Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kasih Tak Sampai

26 Desember 2020   21:42 Diperbarui: 26 Desember 2020   21:45 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://lambaiankasih.blogspot.com/

Setiap malam natal seperti cemeti yang mencambuk, dan merobek hati Dinda.  Airmatanya jatuh memandangi wajah sukacita mereka yang datang untuk beribadah. Kakinya terasa begitu berat untuk melangkah ke sana.  Padahal gereja itu adalah rumahNya.

Pikirannya lalu melayang, "Dinda kecil yang selalu rajin sekolah minggu.  Dinda remaja, yang selalu aktif pelayanan.  Ahhh...Kemana Dinda?" tanyanya pada diri sendiri.

"Aku temani kamu, tetapi aku menunggu di luar," suara Bayu lembut sambil memberikan sehelai tisue.

Dinda tidak menjawab, dan dihapusnya airmata rindu itu.  Tiga tahun sudah Dinda tidak berani menghadiri kebaktian malam natal.  Batinnya bergejolak sejak hatinya tidak bisa menolak cinta Bayu, kakak kelasnya di kampus.  Tetapi, perbedaan keyakinan membuat cinta mereka seperti bom waktu.

"Nggak, biar besok saja aku bergereja dengan mama dan papa," sahut Dinda pelan.  Jawaban yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Malam berlalu, dan kini Dinda sendiri di dalam kamarnya.  Entah kenapa kali ini hatinya hancur, dan ada sedih tak seperti biasa.  Dibukanya jendela kamar tidur, memandangi bintang disana terlihat satu bintang terang diantara lainnya.

"Yesus, itukah diriMu.  Tadi aku tidak bergereja, hanya melihat rumahMu dari jauh, maaf," suara lirih Dinda, yakin bintang itu adalah Dia.

Lalu matanya menangkap bingkai foto, foto dirinya bersama Bayu.  Tiga tahun sudah mereka merajut cinta, dan semua berjalan manis.  Tetapi natal selalu menyiksa Dinda, walau Bayu tak berkeberatan mengantarnya bergereja.  Hanya saja, kenapa hati merasa berdosa.  Berdosa kepada Dia.

Bukan tidak pernah keduanya membicarakan hal ini.  Berpikir tak seharusnya mereka jatuh cinta.  Tetapi siapa yang bisa memilih cinta.

"Jangan bermain api jika tidak mau terbakar," begitu mama pernah berpesan.  Perempuan bijak itu tidak melarang hubungan Dinda dan Bayu.  Menyerahkan penuh kepada siapa Dinda memberikan hatinya.  Justru disinilah persoalan Dinda, tidak bisa memilih antara Bayu, ataukah Yesus yang dikenalnya sejak kecil.

"Selamat Hari Natal Dinda, jangan telat bergereja," pagi itu sebuah pesan ucapan natal pertama datang dari Bayu.  Bukan pertama kali, tetapi setiap natal selalu Bayu orang pertama yang mengucapkan dan mengingatkannya untuk beribadah.

Tiga tahun memang kebersamaan Dinda dan Bayu.  Keduanya mencoba berjalan bersama meski perbedaan keyakinan itu sudah diketahui dari awal.  Mencoba untuk saling menghormati, atas nama cinta.  Pertanyaannya, kemana hubungan ini akan dibawa.

Khotbah natal kali ini menyentuh hati Dinda.  Bangku-bangku kosong karena pandemi menyadarkan Dinda, betapa dirinya beruntung masih boleh datang ke rumah Tuhan.  Dia yang rela mati, disalibkan untuk menebus dosa manusia.  Dia yang mencintai melebihi diriNya sendiri, hingga nyawaNya diberikan untuk manusia? Betapa kecil dan piciknya aku mengartikan cinta selama ini.  Aku yang mencintai Bayu untuk diriku sendiri, dan mencoba berjalan tetapi tidak tahu kemana tujuan cinta kami berujung.

Di bangku gereja itu Dinda berbicara pada hatinya.  Serasa ditelanjangi apa yang sudah diberinya untuk Dia.  Ketakutan kehilangan hanya karena dirinya takut terluka.  Nyatanya aku dan Bayu saling melukai selama ini.  Kembali Dinda menghukum dirinya.  "Aku harus bicara malam nanti" bisik Dinda pada dirinya.

"Din...ada Bayu di depan," suara mama memanggil.  Sayup Dinda mendengar tawa Bayu dan keluarganya di teras.  Bayu memang diterima kehadirannya oleh keluarga, tetapi kemana hubungan mereka jika tak berujung.

Bertekad Dinda memilih jujur, dan di teras itu kali ini natal menjadi berat bagi Dinda.  Pastinya tidak seberat salib Yesus.  Tetapi 3 tahun sudah Dinda lari dari kenyataan, dan ini harus diakhiri.

"Heiii....natal kok manyun aja Din," suara Bayu seperti godam di kepala Dinda

"Aku mau ngomong," cepat Dinda menjawab tetapi tidak sanggup matanya menatap Bayu.  Bahkan angin seperti berhenti berhembus sehingga suaranya terdengar nyaring seketika.

"Aku tahu, bicara saja Din.  Kamu tahu, aku mencintaimu untuk membuatmu bahagia.  Tiga tahun kita selalu bicarakan hal ini.  Tiga tahun juga kita tidak bisa menjawab, apakah kita saling mencinta atau melukai."  Suara Bayu terasa belati yang menusuk hati, sehingga airmata Dinda jatuh deras tanpa bisa ditahannya lagi.  Mulutnya terkunci rapat, tak sanggup bicara.

"Din, melihatmu setiap malam natal merindukan gereja, itu menyakitiku.  Bukan karena dirimu beribadah, tetapi karena diriku.   Aku memang mencintaimu, tetapi aku tidak mau melihatmu terluka.  Beban berat yang sama aku rasakan setiap natal tiba Din.  Menghukummu karena mencintai aku, itu tidak benar Dinda.  Aku mencintaimu bukan untuk diriku, tetapi untuk kita."

Seperti kemarin, malam itu di langit hanya ada satu bintang terang disana.  Jantung Dinda berdetak kencang, bercampur suara Bayu lelaki yang dicintanya.

"Izinkan aku mencintaimu tanpa memiliki.  Aku akan tetap menyimpan namamu di hatiku, seperti kemarin hingga sepanjang waktu," terbata lirih suara Dinda terdengar akhirnya.

Maka malam menjadi saksi ketika cinta tidak harus memiliki, tetapi pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang dikasihi.  Mengakhiri, bukan karena tidak mencintai Bayu, tetapi seperti juga Bayu, tak harusnya cinta menyakiti.

Keduanya membisu.  Ada hati yang terluka, saat mata keduanya tak bisa menahan butir airmata yang akhirnya jatuh.  Sendiri kini dirinya, saat Bayu melangkahkan kakinya meninggalkan Dinda di teras.

Cinta Dinda kini milikNya.  Tetapi ada satu ruang di hatinya untuk Bayu, sekalipun tak lagi untuk bersama.

Selamat malam Yesus
Salahkah aku merasakan cinta
Cinta yang Kau beri
Seperti diriMu mencintaiku

Bayu, adalah cintaku
Tetapi diriMu adalah hidupku
Inilah aku, terimalah aku

Jakarta, 26 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun