Pengertian Hukum Perdata Islam Di Indonesia
Hukum perdata Islam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum perkawinan, pewarisan dan pengaturan materi dan hak milik, aturan jual beli, pinjam meminjam, persekutuan (kerja sama bagi hasil), pengalihan hak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan transaksi.
Hukum perdata Islam dalam fikih Islam dikenal dengan istilah fikih Mu'amalah, yaitu peraturan-peraturan (hukum Islam) yang mengatur hubungan antar individu. Hukum perdata Islam pada umumnya diartikan sebagai norma hukum yang berkaitan dengan hukum keluarga muslim seperti hukum perkawinan, talak, waris, wasiat dan hadiah. Pada saat yang sama, dalam arti khusus, hukum perdata Islam dimaknai sebagai hukum sebagai norma yang mengatur yang ada dalam kaitannya dengan hukum ekonomi Islam, seperti hak jual beli, hutang tuntutan, sewa, syirkah, mudharabah, upah, Muzara'ah, Mukhabarah dll.
Selain itu, kata hukum perdata dalam arti luas meliputi, setiap hukum atau materi privat, yaitu semua hukum dasar yang mengatur kepentingan individu. kata "perdata" juga sering digunakan sebagai kebalikan dari pidana. Hukum perdata menurut ilmu hukum dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. hukum tentang diri seseorang; 2. hukum kekeluargaan; 3. hukum kekayaan; dan 4. hukum warisan.
Dalam hukum perdata diatur dalam hubungan kekerabatan, yaitu perkawinan dan hubungan di lapangan kekayaan antara suami dan istri, hubungan antara orang tua dan anak-anak, Perwalian. Lahirnya hukum perdata tidak terlepas dari fitrah manusia makhluk sosial yang selalu memiliki hubungan satu sama lain. Hubungan manusia telah berkembang sejak kelahiran manusia sampai mati.Â
Pendapat bahwa hubungan itu lahir manusia adalah kodratnya karena takdirnya hidup bersama dan mengenal hakikat hidup sebagai proses kehidupan manusia alami dari lahir sampai mati. Proses Interaksi terjadi setelah manusia hidup, yaitu antar manusia laki laki sesama jenis, wanita dengan wanita atau pria dengan wanita.
Prinsip Perkawinan UU 1 Tahun 1974 dan KHI
Asas perkawinan menurut UU No. 1/1974 adalah:
- Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
- Sahnya perkawinan sangant tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing
- Asas monogami
- Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya
- Mempersulit terjadinya perceraian
- Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.
Menarik untuk ditelaah bahwa fondasi pernikahan ini kokoh seperti dalam Al Qur'an dan Hadits. Seperti yang dijelaskan oleh M. Rafiq, Prinsip pertama dan keempat dapat dilihat sebagai rujukan pada firman Allah: "Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih saying. Sesugguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi kaum yang berfikir" (QS. Al Rum: 21).
Adapun asas kedua, sudah jelas apa hukumnya, harus diperoleh dari Quran dan al-Hadits. asas ketiga bisa diperhatikan firman allah: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah dengan wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga, empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil maka kawinlah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya". (QS. an-Nisa: 3)
Asas kelima berkaitan dengan Hadits Rasul yang berbunyi: "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian". (HR. Abu Daud dan atTirmidzi). Asas keenam sejalan dengan firman Allah: "(karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka usahakan".Â