Belajar mengenai keberagaman tak perlu jauh-jauh. Sifat terbuka dan toleran dapat dilihat dari tindak-tanduk kehidupan orang Betawi sehari-hari. Mereka menjadikan tiap momentum kehidupan sebagai etalase kebhinekaan --dari makanan hingga tradisi lokal.
Maen pukulan Beksi, misalnya. Silat asli tanah Betawi itu muncul dari perpaduan berbagai macam aliran silat. Termasuk pengaruh bela diri China. Pun dalam berpakaian. Karenanya, Beksi jadi cerminan sebenarnya Islam ramah tradisi lokal.
Pesona Jakarta sebagai Bandar niaga dunia telah kesohor sejak dulu kala. Kepopuleran itu kian meningkat ketika Gubernur Jenderal VOC dua kali ---1619-1623 dan 1627-1629--- Jan Pieterszoon Coen merebut Jayakarta pada 1619.
Gubernur Jenderal maskapai dagang Belanda itu mendirikan kota bernama Batavia. Sebuah kota yang pembangunannya dipaksa agar mirip-mirip dengan kota-kota yang ada di Belanda.
Kanal-kanal untuk mengendalikan aliran sungai Ciliwung dibangun. Keputusan itu nyatanya mendatangkan puja-puji dari berbagai kalangan. Batavia lalu dijuluki Koningen van het Oosten (Ratu dari Timur).
Sebagai siasat menghidupi Batavia, Coen pun mendatangkan ragam etnis bangsa ke Batavia. Mulanya Coen mendatangkan orang China untuk membantu VOC memutar roda perekonomian di Batavia.
Keputusan Coen nyatanya memiliki pengaruh sangat besar. Orang China berpengaruh dalam setiap aspek kehidupan di Batavia, mulai sosial hingga perekonomian. Demikian pula orang Arab, Jepang, Yahudi, dan India.
Kemudian, Coen mendatangkan suku bangsa Nusantara lainnya --Manggarai, Bugis, Sumbawa, dan Bali. Demi memuluskan nafsu monopoli rempah-rempah Nusantara, katanya. Perkembangan itu yang membuat Batavia menjadi kota beragam etnis bangsa yang datang dan beranak-pinak.
"Setelah VOC atau Kompeni Belanda menaklukkan pelbagai daerah di Indonesia, maka penduduk daerah-daerah itu diangkut sebagai tawanan atau budak ke Batavia. Ada juga yang sukarela ke Batavia. Mereka menjadi penduduk Batavia dan menjadi kawula VOC atau Kompeni Belanda. Jadi, penduduk Batavia merupakan campur-adukan suku-suku dan bangsa-bangsa yang tempat tinggal di Batavia."
"Suku bangsa yang pertama-tama banyak diangkut sebagai tawanan dan sebagai budak ke Jakarta atau Batavia, adalah orang-orang Banda dari Kepulauan Maluku. Tak lama sesudah mendirikan Batavia, yakni tahun 1621 Jan Pieterszoon Coen memusnahkan pendudukan Pulau Banda di Kepulauan Maluku. Coen telah melakukan pembantaian yang luar biasa kejamnya di Pulau Banda," ungkap Sagimun M.D. dalam buku Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota Proklamasi (1988).