Siang yang menyebalkan, tiga cangkir kopi susu sudah ludes diteguk Reiko. Â "Bu, tolong bikinin kopi susu lagi dong. Â Ehhhmm...kalau ada gorengan boleh juga deh, kalap aku bu. Â Terima kasih yah ibu," suara Reiko menghubungi ibu dapur di pantry kantor. Â "Gorengan ada, tapi minumnya teh saja yah non. Â Mosok anak wedok seperti wong lanang." Â Sahut si ibu dan menutup telepon tanpa memberi kesempatan Reiko membela diri.
Hahahah...Reiko memang gokil. Â Di kantor namanya sudah termaterai mabok kopi jika sudah dikejar deadline. Â Nggak kopi susu, kopi hitam pun tandas diminumnya seperti sakau. Â Kocaknya, dirinya tidak berdaya jika ibu dapur sudah bersabda. Â Heheh...
Kring...kring... suara telepon di meja kerja membuyarkan konsentrasi Reiko. Â "Ihhh...jangan-jangan si ibu yang mau maksa aku makan," pikir Reiko yang memang belum makan siang sedari tadi.
"Bu, ada telepon dari Kowloon," suara Receptionis tanpa menyebutkan nama si penelpon.
"Good afternoon, Reiko speaking," sahut Reiko segera.
"Good afternoon dear, what a surprise. Â I got your office number from your home. Â Remember, once you gave me at Hawthorn Library. Â Haii...hellloo...are you there? Â Say something, or just hang up the phone if I disturb you."
Reiko terdiam, tetapi jantungnya berdegub kencang. Â Dicobanya menenangkan diri dengan meneguk teh manis hangat yang baru saja diantarkan si ibu. Â "Don't hang up the phone. Â You definitely crazy, and you need therapy." Â Sahut Reiko dengan terbata. Â Tidak disadari, ada butiran airmata siap jatuh.
"Hahah...then you still my stupid Reiko. Â Hei...I am at the bus right now. Â But can't wait to hear you. Â I call you tonight at home, ok?"
Itu suara Ken. Â Pikirannya melayang malam terakhir ketika Ken membantunya berkemas sebelum back for good. Â Ahhh.....setahun lebih sudah dirinya meninggalkan Melbourne, dan tidak pernah mereka berkomunikasi.Â
Tetapi, entah kenapa ada rindu yang tidak bisa disembunyikannya kini. Â Rindu yang selama ini disimpannya rapat. Â Rasa yang sangat berbeda jika Chintaka yang menghubunginya, datar saja. Â Padahal laki-laki ini sudah datang ke Indonesia. Â Tetapi Reiko tidak ambil pusing, dan tidak peduli dengan Long Distance Relationship (LDR) antara dirinya dan Chintaka entah mau kemana.
Kini, Ken kembali, dan rasa itu kembali timbul. Â Keduanya bertukar cerita tentang keluarga, pekerjaan, dan kehidupannya kini. Â Mengejar waktu yang terhilang selama ini.
"So, Chintaka still with you, and several times to Indonesia? Â Why don't you try to be honest? Â I am not sure that he is the one. Â You sound not happy telling me about him. Â Now, answer me, if I came to Indonesia, since I have your address, what would be your reaction?" Â Sayangnya pertanyaan itu berlalu tanpa jawaban.
"I have no girl like I told in Melbourne. Â Remember, I will keep your name in my heart and my mind nicely even when I am back to Hongkong. Â Call my mom to proof it, she knows you. Â A year I struggle, trying to move on. Â Keeping my promise built my dream career and business that I ever told you." Â Ken terus bercerita, hancurkan pertahanan Reiko.
Dirinya sendiri tidak tahu apa yang dijalaninya dengan Chintaka. Â Perjalanan waktu, dan LDR membuktikan dia tidak pernah mencintai laki-laki ini. Â Tetapi Ken, cowok Hongkong itu adalah kebodohannya. Â "Haruskah aku mengulangi kebodohan yang sama, membiarkan Ken kembali pergi?" Â Sendiri Reiko merenung menatap cermin di kamarnya.
Seperti mesin waktu, Reiko mengingat hari-harinya bersama Ken. Â Cowok itu memang memberikan hatinya untuk Reiko. Â Teringat ketika Ken dengan cuek ikutan masuk kelas Akunting, dan mengatakan dirinya mahasiwa baru. Â Padahal tujuannya hanya ingin membantu Reiko menyelesaikan tugas.
"Take me to your Indonesian church," suatu ketika Ken membalas ketika Reiko mengatakan perbedaan keyakinan mereka.
Seperti Dejavu, Ken kembali memenuhi hari-hari Reiko. Â Sekalipun kini keduanya dipisahkan antar negara. Â Sedangkan Chintaka akhirnya menjadi lembaran buku yang sudah selesai dibaca Reiko. Â Sadar, selama ini hubungan mereka adalah palsu.
"I know you never love me, only you don't want to hurt me. Â Though I win your heart when I came to your country twice. Â But I feel empty, you never really looking at me. Â Thank you for the great time we have. Â Yes, once I made huge mistake and so sorry for that. Â I am so sorry for the hurt. Â Yes, I am not good enough to you. Â Take care yourself dear." Â Kalimat perpisahan Chintaka ketika kali terakhir transit di Indonesia dalam perjalanan dinasnya.
Tidak ada airmata Reiko ketika itu. Â Terselip lega, dan kasihan. Â Iya, kasihan mungkin itu alasan hubungannya selama ini. Â Sedangkan hatinya ternyata untuk Ken.
Berjalannya waktu, keduanya saling mendukung karir dan hal-hal manis seperti mengingatkan makan siang misalnya. Â Mehong sih, sebab harus internasional call. Â Hahah...
Bahkan Reiko mulai memberanikan dirinya menelpon ke rumah Ken. Â "Good afternoon, can I speak to Ken. Â I am Reiko from Indonesia."
"Ahhh...Reiko, ya...Reiko...Indonesia. Â Ken, office...," suara perempuan paruh baya selalu terdengar bahagia setiap kali Reiko menelpon. Â Perempuan itu mamanya Ken, dan tidak bisa bahasa Inggris. Â Tetapi, seperti pengakuan Ken, nama Reiko sudah begitu dikenalnya. Â Perempuan ini selalu bahagia menerima telepon dirinya.
Bahasa dan budaya bukan hambatan nampaknya. Â Sebab tanpa pernah bertemu, perempuan ini seperti telah mengenal Reiko dengan sangat. Â Jadi benarlah Ken telah bercerita banyak tentang dirinya. Â "Ahhh...," pikir Reiko galau.
Hari yang berjalan menjadi bulan dan keduanya melewati tahun. Â Melewati setiap sukacita dan masa sukar bersama. Â Termasuk kehadiran Ken ketika mama Reiko membutuhkan obat khusus yang kebetulan sulit di Indonesia.
Tetapi seperti dulu, tidak tahu salahnya dimana. Â Mungkin persoalannya pada Reiko, yang terlalu membentengi dirinya. Â "How is your weekend Ken? Â Tell me about your close friend." Â Sebuah percakapan memicu kesadaran keduanya ketika itu.
"I have no one, since your name already here in my heart. Â I won't asked you be with me, as the only one I want your happiness. Â If you have someone there, then tell me so I know he is the one. Â At that time, I will go for good." Membisu Reiko, tanpa kata. Â Dirinya tahu betul bahwa dia tidak ingin kehilangan. Â Tetapi ketika itu sulit untuk sebuat perkawinan campur.Â
Membiarkan waktu berjalan tanpa kepastian adalah mengulang kesalahan fatal. Â Anggaplah bodoh, ketika Ken membiarkan Reiko membuka hatinya untuk orang lain. Â Sadis, mengizinkan Reiko dengan polosnya menceritakan kehadiran sosok baru dalam kehidupannya.
Tetapi bisa jadi inilah yang dikatakan cinta. Â Tidak sedikit pun Ken menunjukkan kekecewaannya. Â "I am happy for you dear. Â Let me know your wedding day, and promise me to be happy always." Â Pesannya ketika Reiko bercerita dirinya dilamar.
Ken, laki-laki itu tidak pernah sedikitpun menceritakan tentang teman wanitanya. Â Hubungan beda negara mereka selama ini begitu nyata dan menyakitkan. Â Persis seperti hari-hari keduanya di Melbourne dulu. Â Tetapi, Reiko tidak berani melangkah jauh untuk menerima Ken dalam hidupnya. Â Ia memutuskan untuk menerima lamaran laki-laki lain yang sebangsa dan seiman dengannya.
Cinta tak harus memiliki, dan Ken membuktikannya. Â Sekalipun Reiko memutuskan berkeluarga, hingga menjadi seorang ibu, setia Ken mendampingi dari jauh sana. Â Bukan sehari, tetapi tahun sudah lebih dari cukup bercerita besarnya cinta Ken untuk Reiko.
Hingga semua yang dimulai, harus diakhiri cepat ataupun lambat. Â Reiko memilih untuk mengakhiri semuanya. Â Tidak untuk dirinya, tetapi untuk Ken. Â Ia ingin Ken menemukan perempuan yang bisa membuat Ken tersenyum. Â Ia ingin Ken move on, melanjutkan hidupnya membentuk keluarga.
"I love you Ken, if that you are waiting for these ages. Â However, I couldn't be with you for many reasons that hard to explain. Â I know you will do anything for me, and you proof it already. Â But not that simple and please don't push me to explain." Â Terbata Reiko mengatakannya dengan sisa keberaniannya diantara isak tangisnya.
"Thank you, your mom loves me. Â She is a lovely mom, even we have trouble in communication. Â But she makes me happy like you did. Â Only, I can't be with you since the beginning." Â Lanjut Reiko.
"I don't know how big your heart still with me while I meet other man. Â How ridiculous you are hurting yourself Ken. Â Please stop it! Â As you are, I am also wanted you to be happy. Â If you want me to be happy, then please don't hurting yourself." Pecah tangis Reiko malam itu.
Malam menjadi begitu hening sesaat. Â "Please don't cry, and thank you for the truth. Â As you asked, then I will go for good with your heart. Â Now I am sure, that you find the right one. Â Wo ai ni Reiko." Â Ken menutup telepon, dan pembicaraan terputus
"Wo ai ni Ken," lirih Reiko berbisik tegar.
Cinta tidak selalu harus memiliki. Â Berjalan dengan cinta dan kenangannya, Reiko melanjutkan hidup. Â Menyimpan nama Ken, dan menepati janji untuk selalu bahagia.
Artikel sebelumnya Cinta Berujung Luka
Jakarta, 30 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H