Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Bersemi di Terminal Blok M

22 Oktober 2020   04:06 Diperbarui: 22 Oktober 2020   04:15 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ehhhmm...sungguh deh teriknya matahari sama sekali tidak bisa diajak kompromi.  Panasnya menyengat memancing amarah.  Nggak heran Risa dan Nia ikutan emosi.  Apalagi kalau keingat kejadian di kampus tadi. Duhhh...nyebelin tuh dosen. Kalau nggak ingat nilai ada ditangan doski, udah kepingin saja ngerjain tuh dosen killer tadi.

"Ehh...Ris, tuh metromini kita sudah datang, ayo buruan mare kita serbu," teriak Nia sembari mengejar metro yang memang bawaannya mesti dikejar.  Heheheh...keduanyapun berlari, dan hop...!  Loncat dengan sigapnya, langsung menyelinap mencari tempat.

"Woi...mata lu piciknya?  Ini bangku sudah jelas punya gua.  Kok enak aja lu main nyosor," suara Risa terdengar berdebat dibelakang.

"Hahhahh...punya lu?  Emangnya ini metro lu yang beli?  Jelas-jelas kita berdua sekarang duduk, dan itu artinya ini bangku punya kita!  Masalah serobot, ini Jakarta nona....,"sahut suara cowok yang dibarengi dengan tawa suara yang berbeda.

"Ooo...gitu yah?  Yah udah, kalau lu kagak mau nyingkir, jangan salahin kalau gua duduk di paha lu," suara Risa nantangin.  Gilanya si Risa, geblek terlihat cuek mau duduk di pangkuan tuh cowok.  Mendadak satu metromini pun ramai ngakak.  Sementara dua cowok yang sok jagoan langsung buru-buru berdiri.

"Cewek gokil lu!  Kagak punya urat malu yah?" sahut keduanya dan kemudian memilih berdiri bergelantung sambil senggol-senggolan di padatnya metro siang itu.

Kami pun kemudian berdua turun di Slipi, dan alamaakkk...itu cowok juga turun pula di Slipi!

"Woi...kalian copet yah?  Ngapain ikutan turun disini?  Mau buntutin gua dan teman gua yah?"  nyolot Risa ngegass.

Kedua cowok tampak nggak peduli, dan mereka memilih untuk ketawa ngakak.  Justru ini lebih nyebelin, karena ngakaknya itu cempreng dan ngenyek banget.  Bikin Risa tambah senewen setelah seharian ini semua bikin emosi.

Serentak dua tangan diulurkan, "Kenalin nama gua Fian, dan ini teman gua namanya Roy.  Kita mulai dari awal saja.  Anggap saja ini permintaan maaf kami berdua, dan siapa tahu aja kita jodoh."

Kali ini justru ngakak datang dari Risa dan Nia.  "Cowok sedeng lu berdua," sahut mereka sambil menyebrang meninggalkan Fian dan Roy dengan acuhnya.

Hari itu memang terbilang unik, dan memang unik beneran karena beberapa hari kemudian pertemuan dengan dua cowok gila kembali terjadi. Bedanya kali ini nggak pakai drama, keduanya secara otomatis berdiri memberikan bangku kepada Risa dan Nia, yang sebenarnya memang tidak mendapat bangku di metro kali ini.

"Nggak usah nolak, nih duduk saja kalian berdua," suara cowok yang ngakunya dulu bernama Fian.

Kena tulah, mungkin itulah yang terjadi.  Tetapi memang benar sih, cara Tuhan kadang diluar dugaan.  Nggak terasa pertemuan di metromini itu berlanjut menjadi sebuah pertemanan.

Ternyata si Fian dan Roy ini mahasiswa Institute Kesenian Jakarta.  Heheh....nggak heran pantas saja gaya mereka ngocol, dan super cuek. Berbeda dengan Risa dan Nia, yang keduanya mahasiswi Fakultas Perhotelan.  Terbiasa apik, dan mana masuk di akal mereka gaya seniman Fian dan Roy.

Ehhmm... ternyata benar juga kata orang, cinta itu bisa datang kapan dan dimana saja.  Inilah yang kemudian terjadi setelah pertemanan mereka berjalan 3 bulan lamanya. Bermula dari metromini dan kemudian lanjut dengan sering jalan menyaksikan pertunjukkan teater atau sekedar ngopi cantik.  Berlahan, gelagat kasmaran mulai kebaca.

Setidaknya itulah yang terlihat dari bahasa tubuh Nia dan Roy.  Nyebelin banget untuk Risa karena Nia lebih suka jalan berduaan dengan Roy setiap kali mereka berempat pergi jalan.  Duhh....dasar centil nih si Nia, pikir Risa karena gerah dibiarkan berduan dengan Fian.

Intinya yah begitu deh.  Kejadian juga akhirnya Nia dan Roy resmi pacaran!  Beda dengan Risa yang memilih dingin dan mengganggap Fian teman biasa.  Fian juga terlihatnya biasa aja tuh ke Risa.  Beda banget dengan Roy yang terang-terangan nunjukkin rasa suka itu.

"Mbak...Mbak Risa..., ini ada kiriman," teriak si bibiek sembari menyodorkan paket kepada Risa.  Penasaran, siapa juga yang ngirimin paket, pikir Risa.

"Selamat ulang tahun Risa.  Nggak bisa memberi apapun untuk kamu, kecuali sketsa ini.  Sketsa kamu yang sedang tersenyum.  Berharap senyum itu nggak hilang, supaya aku bisa memilikinya untuk diriku sendiri.  Aku suka kamu Risa," sebuah ucapan di kartu ucapan ditulis manis oleh Fian.  Terlukis juga di kartu itu foto diri Risa dengan senyumnya.

Dubrakkk...berasa sesak nafas Risa, nggak nyangka Fian tahu hari kelahirannya?  Padahal, pertemanan mereka belum setahun.  Ehhmmm...ini pasti ulah Nia sahabatnya, yang membocorkan rahasia negara.

"Mbak...Mbak...Ris, ada temannya datang," kembali suara bibiek yang kali ini sambil mengetok pintu kamar Risa.

Segera Risa keluar kamar, karena memang dirinya sedang menunggu Nia untuk mengerjakan tugas bersama.  Tetapi betapa lututnya lemas karena di teras itu yang terlihat Fian, dan di tangan kanannya terlihat menenteng bungkus kecil kado.

Berusaha dirinya mundur tidak jadi menemui Fian.  Tetapi, mau sampai kapan dirinya menghindar.  Toh sebenarnya selama ini dirinya juga merasakan getar itu jika berdekatan dengan Fian.

"Hei...Ris, wah sudah lama yah kamu mematung disitu?  Maaf, aku tadi terkesima sama suara bocah-bocah yang ngejar layangan di depan itu," suara Fian yang baru menyadari kehadiran Risa.

"Waduhh...kamu jadi patung beneran yah?  Kok diam aja sih aku ngomong," kembali suara Fian yang kali ini memecah kebengongan Risa.

"Kamu, ngapain pakai kirim kartu ucapan?" tembak Risa dengan suara gugup.

Tidak ada jawaban Fian, kecuali tangannya yang meraih tangan Risa dan mengajaknya duduk di teras rumah itu.

Diam sejenak diantara keduanya.

"Ehhmm...Ris, bisa nggak kalau sekali-sekali enggak ngegass, dan main tembak seperti itu?  Kamu tanya ngapain aku kirim kartu, itu karena aku tahu hari ini ulang tahun kamu,"  Lalu kado kecil itu diberikannya dalam genggaman tangan Risa.

"Potongan tiramisu?  Darimana kamu tahu aku suka tiramisu?" tanya Risa panik karena dihujani kejutan bertubi.  Tetapi bukan jawaban yang didapatnya.

"Ssst...nggak penting darimana dan kenapa.  Itu belum cukup untuk menjelaskan ke kamu, aku itu suka kamu.  Kali ini aku datang sendiri untuk bilang, aku sayang kamu Risa.  Melihat senyum kamu, dan segala kebawelan kamu itu bikin aku semakin suka," jelas Fian dengan matanya yang tajam lembut memandang Risa.

Nggak ada suara Risa.  Mungkin kalau bisa sulap, ingin dirinya hilang saat itu.  Nggak sanggup matanya memandang mata cinta Fian.  Tetapi mengatakan dirinya memiliki rasa yang sama, bibirnya rasanya membeku kaku.

"Kamu terdiam Ris, maaf kalau aku lancang.  Kita bisa tetap berteman, dan lupakan saja rasa yang ada ini.  Yuk, kita rayakan ulang tahunmu.  Ini, aku lengkap membawa lilin kecil," suara Fian dan bersiap memasangkan lilin itu diatas tiramisu itu.

"Aku suka kamu Fian," suara Risa lirih segera.  Jantungnya benar-benar copot karena cowok ini terlihat tulus mencintainya.

Mendadak Fian menghentikan gerakannya, dan membalas ucapan itu dengan pandangan cintanya.  Diraihnya tangan Risa yang begitu dingin karena gugup.  "Yuk, kita tiup lilin," ucapnya lembut lalu mengelus rambut Risa.

Keduanya kemudian menikmati potongan tiramisu berdua.   "Selamat ulang tahun Risa, izinkan aku memiliki senyummu selalu," bisik Fian diakhiri dengan kecupan manis mendarat di kening Risa.

Jakarta, 22 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun