Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Izinkan Aku Pergi

25 Februari 2023   02:13 Diperbarui: 25 Februari 2023   02:13 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.istockphoto.com/

Bukan Kota Jogya kalau tak menyimpan asmara.  Mungkin ini yang dirasakan Radit hingga akhirnya mulut dan hati tak lagi sanggup diajak kompromi.  Konyol, tetiba saja kalimat mematikan itu menghantam Raras.  Gadis imut yang dikenalnya sejak di bangku SD.

"Hahahah....mbok yah kalau ngelawak jangan garing.  Waittt......ini apaan sih?   Enggak perlu keles pegang-pegang tanganku, dan pasang muka kesengsem gitu.  Wiss...wis...mukamu biasa wae toh Dit."  Protes Raras yang entah kenapa jengah terhipnotis mata Radit.

Tapi kali ini Radit tidak menanggapi.  Tangannya terus menggengam Raras.

"Kamu panik Ras?"  Kembali Raras terdiam.  Kecuali jantungnya yang terasa makin berdegub kencang.  Sampai-sampai khawatir terdengar Radit..

"Aku nggak panik kok.  Duhhh..... Dit, nggak enak nanti dilihat Dika.  Dikiranya nanti kamu suka aku, atau dikiranya aku suka kamu Raditya Dewanto cah bagus."  Raras mencoba menetralisir suasana.  Meskipun wajahnya berlahan memerah muda, entah kenapa pula.

Ehhmmm....sore itu di tengah rintik hujan Warung Mbok Yum semakin ramai dengan sejumlah mahasiswa numpang neduh.  Tetapi buat Raras, rasanya seperti terasing.  Tersudut pandangan tajam Radit.   Beruntung, suara gokil malaikat penyelamat Dika memecah suasana kekakuan yang tumben diantara mereka.

"Yuhuiii.....sudah lama nungguin gw?  Lha...ngapain aja dari tadi?  Kosong benar nih meja, bokek atau bagaimana?   Wkwkwk....Dika memang ceplas ceplos.  Idem, cowok satu inipun dikenalnya sejak bocah.

Yup, tepatnya mereka bertiga saling mengenal sejak di bangku SD.  Kebetulan Raras murid pindahan di kelas 6, dan sekelas dengan Dika.  Sedangkan Raditya beda kelas, tetapi sahabatan dengan Dika.  Konon sih beberapa kali mereka berdua sekelas.  Di kelas 6 saja apes terpecah.   Heheh...begitu pengakuan keduanya saat kali pernah Raras dikenalkan Dika.  Singkat cerita jadilah ketiganya bersahabat.

Nyambung banget, karena meski terbilang berwajah imut, tetapi Raras tergolong tomboy.  Makanya akur sahabatan dengan gaya tengil Radit dan Dika.  Berlanjut, bahkan hingga ke bangku kuliah.  Meskipun ketiganya menempuh bidang yang berbeda.

Seperti biasanya juga, Raras pulang selalu dianter Dika.  Bukan apa-apa, kebetulan saja rumah mereka searah.  Tetapi kali ini Raras lebih diam.  Sehingga Dika penasaran.  Apalagi sejak di Warung Mbok Yum, Radit juga terlihat lebih banyak diam.  Ehhhmmm...dicobanya menebak kenapa yah.

"Kenapa sih dari tadi diam mulu Ras?  Heran, si Radit juga tadi  tumben manis banget.  Nggak ada tuh cerita ngocolnya seperti biasa.  Kalian berantem?  Tersinggung?  Berat di hati dengan tugas kuliah, atau beban hidup karena belum dapat kiriman, berujung dompet kritis?"  Ibarat Pak Jaksa, Dika coba mencari jawaban dengan  gayanya yang memang selalu gokil.  Biasanya sih mampu membuat senyum tercantik terlukis di wajah imut Raras.  Tapi, lha..tumben kali ini tidak.

"Kamu pernah jatuh cinta Dik?  Rasanya seperti apa?"  Tetiba Raras bersuara.  Benar-benar di luar dugaan Dika.

"Pernah.  Rasanya bahagia dan indah." Sahut Dika pelan sambil matanya menerawang.

Tapi rupanya jawaban Dika justru membuat Raras mendadak kepo.  Kembali ceriwis yang menjadi cirinya kumat, "Oiya, kok aku nggak tahu Dik?  Katanya kita teman, tapi ternyata kamu punya rahasia.  Kamu nggak asyik ah.  Kenalin dengan cewekmu dong, please......"

"Nggak perlu.  Tuh mamamu sudah menunggu."  Mencoba menghindar Dika  dari kekepoan Raras.  "Sore tante, maaf saya tidak turun yah tan. Enggak enak sudah larut tan." Lanjut pamit Dika menghindar.

Bergulir waktu seperti melupa percakapan dan segala kebisuan yang terjadi di Warung Mbok Yum. Ketiganya tenggelam dalam kesibukan dan seperti biasa tetap jalan bareng.   Bagi Radit, dunia menjadi jauh lebih indah karena setidaknya Raras tahu isi hatinya kini.  Meski, entah apa judulnya yang penting bisa berduaan dengan Raras.  Pedulilah si Dika, toh mereka bertiga memang selalu bersama.

Sementara Dika menikmati setiap senyum dan canda Raras.  Bahagia banget, karena entah bertiga dengan Radit, ataupun berduaan saja dengan Raras, cukup baginya.  Hingga tidak terasa ketiganya di penghujung perkuliahan.  Lebih tepatnya, bersiap untuk wisuda.

Harusnya bahagia.  Apalagi Kota Jogya begitu cerah hari itu.  Secerah senyum bahagia dua sahabat Radit dan Dika yang menanti Raras di depan pintu Grha Sabha Pramana gedung auditorium utama milik Universitas Gadjah Mada (UGM).

Masih terbayang beberapa bulan lalu kesibukan mereka berdua mencari model dan warna kebaya cantik untuk Raras.  Si imut yang segera menyandang gelar dokter.  Hahah...aneh memang.  Tetapi begitulah Raras yang memaksa kebaya wisudanya harus dipilih oleh Radit dan Dika.  "Aku suka merah, karena itu bahagia.  Sebab merah menyala, dan aku mau mengingatnya selagi bisa."  Begitu katanya aneh-aneh bagaimana ketika itu.

Sebaliknya, untuk tampil gagah keduanya, Raraslah yang menentukkan paksa.  "Jangan bantah aku.  Izinkan aku mempersiapkan tampilan terbaik untuk Ir. Raditya Dewanto dan yang terhormat Dika Baskoro, SH.  Pokoke harus aku, nggak boleh cewek-cewek kalian, ataupun bakal cewek kalian!"  Berisiknya Raras, namun selalu membuat Dika ataupun Radit nurut pula.

Namun menit yang beranjak jam, hingga acara selesai Raras tidak terlihat.  Bahkan gadgetnyapun tidak bisa dihubungi.  Serius, ini sama sekali bukan Raras.  Mana mungkin Raras tidak ingin menghadiri acara ini.  Meskipun faktanya ketika namanya disebut memang dikatakan tidak hadir.

Memilih mendatangi rumah berhalaman asri tersebut, hanya si mbok yang menemui mereka dan memberikan secarik kertas serta selembar photo.  "dr. Chiara Larasati."  Demikian tertulis di pojok photo si imut berkebaya merah nan cantik.  Kebaya yang menguras emosi jwa karena ngototnya Raras harus dipilihkan oleh keduannya.

Tersadar, cepatnya waktu karena bukan lagi Raras yang dikenal mereka di saat SD.  Tetapi kini gadis kecil itu telah menjelma menjadi perempuan muda rupawan.  Sekaligus telah mencuri hati keduanya.

Mbak Raras dan ibu berangkat semalam ke Jakarta.  Sementara Bapak sudah duluan berada di luar.  Diketemukan kembali gumpalan darah di otaknya.  Dulu sempat membaik, tetapi belakangan kondisinya menurun.  Hingga mempengaruhi pengelihatan Mbak Raras.  Sebenarnya sudah lama Ibu dan Bapak meminta Mbak Raras berangkat.  Tetapi kebahagiaannya dan semangat membuat Ibu dan Bapak luruh, dan mengizinkan Mbak Raras menyelesaikan kuliahnya.

Hening, tak sepatah katapun terucap oleh Radit dan Dika.  Secarik kertas tertulis rapi, meremuk redamkan hati keduanya. 

Jangan menyesali waktu
Di setiap detiknya adalah berharga
Seperti hidupku yang tak pernah tahu
Namun satu yang membuatku berarti
Mencintai dan dicintai

Aku bahagia, walau mungkin waktuku tak lama
Rahasia Ilahi ketika cinta tak selalu memiliki
Namun t'lah kulewati hari
Mewujudkan setiap mimpi menjadi cinta

Seperti merah yang menyala
Aku mengingat bahagia
Mengingat cinta hingga aku kembali bernyawa
Mungkin tak' lama
Tetapi aku bahagia
Walau tak' untuk bersama

dr. Chiara Larasati

Jakarta, 25 Februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun