Mohon tunggu...
Devani Herast
Devani Herast Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengupas Cerita Saat Cinta Selalu Pulang dalam Novel Refrain Karya Winna Effendi

27 Februari 2018   21:47 Diperbarui: 27 Februari 2018   22:04 1691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Novel yang mengangkat kisah tentang percintaan pada masa-masa SMA memang sudah banyak memiliki peminat setia, tak jarang diantara kita sering hanyut cerita pada masa SMA yang konon katanya adalah fase yang paling indah pada siklus hidp manusia. Winna Effendi telah melahirkan banyak hasil karya tulisnya dalam bentuk novel dengan sukses diterima oleh semua kalangan. Dalam novel hasil karyanya yang ketiga yaitu Novel Refrain, Winna Effendi juga menorehkan kesuksesan yang bisa kita bilang sukses. Sang penulis, Winna Effendi ini lahir pada tanggal 16 Januari 1986 telah melewati masa-masa hidupya dengan berkeliling dunia. Sejak kecil Winna Effendi telah menunjukan minatnya pada dunia karya tulis dengan membaca karya-karya penulis yang tersohor seperti Roald Dahl dan Sarah Desses.

Selama ini Winna Effendi telah menciptakan cukup anyak novel, diantaranya adalah Kenangan Abu-Abu (2008), Ai: Cinta Tak Pernah Lelah (2009), Refrain: Saat Cinta Selalu Pulang (2009), Glam Girls Unbelievable (2009), Remember When (2011), Unforgettable (2012), Truth or Dare (2012), Draft 1: Menulis Fisksi Pertamamu (2012) dan banyak karya Winna yang lain. Karya Winna Effendi yang terbaru berupa novel telah di terbitkan pada tahun 2017 berjudul Someday. 

Dari banyak karya tulisnya yang berupa novel itu dua diantaranya telah diangkat dalam film layar lebar, diantaranya adalah Refrain dan juga Remember When. Novel Refrain dalam penayangannya pada tahun 2013 ini berhasil menarik perhatian hampir 300.000 penonton. Tak sedikit pula penghargaan yang ia dapatkan selama dia menjadi penulis, sampai sekarang ini Winna Effendi telah mendapatkan tiga penghargaan yaitu: Long list Khatulistiwa Award untuk Penulis Muda Berbakat (2009), Short List Anugerah Pembaca Indonesia cover fiksi favorit untuk Refrain (2009), Long list Anugerah Pembaca Indonesia novel fiksi favorit untuk Refrain (2009)

          Salah satu novel best seller karya Winna Effendi, Refrain ini mengambil latar belakang sosial murni di kota metropolitan Indonesia, Jakarta. Novel ini menceritakan kehidupan biasa dua anak SMA di Jakarta yang dibawakan penulis dengan cukup ringan dan mudah dimengerti untuk pembaca. Gaya bahasanya juga mudah dimengerti karena menggunakan percakapan sehari-hari. Kisah Refrain ini juga mungkin terinspirasi dari pengalaman Winna Effendi itu sendiri.

          Tema yang di angkat Winna Effendi dalam novel ketiganya yang berjudul Refrain kali ini adalah percintaan yang cukup sederhana. Novel bertemakan percintaan yang berdasarkan percintaan memang sudah dianggap biasa namun Winna berhasil membuat tema ini menjadi berbeda dengan bumbu-bumbu proses tokoh beranjak dewasa dan konflik keluarga yang beriringan dengan inti cerita yang ingin disampaian pengarang.

Ini bisa jadi sebuah kisah cinta biasa. Tentang sahabat sejak kecil, yang kemudian jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri. Sayangnya, di setiap cerita harus ada yang terluka. (Hal.1)

         Dari awal saja Winna telah memberikan petunjuk-petunjuk mengenai apa cerita yang akan diangkatnya dalam novel Refrain ini. Mungkin beberapa penulis dan pembaca tidak menyukai ide seperti yang Winna Effendi lakukan dalam novelnya. Tema percintaan anak muda telah kental terasa dalam isi novel Refrain yang dibawakan oleh dua sejoli, Nata dan Niki. Kisah cinta dua orang pemuda yang diperumit karena ikatan persahabatan mereka berdua.

"Semua orang selalu bilang, cewek dan cowok nggak pernah bisa jadi sekedar sahabat. Pada akhirnya, itu bener kan, Nat?" (Hal.306)

Niki memberanikan diri menatap langsung ke arah mata cowok itu, mencoba mencari sisa-sisa perlakuan gentleman yang selama ini lekat pada diri Oliver, juga permintaan maaf yang tidak kunjung keluar. Entah mendapat keberanian dari mana, ia mengangkat sebelah tangan dan melayangkan tamparan keras pada pipi kanan Oliver.   (Hal.300)

 

          Salah satu isi percakapan Nata dan Niki yang ada di awal-awal cerita mengharapkan tau rasanya jatuh cinta. Sampai akhirnya perasaan patah hari pertama Niki dan terungkapnya kebenaran perasaan Nata pada Niki yang membuat rusaknya persahabatan yang sudah mereka jalin sejak kecil.

Seperti orang bodoh saja, menunggu berjam-jam lamanya untuk seseorang yang tidak akan datang. Seharusnya, dia tidak terlalu terkejut, karena sudah beberapa kali Mama membatalkan janji sebelumnya. (hal.70)

 

          Itu adalah kutipan dari ucapan Annalise, salah satu tokoh utama dalam novel. Pada saat itu Annalise sedang mengalami masa sulit dalam keluarganya. Masalah perceraian orang tua dan kesibukan mamanya menjadi model dan perancang busana yang membuat Annalise tidak merasakan kasih sayang orang tua sama sekali. Di akhir cerita Winna Effendi juga memberikan penyelesaian masalah keluarga si tokoh Annalise ini. Tidak hanya berkukuh pada cerita persahabatan dan percintaan saja namun permasalahan yang sering kita alami shari-haripun ikut di hadirkan dan mungkin penulis novel Refrain ingin kita mengambil pelajaran dari cerita antara Nata, Niki dan Annalise ini.

           Rata-rata novel yang ditulis oleh Winna Effendi menggunakan alur maju namun tidak monoton. Pada novel Refrain ini pula Winna Effendi menggunakan alur maju. Pada awal-awal dan tengah cerita dituliskan saat Nata dan Niki yang sedang duduk di masa SMA dan menceritakan ingatan masa kecil mereka masih-masing. Pada akhir cerita Winna memajukan waktu cerita lebih cepat untuk menggambarkan kedua tokoh, Nata dan Niki yang sudah dewasa dan mendapatkan cintanya kembali. Alur yang ada di novel ini sangat sederhana dan tidak akan membuat pembaca sulit mendapatkan isi dari novel Refrain ini.

           Pengenalan tokoh dilakukan dengan detail namun ringkas dan jelas. Dalam pemunculan konfliknya dibuat dengan sesederhana mungkin untuk menghindari rasa dramatisme yang berlebihan karena mungkin target penulis adalah remaja-remaja. Konflik yang timbul tidak langung serentak bermunculan, contohnya pada saat Anna dipaksa untuk pindah ke Milan bersama mamanya diselesaikan terlebih dahulu sebelum memulai konflik baru yaitu cerita patah hati pertama Niki. Dalam ujung novel yaitu penyelesaian, Winna mengisahkan latar lima tahun kemudian setelah kepergian Nata ke New York, di mana saat itu pertemuan dua sejoli yang cintanya harus terpisah jauh dan dipertemukan untuk pertama kalinya. Ending yang diberikan Winna bisa terbilang menggantung karena pertemuan itu tidak mengatakan pada akhirnya Nata dan Niki akan bersama atau tidak, namun yang pasti cinta sudah pulang.

Saat itu, mereka berdua berusia tujuh tahun. Trampolin baru itu terlalu besar untuk tubuh mereka yang mungil sehingga Niki selalu merasa dia tenggelam dalam kegelapan hitam pekat kain raksasa itu. (Hal.352)

 

Tiba-tiba, Niki merasa sentimentil. Tidak terasa, lima tahun telah berlalu menggantikan hari cerah di pantai itu. Dia rela melakukan apa saja untuk kembali ke masa-masa itu, saat mereka hanyalah anak-anak yang polos, saat persahabatan saja sudah cukup. (Hal.366)

           Tokoh-tokoh yang di hadirkan dalam novel Refrain ini tidaklah terlalu banyak, hanya tiga tokoh utama yang membintangi setiap segmen-segmen cerita. Nata dan Niki tak lupa kehadiran anak baru, Annalise yang menjadi cikal bakal persahabatan yang rumit di antara mereka bertiga. Tokoh pembantu yang krusial yang juga hadir untuk memperkeruh keadaan sang tokoh utama pun juga dituliskan dengan baik oleh Winna Effendi.

           Tokoh Nata, dalam novel Refrain ini digambarkan sebagai pemuda yang biasa saja pada seumurannya, pintar, masih labil, pemalu, cuek, galak, dan tidak romantis. Perawakan yang cukup menarik lawan jenis karena beberapa temannya menyimpan kekaguman pada tokoh Nata ini. Tokoh Nata di novel ini juga digambarkan mempunyai obsesi dengan musik karena beberapa kali penulis mendeskripsikan Nata membawa gitar, menciptakan lagu-lagu dan sempat mengikuti pentas seni yang digelar sekolahnya.

Dengar-dengar, dia sangat pintar. Nilainya tidak pernah kurang dari angka delapan, walaupun dia jarang belajar dan lebih sering ketiduran saat pelajaran. Gayanya cuek dan sepertinya sifatnya agak pendiam. (Hal.35)

 

Tahun ini, kebetulan Nata yang didaulat untuk memeriahkan acara dengan pertunjukan musik solo di atas panggung walaupun dia menolak mentah-mentah lantaran benci harus tampil di depan khalayak umum. (Hal.91)

           Tokoh lain yang di hadirkan mengiringi tokoh Nata sejak kecil adalah Niki. Seorang gadis remaja yang hiperaktif. Satu-satunya gadis yang menarik perhatian Nata karenya tingkah-tingkahnya yang beda dari gadis-gadis biasanya. Niki tergolong gadis yang cukup populer karena ia bergabung dalam team cheerleader sekolah, Niki juga berteman dengan gadis-gadis populer di sekolah itu. Niki juga digambarkan seperti gadis yang suka memberontak pada kekangan namun tingkah lucunya membuat orang-orang tertarik dengannya.

Niki memejamkan mata, berharap dia tidak usah disuruh melakukan hal-hal konyol seperti membersihkan WC, membawa papan bertuliskan 'saya tidak akan bolos lagi', atau lari keliling lapangan seperti hukuman yang biasa diberikan guru-guru kepada murid yang nakal. (Hal. 74)

 

Niki berdiri di hadapannya sambil mengunyah batangan snack kismisnya, lengkap dengan seragam cheers yang serbapink. Rambut sebahunya dikucir satu tinggi-tinggi di atas kepala, bibirnya terulas lipstik merah muda senada, dan matanya dibingkai sedikit pemulas. (Hal.19)

           Tokoh lain yang menjadi sahabat baru Nata dan Niki, Annalise yang di gambarkan sangat cantik berperawakan model karena mamanya adalah Vidia Rosa, salah satu model dan perancang busana terkenal di antero negeri. Annalise digambarkan sangat sempurna dan juga berbalut kemewahan namun ia sangat sederhana. Annalise juga digambarkan sangat setia kawan terhadap sahabatnya, Nata dan Niki. Annalise tidaklah egois dalam perasaannya dalam masalah keluarga maupun persahabataan, namun Annalise belum cukup untuk bisa mengambil hati Nata.

Dalam jarak dekat seperti ini, Niki bisa melihatnya lebih jelas; sepasang alis yang melengkung sempurna, mata hijau tua yang dibingkai oleh bulu mata panjang yang super lentik, dan wajah polos yang pucat tanpa make-up. Fitur-fitur wajahnya begitu menonjol dan tidak proporsional--kedua matanya sipit, sedangkan hidungnya sedikit crooked, persis seperti ibunya, namun entah mengapa dia terlihat menarik. Seperti model, Niki membatin. Di matanya, Annalise terlihat begitu keren dalam balutan seragam sekolah swasta luar negeri (Hal.28)

           

          Ada juga beberapa tokoh pendamping seperti Helena, ketua team cheerleader yang populer dan bisa di bilang belagu karena apa yang dia punya, namun di balik itu dia sebenarnya membutuhkan sosok teman yang tulus dan tidak hanya memanfaatkannya. Oliver, cinta pertama Niki, kapten team basket sekolah tetangga yang Niki temui saat pertandingan basket di sekolahnya dan sempat menjalin hubungan bersama Niki namu tidak berujung baik karena sebenarnya bukan Niki yang Oliver inginkan. Vidia Rosa, mama dari Annalise yang berprofesi sebagai model dan perancang busana internasional yang sangat dipuja oleh Niki. Kak Dhanny, kakak Nata dan juga cinta monyet Niki, tidak digambarkan dengan rinci bagaimana tokoh Dhanny, namun bisa dilihat dari percakapan yang dilakukan Dhanny digambarkan sebagai kakak yang bijaksana dan berperawakan santai. Acha, adik Niki yang selalu ada untuk kakaknya, menjadi tempat curhat yang setia bagi Niki.

           Latar tempat yang digunakan penulis cukup banyak namun tidak kompleks untuk pembaca. Di dalam novel ini pula Winna Effendi menyajika tempat khas yang tidak biasa yaitu di trampoline besar milik Nata dan Niki sejak kecil. Trampolin itu ada di halaman belakang rumah Nata berdua. Trampolin itu juga digambarkan sebagai tempat yang sacral bagi Nata dan Niki karena trampoline itu adalah saksi bisu perahabatan mereka berdua.

Trampolin yang dipasang di kebun belakang rumahnya ini adalah tempat favoritnya dengan Niki. Waktu kecil, dia merengek supaya dibelikan sebuah trampolin besar. Setiap hari mereka berdua melompatlompat diatasnya sampai capek, kemudian berbaring terlentang di sana sambil menengadah memandang langit yang membentang luas. Kini mereka berdua sudah terlalu besar untuk berbagi ruang di trampolin itu, tapi tetap saja mereka suka melakukannya. (Hal.113)

          Tidak banyak latar tempat yang dihadirkan dalam nofel Refrain ini, hanya sekolah tempat mereka belajar dan juga sekolah tempat Oliver belajar, rumah Nata, rumah Niki dan rumah Ananalise yang digambarkan memiliki arsitektur yang sangat indah, lapangan basket di sekolah mereka dan juga lapangan basket kompleks rumah Nata dan Niki. Bandara, tempat dimana Nata, Niki dan Annalise menunggu kedatangangan Mama Annalise dan tempat mengantarkan Nata pergi ke New York.

           Latar waktu yang digunakan tidak begitu banyak. Latar waktu kita sehari-hari yang sering bermunculan dalam bab-bab di novel Refrain ini karena ceritanya tidak jauh-jauh dari kehidupan kita sehari-hari. Lalu ada saat 17 agustus diadakan pensi dimana Nata ikut perpartisipasi di dalamnya dan timbul benih-benih konflik yang akan dihadirkan dalam novel ini, seperti pertemuan pertama Niki dan Oliver, Helena merasa terabaikan oleh Oliver.

           Latar sosial dalam novel ini tidak di sajikan dengan dramatis. Nata dan Niki hidup dalam keluarga yang berkecukupan dan dengan budaya modern yang tidak begitu ditonjolkan oleh penulis.  Namun Annalise digambarkan sebagai anak seorang model dan perancang busana terkenal yang membuat hidupnya dipersulit oleh ibunya, ia harus berpindah-pindah sekolah dan hampir tidak pernah merasakan mempunyai keluarga, memang kebutuhan materil Annalise terpenuhi dari kerja keras ibunya, namun kerja keras ibunya pun juga membuatnya bingung harus berbuat apa dan memilih untuk menerima apapun dan pasrah.

           Sudut pandangyang digunakan dalam novel Refrain ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang ini sering digunakan oleh penulis-penulis novel bergenre percintaan yang juga merupakan ciri khas dari Winna Effendi itu sendiri. Winna cukup konsisten dengan sudut pandang  yang ia bawakan dari awal cerita sampai akhir cerita.

           Novel ketiga karya Winna Effendi ini memberikan pelajaran pada kita bahwa tidak ada cinta yang sempurna, semua datang dan pergi menguji kesabaran kita. Kita hanya perlu melath kesabaran dalam menunggu karena cinta itu akan pulang, tergantung kita masih setia menunggu atau malah memilih untuk meninggalkan. Persahabatan juga semacam itu, tidak ada persahabatan biasa saja, semua pasti akan timbul benih cinta dan bagaimana kita harus menyikapinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun