Percampuran ragam etnis dengan penduduk asli setempat dalam waktu berabad-adad itu melahirkan ras baru. Etnis itu langgeng dikenal sebagai orang Betawi. Persilangan ragam etnis justru jadi keunikan orang Betawi. Terutama dalam bahasa. Yang mana, bahasa yang digunakan sangat berbeda dari bahasa yang dikembang oleh nenek moyang kaum Bumiputra.
Pengaruh bahasa Belanda, Arab, hingga Portugis kental dalam bahasa Betawi. Artinya orang Betawi memiliki sifat kebudayaan terbuka.
Peneliti asal Australia, Lance Castle bahkan menyebut orang Betawi sebagai perwujudan sesungguhnya orang Indonesia. Dalam penelitiannya terkait etnis yang berada di Jakarta, Lance Castle mencapai kesimpulan bahwa dari ribuan pulau yang ada di Nusantara, tanah Betawi yang dipilih sebagai tempat Tuhan membuat orang Indonesia. Dan di sinilah banyak akulturasi budaya terjadi hingga hidup harmoni dalam keberagaman.
"Meski demikian, secara paradoks Jakarta juga merupakan satu-satunya kota yang paling Indonesia. Zangwill di Israel merupakan metafora paling tepat bagi Jakarta karena Jakarta adalah sebuah melting pot (panci pelebur), di mana orang Sunda, Jawa, Tionghoa, dan Batak melebur jadi satu," kata Lance Castle dalam buku Profil Etnik Jakarta (2007).
Seni Main Pukulan Beksi
Proses akulturasi dalam masyarakat Betawi begitu masif. Orang Betawi yang toleran dan terbuka jadi muaranya. Apapun suku bangsanya, atau agamanya, selama membawa kebaikan maka akan diadopsi oleh orang Betawi. Seni maen pukulan Beksi, misalnya.
Seni bela diri khas Betawi mulanya dikreasikan oleh seorang peranakan China, Lie Tjeng Hok. Ia mulai mempopulerkan Beksi sekitar tahun 1860-an di kampung Dadap, Tangerang. Sedari kecil, Lie Tjeng Hok sudah terbiasa berlatih bela diri menggabungkan bela diri China dan lokal.
Bela diri China dipelajarinya dari kakeknya, Lie Djam yang seorang pendekar. Sedang bela diri Nusantara dipelajarinya dari Ki Jidan dan Ki Miah. Berkat perpaduan berbagai macam aliran, lahirnya Beksi yang merupakan proses akulturasi budaya.
"Istilah Beksi kemudian berkembang menjadi pertahanan empat langkah atau empat penjuru di mana semua sisi harus mendapatkan perlindungan. Menurut Kamus Bahasa Indonesia-Inggris-Tionghoa kata Beksi mungkin berasal dari kata Bi Saia tau Bhe Sai, yang artinya berlaga atau bertanding."
"Sedangkan suka kata Si atau Xi berarti empat menurut Huang Li Cheng (Wiliting). Pemberian nama ini tidak terlepas dari pengaruh Tionghoa dengan salah satu guru besarnya Lie Tjieng Hok merupakan salah satu bagian atas dari silsilah utama sanad keilmuan silat beksi. Istilah Beksi juga sering dikaitkan dengan kepanjangan: berbaktilah Engkau kepada sesama insan," tulis Reyhan Biadillah dalam buku Silat Beksi dan Tokoh-Tokohnya di Petukangan (2021).