Mohon tunggu...
Sosbud

Gusur Lagi, Gusur Lagi, Apakah Tidak Ada Solusi Lain?

1 Juni 2018   10:25 Diperbarui: 1 Juni 2018   11:23 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akan tetapi menurut salah satu warga yang bernama Nurhuda, eksekusi tersebut adalah salah obyek, dikarenakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) 434 milik PT Patra Jasa telah berakhir pada tahun 2006. "karena pihak Patra tidak bisa menunjukkan surat SHGB 434, karena SHGB-nya sudah tidak berlaku pada tahun 2006.

Kemudian 2013 mengajukan perpanjangan kepada Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur dan juga Surabaya satu, kemudian dikabulkan sebagian." Nurhuda menambahkan, "Cuma 7,6 hektar saja, sedangkan 6,5 kembali ke negara sehingga tanah ini milik negara. Mestinya yang melakukan eksekusi adalah pihak negara bukan pihak dari PT Patra Jasa".

Dalam hal pelaksanaan eksekusi penggusuran, pihak dari PT Patra Jasa mengacu pada surat Putusan Nomor 553/PDT/2014/PT Sb, Juncto Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 333/PDT.G/2013/PN.Sby yang menyatakan bahwa PT Patra Jasa sebagai pemegang hak sah atas lahan seluas 142.443 m2 yang terletak di Kelurahan Gunungsari, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya dan warga yang tidak memiliki hak atas tanah tersebut untuk segera mengosongkan tanah milik PT Patra Jasa.

Dan begitu lah penggusuran tak dapat dihindari, warga hanya pasrah melihat pihak PT Patra Jasa yang melakukan proses pembongkaran terhadap rumah mereka menggunakan alat berat dan juga dikawal oleh anggota Polisi dan TNI. Setelah proses penggusuran selesai warga pun mendatangi pihak Pemkot Surabaya dengan harapan mereka bisa mendapat bantuan rusun yang dapat mereka gunakan sebagai tempat tinggal sementara.

Sengketa lahan, dua pihak sama sama mengklaim bahwa lahan tersebut adalah miliknya, sengketa pun terjadi dan akhirnya dibawa ke ranah hukum, putusan sidang keluar dan terjawablah siapa yang memenangkan sengketa atas lahan tersebut. Tak perlu kaget jika yang memenangkan sengketa lahan biasanya adalah pihak yang hendak memanfaatkan lahan tersebut, entah itu developer atau bahkan institusi pemerintah.

Sebelum memutuskan apakah putusan sidang selalu benar dan apakah setiap sengketa lahan itu warga selalu salah kita hendaknya menelisik terlebih dahulu mengenai sebenarnya milik siapa lahan tersebut. Seperti kita ketahui bersama terdapat beberapa macam hak atas tanah, yaitu antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain sebagainya.

Dalam kasus kawasan Pulosari yang mengalami penggusuran kita perlu merujuk terlebih dahulu sebenarnya siapa yang lebih dulu menempati lahan tersebut. Seperti yang dikatakan Nurhuda, PT Patra Jasa mengelola lahan tersebut dengan status hak guna bangunan yang memiliki jangka waktu tertentu.

Hak guna bangunan sendiri adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Jika dirunut dari pengertian diatas memang sepertinya pihak PT Patra Jasa yang lebih dulu menempati kawasan tersebut, akan tetapi juga perlu diperhatikan mengenai tenggat waktu berakhirnya hak guna bangunan yang mereka kuasai dikarenakan hak guna bangunan akan berakhir ketika tenggat waktu yang ditentukan juga berakhir.

Biasanya sebelum dilakukan eksekusi penggusuran, akan dilakukan mediasi terlebih dahulu antar kedua belah pihak yang bersengketa guna menghindari terjadinya konflik yang tidak diinginkan. Sebenarnya untuk menghindari konflik yang tidak diinginkan bisa dilakukan dengan manajemen konfik, yang mana merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.

Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interest) dan interpretasi. Bagi pihak luar (diluar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun