* As-Sunah riwayat Ahmad Abu Daud, dan Al Nasa'i "Rasulullah bersabda : " apabila berselisih kedua belah pihak (penjual dan pembeli) dan tidak ada bukti-bukti diantara keduanya, maka perkataan yang diterima ialah yang dikemukakan oleh pemilik barang atau saling mengembalikan".
* Ijma
* Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
* SK. MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 Tanggal 30 Syawwal 1424 H (24 Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syari'ah Nasional
* fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
3. Â Ruang Lingkup dan Objek Arbitrase
Ruang lingkup arbitrase berkaitan dengan persoalan peraturan-peraturan UU yang mengatur hak-hak perorangan (individu) yang berkaitan dengan harta benda.Â
Tugas hakam yang berhubungan dengan wewenang sengketa yang berkaitan dengan hak perorangan, tujuan utama bagi pelaksanaan arbitrase adalah menyelesaikan sengketa dengan cara damai. Sengketa yang diselesaikan oleh hakam hanyalah sengketa yang dapat diterima sifatnya untuk didamaikan.Â
Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa tahkim boleh pada masalah harta benda, tetapi tidak boleh dalam masalah hudud, qisas, dan li'an, karena masalah ini merupakan urusan pengadilan.
4. Â Keputusan Hakam
Perdamaian adalah persetujuan dari kedua belah pihak untuk mengakhiri sengketa dengan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Akad berdamaian adalah suatu janji yang harus ditepati.Â