Keberadaan parkir liar sering kali menyebabkan keresahan bagi masyarakat. Tarif parkir yang tidak jelas dan sering kali lebih mahal dari tarif resmi menimbulkan ketidakpuasan pengguna jasa parkir (Moufad dalam Situmorang, 2024). Selain itu, praktik parkir liar yang tidak tertata dengan baik sering kali membuat masyarakat enggan berkunjung ke pusat perbelanjaan atau pasar tradisional. Akibatnya, hal ini menghambat perilaku konsumtif masyarakat, yang berdampak langsung pada penurunan pendapatan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta mengurangi potensi penerimaan pajak dan retribusi bagi pemerintah daerah.
Gangguan Alur Lalu Lintas
Juru parkir liar kerap beroperasi tanpa memperhatikan aturan lalu lintas, seperti memarkir kendaraan di badan jalan atau area yang tidak diperuntukkan untuk parkir. Hal ini tidak hanya menyebabkan kemacetan di kawasan perkotaan, tetapi juga menurunkan efisiensi mobilitas masyarakat dan aktivitas ekonomi (Rahmayani, 2023). Arus lalu lintas yang terganggu mengakibatkan waktu tempuh yang lebih lama, peningkatan konsumsi bahan bakar, serta ketidaknyamanan pengguna jalan.
Hilangnya Potensi Pendapatan Daerah
Keberadaan parkir liar yang tidak terintegrasi dalam sistem resmi retribusi daerah menjadi salah satu sumber kebocoran pendapatan yang signifikan. Pendapatan yang seharusnya masuk ke kas daerah justru dinikmati oleh pihak-pihak yang tidak memiliki legalitas resmi. Hal ini menciptakan hilangnya peluang bagi pemerintah daerah dalam mengoptimalkan pendapatan dari sektor parkir. Padahal, jika dikelola dengan baik melalui regulasi yang jelas dan efektif, sektor parkir dapat menjadi salah satu sumber retribusi yang potensial untuk meningkatkan PAD Provinsi Lampung (Rusprihanto, 2023).
REKOMENDASI KEBIJAKAN
1. Regulasi Parkir Liar melalui Kerjasama dengan Pemerintah Daerah
Untuk menekan praktik parkir liar, pemerintah daerah perlu meregulasi aktivitas parkir dengan mewajibkan juru parkir memenuhi syarat administratif sebelum beroperasi. Setiap juru parkir harus memiliki izin resmi dan surat perintah dari Dinas Perhubungan (Dishub) sebagai bentuk legalitas yang sah (Situmorang, 2024). Selain itu, Dishub wajib memberikan tanda pengenal, seragam, dan atribut resmi bagi juru parkir yang terdaftar, serta melakukan pengecekan berkala untuk memastikan kepatuhan mereka. Hal ini akan membantu masyarakat membedakan juru parkir resmi dari parkir liar (Rahmayani, 2023). Langkah lain yang perlu diambil adalah memberikan edukasi dan meningkatkan kesadaran kepada juru parkir serta masyarakat mengenai pentingnya mematuhi aturan parkir. Dengan regulasi yang tegas, parkir liar dapat ditekan, dan pendapatan retribusi daerah dapat dioptimalkan.
2. Penegakan Hukum dan Penerapan Sanksi Tegas terhadap Parkir Liar
Penegakan hukum perlu dilakukan dengan melarang praktik parkir liar secara tegas berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemerintah daerah, melalui koordinasi dengan aparat penegak hukum, harus meningkatkan pengawasan di lokasi-lokasi rawan parkir liar dan memberikan sanksi administratif berupa teguran, peringatan tertulis, hingga pencabutan izin operasional. Jika juru parkir liar melakukan pelanggaran serius, seperti pungutan liar yang merugikan masyarakat, sanksi pidana dapat diterapkan sesuai Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman pidana berupa penjara maksimal sembilan tahun diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku parkir liar dan menciptakan ketertiban dalam tata kelola parkir di Provinsi Lampung (Situmorang, 2023).