Mohon tunggu...
Detran Bangkup
Detran Bangkup Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya hobi membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

penyesuaian di lingkungan baru

12 Januari 2025   10:12 Diperbarui: 12 Januari 2025   10:12 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pernahkan Anda pergi ke sebuah tempat yang asing, di mana orang-orang tidak berkomunikasi dengan bahasa yang Anda gunakan? Sebagai contoh, ketika seorang Jawa pergi ke tanah Minang. Lalu orang Jawa tersebut memaksa orang Minang untuk berbicara dengan Bahasa Jawa? Apa yang Anda pikir dengan kejadian itu? Aneh bukan?

Hal ini lah yang pertama kali saya rasakan ketika saya melihat berita tentang seorang menteri yang memaksa orang dengan keterbatasan mendengar untuk berbicara. Yang membuat saya lebih heran, sang menteri mengatakan jika dia "memaksa". Bukan memotivasi dengan halus ala-ala motivator kondang, tetapi dengan tegas ia berkata "memaksa". Mengapa harus memaksa?

Kemudian artikel lain menjelaskan jika maksud perkataan sang menteri bukanlah untuk memaksa, tetapi untuk memotivasi dan mendorong tunarungu untuk berbicara agar bisa menyelamatkan diri saat kondisi darurat. Berawal dari keprihatinan yang terjadi pada penyandang tunarungu yang tidak bisa meminta bantuan ketika terjadi pelecehan seksual, hal ini yang menjadi dasar sang menteri untuk memaksa tunarungu berbicara (Kompas.com, 2/12/21).

Walaupun terdengar humanis dan menyentuh, menurut saya hal ini kurang pantas dilakukan. Terlebih lagi di depan orang-orang yang memiliki keterbatasan. Masalahnya, bukan mereka yang tidak mau berbicara, sehingga harus dipaksa. Bukan pula mereka yang memilih untuk menjadi istimewa. Jika mereka bisa memilih, tidak perlu dipaksa mereka juga akan berbicara sendiri.

Dalam kasus pelecehan seksual, apakah berteriak adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri? Faktanya tidak. Bahkan pada seseorang yang normal sekalipun berteriak saat mendapat pelecehan seksual bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

Seorang Psikolog, Meity Arianty STP., M.Psi, menyatakan ketika seseorang mendapatkan pelecehan seksual, maka dia akan mengalami kondisi kaget dan shock. Ketika hal itu terjadi, biasanya dia juga akan mengalami tahapan kejutan. Pada tahapan ini hormon dopamine akan aktif dan menyebabkan orang tersebut menjadi "beku" (wolipop.detik.com, 1/3/20). Di sinilah mengapa banyak korban pelecehan seksual tidak bisa berbuat apa-apa termasuk berteriak, berlari, atau meminta bantuan.

Jika pada orang normal yang mengalami pelecehan seksual saja akan sulit untuk berteriak, lari atau menyelamatkan diri, apalagi pada penderita tunarungu yang memang memiliki keterbatasan dalam berbicara. Terlebih lagi jika pelaku menyumpal mulut korban sehingga korban tidak bisa berteriak.
Saya paham rasa keperihatinan tersebut. Namun, saya rasa alasan yang diberikan kurang relevan untuk situasi ini.

Saya mengerti jika penyandang disabilitas rentan mengalami tindak kejahatan, termasuk kejahatan seksual. Namun, memaksa mereka berbicara tidak serta merta menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Manusia dilahirkan ke dunia sebagai makhluk yang unik. Artinya, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Termasuk juga penyandang disabilitas.

Jika kita gunakan logika yang sama, misal pada penyandang disabilitas yang tidak bisa berjalan. Apakah solusi jika dia mengalami kondisi darurat adalah dengan memaksanya berlari? Tentu saja tidak.

Memaksa seseorang dengan keterbatasan melakukan hal yang tidak mampu dilakukannya adalah sebuah bentuk diskriminasi. Ibarat kata seperti memaksa ikan untuk terbang dan memaksa burung untuk berenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun