Mohon tunggu...
Deva Umarsyah
Deva Umarsyah Mohon Tunggu... Freelancer - Love of Wisdom

Membaca adalah senjata tajam yang lebih menyakitkan dari sebutir peluru

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU KUHP 2019: Produk Hukum yang Kontroversial

26 Oktober 2019   14:22 Diperbarui: 26 Oktober 2019   15:15 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berawal dari Aksi Gejayan Yogjyakarta

Aksi ini menjadi titik awal dari serangkaian demo yang meledak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Penggerak Aksi Gejayan Yogyakarta bukan sekedar berasal dari elemen mahasiswa tetapi juga partisipasi Masyarakat Yogyakarta. Mengapa mereka turun ke jalan? Apa tujuan mereka? Jawabannya tidak lain adalah ketidaksetujuaan Masyarakat Yogyakarta tentang RUU-KUHP 2019 dan Revisi UU KPK. Demonstrasi besar ini sontak menjadi motivasi bagi seluruh elemen masyarakat di berbagai daerah di Indonesia untuk ikut andil dalam mengupayakan agar tidak disahkannya RUU-KUHP dan Revisi UU KPK.

Noda Hitam RUU-KUHP

Rancangan UU KUHP seperti alat jerat yang memiliki pisau dan gerigi tajam yang siap menerkam siapapun yang melanggar setiap peraturan yang tertulis yang tersebar pada setiap pasal-pasalnya. RUU-KUHP seolah menjadi momok menakutkan bagi setiap masyarakat karena berpotensi menganggu tatanan sosial. Lantas, Seperti apa kengerian dari isi yang terkandung dalam RUU-KUHP tersebut?

Saya akan mengambil salah satu contoh dari ucapan Hotman Paris mengenai pendapatnya tentang RUU-KUHP yang pernah beliau posting di akun instagram pribadinya serta menilai secara general mengenai isi RUU-KUHP itu sendiri. Menurut Hotman Paris, RUU-KUHP adalah produk hukum yang paling aneh yang pernah dibuat oleh pemerintah karena memiliki beberapa pasal yang membinggungkan.

Beliau menambahkan, pada dasarnya produk hukum bukan serta merta disusun dengan cepat dan kemudian disahkan begitu saja, karena akan berpengaruh kepada proses sosial yang akan terjadi pada kehidupan masyarakat. Hotman Paris juga berpendapat bahwa pada dasarnya produk hukum seperti RUU-KUHP itu membutuhkan waktu yang lama untuk disusun serta dikaji dalam sudut pandang akademis khususnya dalam kajian Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum. Maka bukan sembarangan RUU-KUHP ini dibuat.

Kemudian, Apa saja yang menjadi pasal kontroversial dari RUU-KUHP itu ?

Dijebak oleh Narasi 

Untuk menjawab pertanyaan " Apa saja yang menjadi pasal kontroversial dari RUU-KUHP", maka ada satu yang lebih berperan dalam memberikan informasi seputar RUU-KUHP itu sendiri, yaitu kehadiran Media Digital yang aktif di Media Sosial. Bisa dikatakan bahwa Media Digital lah faktor utama dari terciptanya informasi kontroversi yang diberikan kepada masyarakat Indonesia. Mengapa Demikian ? Saya akan berikan contoh sederhana, pada gambar dibawah ini :

Poster yang bersumber dari Liputan 6 ini jika diperhatikan secara sekilas mengandung nilai-nilai provokatif yang mengajak para pembaca untuk ikut berkomentar negatif dari kehadiran RUU-KUHP. Pointnya adalah

Media Digital memberikan implus kepada pembaca dengan mengutip bagian-bagian pada pasal RUU-KUHP yang dianggap kontroversi tanpa perlu menampilkan bagian utuh dari pasal RUU-KUHP itu sendiri.

Pembaca yang terjebak pada implus tersebut mendapat sugesti bahwa ada yang salah dari RUU-KUHP itu sendiri sehingga melakukan forward dan repost di akun media sosialnya.

Celakanya, kegiatan forward massage dan repost itu menimbulkan Snowball System dan berakibat informasi yang sebenarnya terdistorsi sehingga keabsahannya tidak bisa dipercaya.

Rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia dalam membaca informasi secara utuh, sehingga mereka yang tersugesti secara intenst tidak memikirkan penyebab dan lebih fokus pada akibat dari informasi yang tersaji.

Narasi yang disampaikan oleh media digital saya anggap 100 % tidak akurat meskipun dibuat oleh media terkenal sekalipun, sebab kenyataanya informasi yang disajikan hanya mengambil kepingan pasal-pasal kontroversi sehingga bagi author from social media mereka hanya membungkus RUU-KUHP dengan balutan kontroversi dengan mengambil bagian dari RUU-KUHP yang dianggap melenceng.

Padahal, jika pasal itu dibaca secara utuh saya mengangap masih logis dan rasional, contoh :

Pasal 417-419 pada poster berbunyi :

"Hubungan Seks di Luar Nikah/ Kumpul Kebo dapat dipidana"

"Perempuan Menginap dengan lawan jenis untuk hemat biaya terancam pidana"

Bagaimana dengan Pasal asli yang tercantum pada RUU-KUHP itu? Mari kita simak pada gambar dibawah ini :

Sumber: dok. pribadi
Sumber: dok. pribadi
Sudah jelas ? terlihat pada Pasal 417 ayat (2). Bahwa tindak pidana tidak akan berlaku kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua, atau anak.

Kesimpulan

Kehadiran RUU-KUHP memang kontroversi akan tetapi jauh lebih kontroversi lagi apabila kita sebagai masyarakat tidak cerdas memilah informasi akurat dan tepat untuk dibaca. Maka saya menyimpulkan bahwa "RUU-KUHP dianggap logis dan rasional selama masyarakat membaca secara utuh seluruh komponen pada setiap pasal-pasalnya sehingga tidak menimbulkan miss information karena kita pada saat ini masih berstatus sebagai negara dengan literasi yang sangat rendah".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun