Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memaknai Kompetisi dalam Pendidikan

16 Desember 2024   19:46 Diperbarui: 16 Desember 2024   19:46 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebetulan saya memiliki putra yang memutuskan menjadi guru bimbingan belajar (bimbel) ditengah kesibukannya sebagai mahasiswa semester 3.  Betapa terkaget-kaget dirinya ketika mengajari anak usia SMP tetapi anak tersebut kesulitan memahami perkalian sederhana!  Notabene ini bagian dari matematika dasar.  Tidak hanya itu, anak ini bahkan kesulitan mengerti soal.  Artinya muridnya tersebut juga literasinya butuh perhatian serius.  Bisa membaca, tetapi tidak mengerti isinya.  Di lain waktu, putra saya juga mendapatkan murid SMA kelas 12.  Kondisinya pun kurang lebihnya sama, bonus kurang percaya diri.  Si anak memilih aman untuk PTN pilihannya nanti ketimbang memperjuangkannya.

Menariknya anak-anak ini berasal dari sekolah yang cukup punya nama.  Sehingga menjadi keprihatinan dan banyak tanda tanya putra saya.  Kebingungannya, bagaimana nanti bisa berharap mengerti fisika, sedangkan matematikanya saja masih blepotan.  Selama ini mereka ini ngapain saja?  Serta bagaimana pendidikan di negeri ini, dan bagaimana negeri ini nantinya?  Belum lagi pertanyaan putra saya, kemana orang tua (ortu) mereka selama ini, atau tahu tidak ortunya.  Jangan-jangan hanya ortunya yang khawatir, sedangkan anaknya tidak?

Sedikit kilas balik, putra saya adalah "korban" UN ditiadakan mendadak saat dirinya sudah di penghujung kelas 9.  Padahal sejak di SMP kelas 7 dirinya sudah bersiap untuk berjuang di UN.  Tujuannya adalah mendapatkan bangku di SMA terbaik.  Persiapan dengan belajar sungguh yang sebenarnya sudah dimulainya sejak di SD.  Kenapa demikian?  Tidak lain karena mimpi merebut bangku salah satu top ten PTN di negeri ini.

Singkat cerita memang masa SMA dijalaninya dengan hambar.  Tidak hanya putra saya, hal yang sama juga dirasakan teman-teman seangkatannya.  Mereka seperti kehilangan amunisi dan berujung kebosanan.  Menurut mereka, ini bukan masalah mendapatkan nilai.  Melainkan kehilangan greget belajar karena tidak ada yang diperjuangkan dan tidak ada konsekuensi.

Jelas sangat berbeda dengan kondisi sekarang ini.  Maka tidak habis pikir putra saya mencoba memahami kondisi pendidikan saat ini.  Bukan karena apa yang tersaji di medsos.  Tetapi buktinya nyata dari kebanyakan murid bimbingannya.  Padahal mereka dari sekolah bergengsi sekalipun, dan secara ekonomi mapan.  Buktinya, bisa mendaftar di bimbel.  Terpikir tidak bagaimana dengan yang tidak?  Begitupun "privilege" bisa bimbel tidak menjadikan lebih baik, cenderung hambar.

Bukankah kita tidak pernah tahu rasa manis tanpa mengenal pahit?  Maka akhirnya, menurut saya tidaklah salah berkompetisi di bangku sekolah.  Terlepas apakah itu UN, atau apapun judul yang diberikan oleh pemerintah untuk barometer pendidikan di negeri ini nantinya.  Persiapkan diri dengan matang dan menikmati prosesnya.  Jangan takut berkompetisi, seperti halnya jangan pernah takut gagal.  Sebab dengan berkompetisi kita akan menemukan kualitas diri dan juga berinovasi.

Jakarta, 16 Desember 2024

Sumber:

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7450031/10-negara-dengan-rata-rata-iq-tertinggi-di-asia-ada-indonesia

https://kallainstitute.ac.id/rendahnya-minat-literasi-di-indonesia/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun