"Asada.. Ini memang keadaan yang sangat sulit. Tapi kumohon, jangan mempersalahkan dirimu. Ini memang pilihanmu, tapi kupikir, ini juga jalan yang terbaik baginya. Kau hanya tidak ingin dia menahan sakitnya. Dan, kau membuatku melihat rasa cintamu yang sangat besar untuknya."
***
Kumpulan manusia berkerubung layaknya para semut dalam kawanan. Sebuah mobil ambulans dengan sirene khasnya terdengar, melintas melewati sudut-sudut kota Bansoku yang gempar dengan satu peristiwa memilukan disana.
Salah seorang tetangga Asada menemukan Asada, tewas dengan kedua buah bola mata yang nyalang dan mulut penuh busa.
"Maaf! Permisi! Tolong jangan halangi kami!"
Tiga petugas rumah sakit tampak keluar dari dalam mobil ambulans, diikuti oleh Nero, yang keluar paling akhir, dengan wajah yang muram dan sangat pasi.
"A-sada.."
Nero terperangah, tak mampu mempercayai realita yang kini terhidang tepat di mata kepalanya sendiri. Kedua matanya melihat sendiri tubuh kaku Asada yang mulai membiru, serta buih-buih busa yang keluar dari dalam mulut jasad Asada.
"Asada.. Kau..",gumam Nero tatkala dirinya terjerembap, jatuh berlutut tak percaya dan menunduk.
"Pak! Ada obat dan alat suntik didalam genggaman korban!"
Mengangkat kepalanya menghadap sang petugas otopsi yang berdiri didepannya, Nero pun mengambil sebuah obat dan alat suntik yang telah ditampung dalam sebuah plastik transparan.