Mohon tunggu...
Devi Ari Susanti
Devi Ari Susanti Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak

Seorang penulis amatiran yang ingin berkarya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Fenomena Tawar Menawar Pedagang Kecil

11 Maret 2021   10:42 Diperbarui: 11 Maret 2021   10:52 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Fenomena ini aku tulis setelah mendengar percakapan tawar menawar antara ibu-ibu pembeli dengan tukang sayur. Begitu kekehnya ibu-ibu itu menawar dagangan tukang sayur tersebut dengan harga murah, kira-kira percakapannya seperti ini:

Ibu-ibu: "Berapa harga sayur ini bang?"

Tukang sayur: "Tujuh ribu rupiah saja, Bu."

Ibu-ibu: "Dua ribu saja ya? Ini kan sudah stok terakhir."

Tukang sayur: "Tidak bisa, Bu. Harganya memang segitu."

Ibu-ibu: "Ayolah dua ribu rupiah saja lah."

Aku tak mendengar lagi jawaban tukang sayur, sepertinya tukang sayur itu berat untuk melepaskan dagangannya dengan harga murah. Tak berselang lama kemudian, aku mendengar suara suami dari ibu-ibu tersebut berteriak..

Suami ibu-ibu: "Bang, kasih aja sayurnya dua ribu rupiah."

Ibu-ibu: "Dua ribu rupiah ya, Bang?"

Tukang sayur: "Ya sudah, dua ribu rupiah, Bu."

Dialog-dialog tersebut sering kita dengar dan kita jumpai, bahkan kadang-kadang kita lah pelakunya. Tawar menawar merupakan suatu aktivitas yang sering dilakukan oleh pembeli dengan pedagang. Sering kali tawar menawar ini berujung dengan kesepakatan yang hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Namun, kegiatan tawar menawar ini sangat berbanding terbalik ketika berbelanja di supermarket, mall, atau pusat perbelanjaan lainnya.

Kita boleh berpuas diri mendapatkan barang yang kita inginkan dengan harga murah. Tapi, bagaimana dengan perasaan yang dirasakan oleh si pedagangnya? Apa mereka juga mendapatkan kepuasan yang sama seperti kepuasan yang kita dapatkan? Jawabannya pasti belum tentu. Kalau dipikir-pikir, kenapa orang-orang cenderung menawar harga barang dengan harga yang mencekik di pedagang kecil? Mengapa orang-orang tidak melakukan hal yang serupa ketika belanja di supermarket/mall/pusat perbelanjaan lainnya?

Dalam kasus ini pedagang menempatkan diri pada posisi yang tidak setara dengan pembelinya. Para pedagang menempati posisi yang lemah sedangkan para pembeli menempati posisi yang paling kuat. Posisi inilah yang menciptakan ketidakadilan dalam pratik tawar menawar. Padahal jika tidak melakukan penawaran, secara tidak langsung kita dapat membantu perekonomian rakyat kecil.

Kegiatan tawar menawar tidak berlaku ketika belanja di supermarket/mall/pusat perbelanjaan lainnya, terdapat beberapa faktor yang dapat melatarbelakangi hal tersebut, yakni rasa gengsi yang tinggi, rasa tidak pernah puas akan sesuatu, perasaan puas ketika belanja di tempat modern dengan total biaya yang banyak, mengikuti trend agar tidak dikatakan cupu, dan lain-lain.

Logikanya seperti ini, kita mampu membayar tagihan belanja di mall/supermarket/pusat perbelanjaan lainnya dengan total harga yang banyak tanpa ragu, otomatis kita juga mampu untuk membayar/membeli dengan harga yang sewajarnya tanpa menawar di pedagang kecil. Karena dengan tidak menawar di pedagang kecil, dapat membantu pendapatan, pemberdayaan, dan pemenuhan kebutuhan hidup para pelaku ekonomi menengah ke bawah. Di balik para pedagang kecil juga terdapat banyak harapan yang bergantung padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun