Kenyataanya, tidak semua tunarungu bisa berbicara dengan jelas seperti orang normal pada umumnya. Mengutip pernyataan Surya Sahetapi, bahwa tidak semua orang tuli bisa bicara. Ia menyatakan jika kemampuan berbicara pada tunarungu bergantung pada banyak faktor: kemampuan mendengar, investasi alat bantu dengar yang harganya cukup mahal, terapi wicara yang berkesinambungan dan pendampingan orang tua yang juga tidak mudah dilakukan (medcom.id, 3/12/21).
Pada praktiknya, tidak mudah "memaksa" seseorang yang memiliki keterbatasan mendengar untuk berbicara. Walaupun begitu bukan berarti mereka tidak bisa berkomunikasi.
Inti dari kehidupan sosial adalah bagaimana kita bisa berkomunikasi dengan baik. Seseorang yang tidak bisa berbicara, bukan berarti ia tidak bisa berkomunikasi.
Dari sini yang harus kita maksimalkan adalah kemampuannya dalam berkomunikasi, bukan sekedar untuk berbicara. Berapa banyak orang bisa bicara namun tidak bisa berkomunikasi? Berapa banyak orang yang bisa bicara namun tidak menghasilkan apa-apa dari apa yang dibicarakannya?
Ibarat orang yang berbicara dengan bahasa asing, tunarungu juga memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi. Walaupun sunyi, bukan berarti mereka diam. Walaupun tanpa suara, bukan berarti mereka tidak berkata. Mereka bisa menulis, bisa juga berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
Bukan mereka yang harus menyesuaikan cara kita berkomunikasi. Tapi kitalah yang harus menyesuaikan dengan cara mereka berkomunikasi. Seharusnya kita yang bertanya bagaimana cara yang membuat mereka nyaman dalam berkomunikasi. Bukannya dengan memaksa mereka berbicara.
Inilah cara kita memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita. Bukan dengan memaksakan apa yang memang Tuhan belum berikan pada pada orang lain.
Tentu saja, memotivasi mereka untuk terus belajar bicara adala hal yang sangat baik untuk dilakukan. Namun, memotivasi dengan cara memaksa bukanlah hal yang patut. Terasa kurang empati dan kurang manusiawi. Memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu justru akan mejauhkannya dari apa yang sebenarnya kita harapkan.
Bila mereka mau dan mampu untuk berbicara, tentu saya mereka akan melakukannya. Hal itu tentu saja baik untuk mereka dan juga akan memudahkan kehidupan mereka sehari-hari. Namun, jika hal itu tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka tugas kita adalah menyediakan dunia yang lebih layak bagi mereka.
Untuk kasus kedaruratan, bisa menggunakan cara lain yang lebih memungkinkan. Ketika saya belajar tentang managemen kedaruratan, salah satu yang bisa digunakan untuk memberikan sinyal bahaya dan meminta pertolongan adalah dengan peluit.
Hal ini bisa menjadi salah satu solusi. Walaupun mungkin juga tidak selamanya efektif. Namun, setidaknya bisa menjadi pengganti "teriakan". Bisa juga dengan membekali diri dengan kemampuan bela diri. Walau tidak ada suara, setidaknnya ada tangan dan kaki yang bisa dimaksimalkan fungsinya.