Memilih mendatangi rumah berhalaman asri tersebut, hanya si mbok yang menemui mereka dan memberikan secarik kertas serta selembar photo. Â "dr. Chiara Larasati." Â Demikian tertulis di pojok photo si imut berkebaya merah nan cantik. Â Kebaya yang menguras emosi jwa karena ngototnya Raras harus dipilihkan oleh keduannya.
Tersadar, cepatnya waktu karena bukan lagi Raras yang dikenal mereka di saat SD. Â Tetapi kini gadis kecil itu telah menjelma menjadi perempuan muda rupawan. Â Sekaligus telah mencuri hati keduanya.
Mbak Raras dan ibu berangkat semalam ke Jakarta. Â Sementara Bapak sudah duluan berada di luar. Â Diketemukan kembali gumpalan darah di otaknya. Â Dulu sempat membaik, tetapi belakangan kondisinya menurun. Â Hingga mempengaruhi pengelihatan Mbak Raras. Â Sebenarnya sudah lama Ibu dan Bapak meminta Mbak Raras berangkat. Â Tetapi kebahagiaannya dan semangat membuat Ibu dan Bapak luruh, dan mengizinkan Mbak Raras menyelesaikan kuliahnya.
Hening, tak sepatah katapun terucap oleh Radit dan Dika. Â Secarik kertas tertulis rapi, meremuk redamkan hati keduanya.Â
Jangan menyesali waktu
Di setiap detiknya adalah berharga
Seperti hidupku yang tak pernah tahu
Namun satu yang membuatku berarti
Mencintai dan dicintai
Aku bahagia, walau mungkin waktuku tak lama
Rahasia Ilahi ketika cinta tak selalu memiliki
Namun t'lah kulewati hari
Mewujudkan setiap mimpi menjadi cinta
Seperti merah yang menyala
Aku mengingat bahagia
Mengingat cinta hingga aku kembali bernyawa
Mungkin tak' lama
Tetapi aku bahagia
Walau tak' untuk bersama
dr. Chiara Larasati
Jakarta, 25 Februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H