pernah mendapatkan cinta dari suaminya. Entahlah apa yang membuat Woo jin tidak tergerak hatinya pada wanita sebaik ini.
Sim deok sendiri sebenarnya juga wanita yang baik. Jika tidak minus hubungan mereka yang terlarang, maka Sim deok akan menjadi pendamping hidup potensial bagi Woo jin. Mereka saling suka dan juga mempunyai ketertarikan yang sama.
Namun mereka tetap melewati batas, tetap tak ingin terpisahkan apapun keadaannya. Maka ketika keadaan memaksa mereka untuk berpisah, merekalah yang akhirnya memutuskan berpisah dengan keadaan.
Dalam perjalanan menggunakan kapal, mereka menikmati detik-detik terakhir yang amat membahagiakan. Detik ketika mereka bisa saling menggenggam dan tersenyum lepas.
Akhir kisah mereka bunuh diri untuk menutup cerita mereka yang tak ada harapan happy ending. Selain karena cinta juga masalah hidup mereka masing-masing yang semakin pelik.
Pikir mereka mungkin, jika mereka tidak bisa saling menguatkan dalam masalah mana mungkin dapat bertahan. Mungkin bagi mereka kekuatan adalah ketika mereka bisa bersama, dan itu mustahil.
Jadi apakah kalian setuju dengan akhir yang mereka pilih ?
Jawabannya boleh jadi tergantung sedalam apa cinta yang pernah kalian rasakan. Tapi sedalam apapun itu, rasanya tetap tidak dibenarkan mengakhiri dengan cara demikian. Setuju ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H